part 41

5.4K 666 145
                                    

Pagi hari menjelang siang, semerbak harum tumisan bawang putih berpadu dengan beberapa rempah lain menyeruak. Pertanda selesainya ritual memasak si kanjeng ratu keluarga Boby Caesar.

"Kak" panggilnya pada laki laki yang kini sedang mengambil nasi, tampak ia baru saja bangun. Terlihat dari dirinya yang masih menggunakan celana kolor dan kaos singlet. Tak ketinggalan bare face dan rambut cepaknya yang cukup berantakan.

"Iya, Ma? Ada apa?" jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya dari banyaknya lauk yang tersedia didepan matanya.

"Mama mau ngomong sesuatu sama kamu. Boleh?" ucap Shania, meletakkan semangkuk tumis kangkung dengan baby cumi di dalamnya.

"Ngomong apa, Ma? Kok kaya yang serius bin penting banget gitu?"

Shania menempatkan dirinya duduk dihadapan sang sulung. Menghela nafas berat sedikit panjang karena tak habis fikir tentang kejadian yang menimpa keluarganya. Perseteruan dan persaingan antara anak sulung dan bungsunya yang sudah berlarut larut cukup membuatnya lelah. Seumur umur, Niko dan Shani tak pernah seperti ini sebelumnya, terlebih demi memperebutkan sesuatu. Paling banter juga berebut mainan, atau berebut hadiah dari Shania atau Boby karena nilai matematika mereka dapat seratus poin, tapi ini.. berebut hal yang sangat tabu untuk di rivalkan. Rebutan cewe gaessss!!

"Kamu gimana sama Gracia?"

Merasa sang mama yang sudah tertarik pada Gracia untuk dijadikan mantu idaman, Niko yang baru menyuap beberapa kali makanan ke mulutnya, otomatis tersenyum sumringah.

"Gimana apanya, Ma?" Salah satu alisnya terangkat naik, pertanda jika Shania harus memperjelas topiknya. Walaupun dia sudah paham apa maksud mamanya.

Niko memilih menghentikan aktifitas makan siangnya, menyilangkan sejenak sendok dan garpu di atas makanan yang masih tersisa separuh. Raut wajah mamanya tak begitu baik. Terlihat ada sesuatu yang sedang mengganggu beliau.

"Perasaan kamu ke Gracia. Dan juga, kemajuan kedekatan kamu dengan Gracia."

Niko kembali tersenyum sembari menatap sang mama. Mendengar nama sang pujaan hati saja, sudah membuatnya bahagia seperti ini, apa lagi jika ia memiliki Gracia seluruhnya.

"Niko masih berusaha ambil hati Gracia, ma. Walaupun ga sekali dua kali Niko di tolak sama dia." ratapnya.

"Kamu, ga ada pernah mikir buat mundur aja gitu, kak?" ujar Shania pelan.

"Kan Niko pernah bilang sama mama, sama papa juga, kalo Niko cinta banget sama Gracia. Semenjak Niko kenal Gracia, bayang bayang mantan Niko yang masih ganggu pikiran Niko, seketika ilang, Ma."

Dilema tersendiri bagi Shania saat ini. Bagaimana ia melihat kebahagiaan sang anak sulung saat mendengar nama Gracia. Ia tau, Niko sudah berusaha mati matian demi bisa mengubur kenangan dan masa lalunya bersama seorang gadis yang benar benar menghancurkan hatinya. Sampai sampai, Niko memilih untuk melanjutkan pendidikannya di kampung halaman orang tuanya, di Jogja. Marianne terlalu dalam menggores luka di hati Niko. Dan semuanya sembuh, saat Niko melihat Gracia. Seperti Oase yang berada ditengah gurun sahara, Gracia datang sebagai penyembuh lara.

"Mama tau, Kak. Tapi, adekmu, Shani. Dia juga jatuh hati sama Gracia, Kak."

Senyum Niko luntur. Kedua sudutnya yang sedari tadi naik, langsung saja turun. Ia tau, bahkan sangat tau bagaimana Shani begitu jatuh hati pada Gracia. Seperti halnya dirinya, Shani juga punya masa lalu yang tak kalah menyakitkan, sampai sebadan badannya pun ikut sakit karena kecelakaan yang disebabkan oleh patah hatinya itu.

"Ma. Tapi kan adek cewek, Ma. Gracia juga cewek. Hubungan kaya gitu di kita, itu tabu banget. Ga bener."

Shania serba bingung, serba salah. Posisinya sebagai orang tua, terlebih seorang ibu, tak ingin anak anaknya tersakiti. Entah itu fisik, hati ataupun mental.

MEDICAL LOVE 💉 (final) Where stories live. Discover now