end

2.1K 189 26
                                        

Okta mengetuk pelan pintu kayu itu sebelum membukanya perlahan. Setelah terbuka, iris gelap itu mengedar ke sekeliling dan mendapati sang sahabat berdiri diam di depan jendela kaca bertirai putih. Menghela napas pelan sebelum melangkah memasuki kamar di salah satu penginapan di Negara Jerman.

“Gre,” panggil Okta pada perempuan dalam balutan gaun putihnya yang terlihat mewah.

Cantik dan anggun sekali.

Gracia yang tak mendengar pun, tak menyadari kehadiran orang lain di dekatnya. Barulah saat sebuah tangan menepuk pelan pundaknya, dia tersadar dari lamunan panjangnya.

“Lo cantik banget Gre. Baru kali ini gue lihat lo dandan kayak gini,” ucap Okta tulus.

Gracia tersenyum tipis, “Makasih Okta.”

Okta mengangguk pelan, kemudian berdiri bersebelahan memandangi kosong pada pemandangan asing di luar jendela. Keheningan menyelimuti sepasang sahabat itu. Hingga pertanyaan Okta membuat Gracia sedikit berjengit kaget.

Do you feel regret doing this?”

Masih ada waktu untuk menolak jika Gracia ingin.

Bukannya Okta tidak menyetujui dengan segala rencana Desy, tapi perempuan yang lebih tua darinya itu hanya ingin Shani Indira bahagia. Dan ketika dia menyadari Gracia adalah sumber bahagia itu, apa pun akan dilakukannya untuk mewujudkan itu.

Dia sempat bingung saat Desy memutuskan untuk membantu Shani mengajak Gracia dan Stefi menjadi bagian keluarga mereka. Dia tidak tahu harus berdiskusi dengan siapa karena Michelle kalau sudah pulang ke rumah orang tuanya, dia tak bisa dihubungi. Desy pun juga, entah kenapa dengan seenaknya bertindak sendiri dan mengatur semuanya sedemikian rupa hingga bisa dipastikannya bahkan Gracia tidak akan bisa menolak rencananya itu.

Sepanjang ia kenal adik Desy itu, Okta menganggap dia adalah orang yang dingin, sangat minim ekspresi, tak banyak bicara, tegas, pekerja keras, dan sangat perfeksionis. Meskipun tak begitu dekat, tapi Desy sesekali pernah bercerita tentangnya. Bisa ia simpulkan kalau perempuan dengan wajah bak bidadari itu adalah orang yang baik.

Jadii yah, mungkin masih ada keraguan, tapi dia juga bisa menerima Shani sebagai pasangan Gracia.

Okta mempercayai takdir. Sudah ia alami dan rasakan sendiri dengan terbentuknya ikatan antara dirinya bersama perempuan yang ia cintai itu. Sekarang pun dia bisa melihatnya juga tengah terjadi pada sahabatnya ini. Meskipun jujur saja, jalan pertemuan Gracia dan Shani merupakan garis cerita yang lebih sulit dari yang ia jalani bersama Desy.

Ah, tak perlulah membandingkannya. Terpenting sekarang adalah cerita sedih itu akhirnya berakhir dan akan membuka lembaran baru yang pastinya lebih bahagia untuk mereka.

“Gue…jujur aja, gue gak menyesal sama sekali nerima Shani di hidup gue dan Stefi. Ngelihat gimana dia begitu tulus sama perasaan dan juga semua perlakuannya pada kami, gue malah merasa bersyukur banget Shani muncul dan berhasil menyentuh lembut hati yang udah lama gue abaikan ini,” ungkap Gracia tenang, senyum tulus nan lembut terukir di wajah cantik nan memesona itu.

“Lo udah tau pasti kalau gue gak bisa buka hati buat siapa pun, tapi dengan dia gak tau kenapa kerasa sangat mudah sekali terbuka dan nerimanya dengan sepenuh hati. Mungkin ini kali ya, yang dikatakan takdir. Jodoh gak dicari tapi datang sendiri,” Gracia terkekeh di akhir kalimatnya.

“Yup, takdir memang ajaib,” Okta mengiyakan sambil mengangguk pelan. Senyum juga ia bagi bersama sahabatnya itu.

Aiih, kurang satu orang nih!

I’m happy if you’re happy Gre. You and Stefi deserve all the happiness after what you two have gone through,” ucap Okta tulus sambil mengelus pelan pundak Gracia.

Invisible String (with you)Where stories live. Discover now