I. Fluracia Academy

10 2 1
                                    

⚠️Disclaimer⚠️

Semua tokoh, penokohan, tempat, alur, organisasi, dan peristiwa hanyalah fiksi dan imajinasi penulis. Jangan kaitkan dengan dunia nyata dan jangan membawa dunia nyata ke cerita ini!

۝

Hal pertama kali yang kulihat ketika membuka mata adalah bangunan besar nan megah yang tampak seperti sebuah sekolah. Dan yang kulakukan pertama kali adalah mengedip-ngedipkan mata meyakinkan diri bahwa yang sekarang ia lihat memang benar-benar nyata.

Disekitarku memang ramai orang, tetapi aku tidak mengenal mereka satupun. Mereka juga tidak nampak terkejut ketika melihatku datang tiba-tiba. Kulihat mereka membawa tas yang terbuat dari kain lalu diikat ujungnya menjadi satu dan disampirkan di bahu kanan.

Kakiku yang tak terbalut apapun mencoba melangkah. Netraku menatap seorang pria paruh baya yang sedang berdiri di depan pintu gerbang. Mungkin bisa kutanyakan kepadanya bahwa aku sedang berada di semesta bagian mana.

"Permisi, Tuan. Bolehkah saya bertanya?" Suaraku seperti agak ragu, tetapi itu tak membuat pria itu tidak menoleh. Dia sempat menelitiku dari atas sampai bawah.

"Silahkan, Nona." Dinginnya suara itu membuat nyaliku nyaris menciut.

Aku sempat bingung merangkai kalimat yang akan kugunakan untuk bertanya. Dari sekian banyak pertanyaan, aku harus bisa meringkasnya menjadi satu kalimat. Karena jika dilihat-lihat, pria ini bukanlah orang yang bisa diajak basa-basi.

Sebelum bersuara, aku sempat menarik napas. "Tempat apakah ini?"

Pria itu sepertinya enggan menjawab. Bisa dilihat dari ekspresinya yang menyatakan bahwa pertanyaanku memanglah tidak wajar untuk ditanyakan. Aku masih menunggu dengan wajahku yang seperti sangat-sangat menantikan jawaban pria di depanku ini.

"Avetaïa ....," Pria itu menjeda jawabannya.

Avetaïa?

"Tepatnya, Fluracia Academy."

FLURACIA ACADEMY?

Aku terkejut, sangat-sangat terkejut. Jadi, tempat yang aku kira tidak nyata sekarang ada di depanku langsung. Aku bisa melihat dengan mata kepalaku sendiri.

"Apakah kau bercanda, Tuan? Jawaban Anda terdengar mustahil." Tentu saja, aku mencoba mengelak. Cengiran tak percayaku menguar di hadapan pria itu.

"Tidak ada yang mustahil di sini, Nona." Tidak sedingin tadi, pria itu menjawab dengan sedikit tenang.

Aku bersumpah. Suasana yang kini aku rasakan seolah tidak nyata dan benar-benar tidak bisa diterima akal sehat. Nyawaku seolah tidak pas bersemayam di tubuhku.

Dan aku kembali bersumpah. Selama aku membaca cerita fantasi, ya hanya sebagai hiburan, bukan sesuatu yang aku harapkan menjadi kenyataan.

"Tolong ibu, aku ingin pulang!" Jeritku di dalam hati. Berharap ibuku turun dari surga dan menarikku kembali ke dunia nyata.

"Tuan, bisakah kau mencubitku?" Aku mengulurkan tangan dan tentunya merasa bodoh dengan pertanyaan yang baru saja aku lontarkan. Pria itu juga nampak sedikit terkejut.

Supposed DestinyWhere stories live. Discover now