Sakura terkekeh kecil. Ia menyikut perut Gaara dengan pelan lalu menjawab, "Kita sedang di luar. Tidak mungkin aku memanggilmu seperti biasa."

"Kenapa tidak?"

"Ah, keras kepala sekali."

Baru saja Gaara ingin menjawab, perhatian mereka berdua beralih kepada sepasang anak Adam di depan sana. Mereka berdua baru saja menyelesaikan prosesi pemberkatan yang dilakukan secara privat di kuil keluarga Hyuga. Tidak banyak yang ikut ke sana, hanya beberapa orang dari pihak mempelai pria dan wanita. Kini kedatangan mereka ke mansion Hyuga menandakan bahwa acara resepsi telah dimulai.

Sakura mengusap airmatanya ketika ia melihat Naruto dalam balutan hakama dan haori. Waktu begitu pandai menipu. Siapa yang menyangka jika sosok yang begitu dibenci, disakiti, dan dicaci oleh hampir seluruh penduduk desa kini tengah berdiri tegak di samping seorang gadis cantik. Dengan gagah ia mempersunting gadis itu, melengkapi kepingan kosong dalam hatinya, menemukan cinta sejatinya.

Tanpa terasa, semakin banyak pula airmata yang luruh. Sakura menunduk dengan bahu bergetar. Gaara yang menyadari hal itu langsung merengkuh Sakura. Tanpa mempedulikan ekspresi terkejut orang-orang di sana, ia mengusap lembut punggung Sakura kemudian mengecup surai merah muda itu dengan penuh kasih sayang.

"Ssstt, tenanglah. Mereka akan baik-baik saja."

Sakura mengangguk dalam pelukan Gaara. Hatinya mendadak tenang sekarang. Belum lagi kalimat yang dibisikkan Gaara memberikan kelegaan yang luar biasa dalam hati Sakura. Gadis itu menarik napas panjang, menghirup aroma musk yang begitu menarik perhatiannya sejak pertama kali mereka bertemu.

"Sudah?"

Sakura mengangguk. Gaara melepas pelukannya kemudian mengusap wajah sembab gadis di depannya. Gaara terkekeh kecil melihat Sakura saat ini. Ia mengeluarkan sapu tangan dari dalam kantung celananya, mengusap jejak airmata sebelum merusak riasan gadis itu lebuh jauh.

"Aku mengerti bagaimana perasaanmu. Hidup memang terus maju, bukan? Bukan hanya Naruto, kau, aku, bahkan teman-teman kita yang lain akan mengalami fase ini. Percaya saja kepada Naruto. Dia pasti mampu menjaga Hinata dengan baik."

Sakura mengangguk pertanda mengerti. Ia tak bisa berbicara saat ini. Gaara pun menyimpan kembali sapu tangan itu lalu beralih ke tangan Sakura, menggengamnya dengan erat.

"Ayo, kita sapa mereka."

Dua sejoli itu melangkah ke depan, menyapa Naruto dan Hinata yang tengah berbincang dengan teman sekelas mereka dulu. Naruto tersenyum cerah menatap Sakura dan Gaara. Pemuda kuning itu menyengir lebar, membuat Sakura berlari kecil lalu menjitak kepala Naruto.

"Ittai! Apa yang kau-"

Hup

Naruto tersentak ketika Sakura memeluk tubuh tegapnya. Kini pemuda kuning itu tersenyum lembut. Ia membalas pelukan Sakura dengan erat, merasa hangat ketika sosok yang ia anggap sebagai kakaknya ikut hadir dalam hari bahagianya.

"Kau sudah dewasa ya, dasar bodoh."

Naruto tersenyum sendu. Padahal ia sudah berjanji untuk tidak menangis hari ini. Namun apa daya, saat pemberkatan ia sempat meneteskan air mata karena teringat akan sosok orangtuanya. Ia juga menangis ketika rombongan keluarga berziarah ke makam Yondaime Hokage beserta istri, yang notabene adalah ibu dan ayah Naruto. Kini, ia kembali menangis karena sosok sahabat yang merangkap peran sebagai kakaknya tengah menatapnya penuh haru.

"Aa. Aku akan menjalani hidup baru, Sakura-chan. Kumohon untuk doakan aku selalu."

"Pasti. Aku pasti akan selalu melakukannya."

Cicatrize ✔️Where stories live. Discover now