Time to Love (Final Beneran Banget WKWKWK)

Mulai dari awal
                                    

"Maafin, kamu masih ngantuk ya?"

"Hoammm...." respon Jeno sembari mengangkat kedua tangan sebagai gesture peregangan, "ada apa?"

Sekali lagi Renjun tersenyum kikuk, mewanti-wanti takut suaminya ini langsung terkumpul nyawanya dan ingat bahwa dirinya sedang ngambek.

"Aku... ngidam."

Hening

Hening selama beberapa saat, dan Renjun nyaris menyesali niat. Jeno yang tak berkutik membuat nyali ibu hamil itu menciut takut, meski sejujurnya saat ini wajah suaminya itu tidak ada seram-seramnya alih-alih terlihat polos dan err--sedikit imut.

Tapi seimut-imutnya Jeno, kalau sedang ngambek ya tetap menyebalkan, sih. Batin Renjun.

"Jen...."

"Bentar aku siap-siap dulu."

Yang langsung bergegas dari sofa dan kelimpungan mencari kamar tak menyadari bagaimana kini ekspresi kaget itu berganti wajah. Jeno sudah kembali secepat kilat dengan kunci mobil di tangan dan mungkin akan segera bergegas ke bagasi kalau tidak diperingati Renjun dengan nada yang sedikit gemas.

"Hei, mau kemana? Koloran doang? Itu di luar lagi dingin banget!"

Gemas saking emosi pada keteledoran suaminya yang satu ini.

Jeno yang diteriaki dengan nada seperti itu hanya mengerjapkan mata polos lantas kembali berbalik sembari menggumam soal jaket dan celana panjang. Ia sejujurnya juga tak mengerti mengapa dirinya bisa begitu tanggap seperti ini. Mungkin suara yang diterimanya dari Renjun saat baru bangun tadi langsung menghidupkan refleksnya yang telah ia bangun selama bertahun-tahun.

"No, aku ngidam."

Dan saat suara itu terdengar menyiratkan sebuah makna yang tercetak khusus di peta kognitifnya, tanpa peduli apakah keadaannya saat ini nyata atau tidak, Jeno tahu apa yang harus dilakukannya.

Ia harus segera bergerak melakukan sesuatu, karena baik istri maupun bayi-bayinya membutuhkan kontribusinya saat itu.

"Engga usah No, ngga usah ke luar...." sahut Renjun, berusaha sabar sembari tanpa sadar mengaburkan lamunan bingung sang suami. Jeno itu saking patuhnya pada perintah Mama Beruang kadang jadi suka lupa mempertimbangkan setiap permintaan Renjun, entah terlalu bucin atau memang takut dengan perintah si Nyonya Besar.

Haduh, padahal kan dia lagi ngambek ya, kenapa tidak menggunakan kesempatan ini untuk menolak saja coba?

Sembari mengelus-elus perutnya, Renjun beranjak mendekati Jeno, secara halus menarik tubuh itu untuk kembali duduk.

"Lho, tadi katanya ngidam? Mau makan apa?"

"Ya kan aku belum bilang bayi-bayi beruang maunya apa."

Jeno hanya manut-manut saja, meski dalam hati ia menolak mentah-mentah pernyataan itu sekaligus menertawai si dua jabang bayi di perut Renjun yang selalu menjadi kambing hitam. Kalau punya keberanian, ingin sekali Jeno bilang,

"Halah, itu yang mau kamu kan, Mama perut gendut?"

Tapi Jeno urungkan saja, pernikahan mereka lebih penting dari keinginan mengejeknya.

Toh tidak peduli siapa yang sebenarnya mau, bagi Jeno, acara ngidamnya Renjun itu merupakan prioritas yang akan selalu ia usahakan pemenuhannya. Lagipula selama ini Renjun juga ngidamnya tidak pernah aneh-aneh, dan bahkan jarang juga kalau dihitung-hitung. Jadi atas dasar apa Jeno mau mengeluh untuk sesuatu yang menurutnya esensial macam itu?

FAMILY TALE [ NOREN-LE ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang