44. Jean Dan Perasaannya

137 29 18
                                    

Penyelamatan Jean berhasil, pemuda itu tengah mendapat pengobatan dari Max sebab banyak luka memar yang diterimanya selama dikurung oleh pihak kepolisian.

"Lalu apa lagi?" tanya Jean berbicara sebelum memakan makanan yang disiapkan oleh Roman.

"Kita akan menyelamatkan Kak Van!" jawab Roman girang.

"Ya, aku sudah mendapat pasokan senjata dari salah satu rekan Mr. Ale," ucap Max santai hingga membuat Jean terkejut.

"Jadi dia benar-benar tertangkap?!" tanya Jean menatap teman-temannya.

Selena mengangguk mulai memainkan laptop dengan lincahnya untuk membantu Artha yang sedari tadi sangat serius dengan layar laptop miliknya.

"Huh..." Jean menghembuskan napas.

"Terimakasih telah menyelamatkanku..." ucap Jean dengan mata berkaca-kaca.

"Dasar cengeng!!" ejek Roman tertawa diikuti Max.

Selena menatap Artha tanpa menghiraukan tawa teman-temannya. Ya! Mereka harus menjalankan misi selanjutnya. Misi apakah itu...

Di dalam selnya, Alevan hanya diam menatap jam dinding. Hanya suara detik jarum jam yang menemani malam sunyinya.

"Sebentar lagi," ucap Alevan memejamkan mata.

Pukul dua pagi. Jean tengah tertidur lelap disebuah kamar dan Roman dikamar yang berbeda. Sedangkan Max sedang bersantai diteras rumah. Selena? Gadis itu nampak sibuk membantu Artha yang bertempat disebuah ruangan salah satu kamar.

"Hei," tegur Selena.

"Ini akan berjalan lancar 'kan?" tanya gadis itu.

"Selama aku bersamanya, aku tak pernah sekalipun meragukan rencananya." Artha tersenyum kemudian memasukkan sebuah cairan kedalam beberapa jarum suntik.

Ini adalah sebuah rencana, yang mungkin dapat merubah takdir kedepannya.

"Kalian belum tidur?" Max bertanya lalu masuk keruangan.

"Aku tak sabar untuk menantang ayahku besok, hahaha..." tawa Max pelan.

Max duduk dikursi menatap Artha yang tak sedikitpun memperhatikan kedatangan dirinya.

"Hei Max! Masaklah sesuatu untukku!" pinta Selena.

"Kau ini, memang." Max bangkit dari duduknya. "Baiklah, akan segera aku buatkan." Max pergi dengan senyum senang.

"Untuk yang terakhir kalinya," gumam Selena menatap pintu yang baru saja ditutup oleh Max.

Artha membawa satu jarum suntik kemudian pergi begitu saja. Beberapa saat kemudian, Artha kembali. Cairan pada suntikan tersebut sudah kosong.

"Aku akan menemui Jean," ucap Selena membawa satu suntikan kemudian pergi. Artha mengangguk, melangkah membawa satu suntikan lagi untuk seseorang yakni Roman.

Rencana apa ini.

Selena masuk kekamar, Jean tengah tertidur dengan lelapnya meskipun banyak luka memar ditubuhnya. Meragu, Selena duduk ditepian ranjang menatap suntikan tersebut.

"Aku ingin agar kau terus hidup," ucap Selena pelan sembari mengusap pucuk kepala Jean.

Jean membuka mata merasa tidurnya terganggu.

"Ah, imajinasiku..." gumam Jean kembali menutup mata lalu mengubah posisi membelakangi Selena yang tersenyum padanya.

"Hei, ini kenyataan..." kekeh Selena menyimpan suntikan tersebut dibalik tubuhnya.

Jean membuka mata sambil terkejut terbangun menatap Selena tak percaya.

"Apa??! Sedang apa kau dikamarku!?" tanya Jean mencoba menahan rona dipipinya.

Selena diam tak menjawab lalu tersenyum merapikan tatanan rambut Jean.

"Aw..." ringis Jean saat Selena menyentuh memar pada pelipisnya.

"Menyakitkan, bukan?" tanya Selena.

Jean menggeleng pelan sembari menundukkan wajah.

"Lebih menyakitkan saat kau pergi meninggalkanku," jawab Jean jujur.

"Sekarang aku merasa lega, sebab bisa bersamamu. Meskipun aku tak tahu apakah ini jalan yang benar atau salah," tutur Jean tak berani menatap Selena yang hanya diam memandanginya.

"Aku tak tahu akan seperti apa hari esok. Yang aku tahu, aku hanya ingin selalu berada bersamamu," ucap Jean mengungkapkan isi hatinya.

"Kau akan bahagia." Selena tersenyum manis.

"Aku tak akan mendapat kebahagiaan jika tidak mendapatkan dirimu!" ucap Jean mengangkat wajah menatap Selena dengan kesal.

"Hei..." kekeh Selena menaikkan dua kakinya kekasur duduk menghadap Jean.

Jean diam tak berkutik.

"Aku mencintaimu."

Jean angkat bicara, membuat Selena terkejut beberapa detik.

"Aku tak tahu perasaan apa ini! Tapi aku yakin! Aku mencintaimu, aku tak senang melihat kau bersama pria lain!" ungkap Jean memalingkan wajah.

"Tapi aku tahu! Kau tak akan membalas---"

Jean gugup, gadis itu memeluknya! Dengan sangat erat. Lehernya terasa hangat merasakan napas gadis itu yang berhembus mengikuti detak jantungnya.

"Jean," ucap Selena memanggil.

"Ya?" tanya Jean pelan.

"Aku ingin hanya ada diriku dalam ingatan terakhirmu."

Selena melakukannya, menusukkan jarum suntik pada lekukan leher Jean yang satunya.

Jean terkejut langsung memeluk erat Selena. Samar-samar sebelum pengelihatannya menghitam, ia mendengar isakan gadis itu. Suara terakhir yang ia dengar, sebelum cairan bius tingkat tinggi masuk kedalam tubuhnya.

Selena menangis, melepaskan tubuh Jean lalu merebahkannya dengan hati-hati.

"Mengapa!!!" teriak Selena dengan kerasnya.

Beberapa sorot lampu mobil menyinari rumah bertingkat dua tersebut. Masuklah belasan pria berpakaian hitam yang langsung disambut oleh Artha.

"Kami akan melakukan yang terbaik," ucap Paul. Pemimpin dari para pria itu. Artha mengangguk mempersilahkan Paul dan anak buahnya menghampiri Max, Roman dan Jean yang sudah terlelap dalam obat bius buatannya.

Selena hanya diam memandangi dari lantai dua saat tiga rekannya sudah dimasukkan kedalam mobil.

Paul kembali menghadap Artha, menunduk dengan sopan.

"Atas nama Tuan Alevan, aku mengikuti perintahmu. Dokter Ziel akan menangani penghapusan ingatan dari tiga pria itu. Kami akan membimbing mereka dengan berkas yang kau berikan sesuai data diri dan perjalan hidup tiga pria itu."

Paul mengakhiri kalimatnya yang hanya mendapat anggukan dari Artha. Pria itu pergi bersama anak buahnya membawa Jean, Roman dan Max.

Rumah kembali sunyi, hanya tersisa Selena yang masih meneteskan air mata. Isakannya terdengar begitu jelas hingga Artha mendongakkan kepala menatap gadis itu.

"Semuanya, akan baik-baik saja."

Artha pergi menuju dapur melanjutkan masakan yang dibuat Max untuk Selena.









TBC

Te Amo 3 ( Selena Aneska )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang