'8-Rencana

19 13 4
                                    

Seorang gadis kini tengah berada di rooftop Sekolahnya seorang diri. Ia berdiri sambil memandang ke arah lapangan basket outdoor di sekolahan tersebut dan sudah berada di sana sejak bel pulangan sekolah itu berbunyi. Kini netra nya tertuju pada seorang lelaki berbadan jangkung dan menjulang serta seorang gadis yang jalan beriringan dengan lelaki tersebut.

Setelah selesai menatap kepergian kedua orang tersebut lantas ia turun dari rooftop dan hendak menuju lapangan basket indoor. Sebenarnya ia bisa saja melakukan kegiatan hobi nya itu di lapangan terbuka, hanya saja ia malas bila menjadi pusat perhatian di sekolah tersebut. Belum lagi baru-baru ini, lelaki yang ia baru  ketahui faktanya bahwa sesama pecinta permainan bola besar sama sepertinya pernah mengajaknya bermain bersama.

Bukan tidak mau ia menerima ajakan tersebut, tetapi ia selalu merasa ada yang salah dengan perasaan nya ataupun hatinya jika ia behadapan dan bertatapan dengan lelaki yang memiliki tinggi semampai itu. Jadi ia merasa lebih baik menghindari daripada ia harus senam jantung setiap saat menatapnya.

Namun justru apa yang barusan ia harapkan luntur seketika. Ia berdiri tepat di hadapan pintu yang mengarahkan ia menuju lapangan indoor tersebut, namun sangat di sayangkan ketika ia melihat sesuatu melingkar di ganggang pintu tersebut dilengkapi gembok sebagai penghias nya---sial batinnya.

"Ck, kok di gembok sih! Terus guna nya gue nunggu dia dari tadi selesai main buat apa?"

"Apa kunci gemboknya di pegang sama pak satpam? Perasaan daritadi gue gak liat satpam lewat sini,"

Gadis itu terus saja bermonolog sendiri menyimpulkan semua pemikiran yang ada di dalam kepalanya.

Kebetulan sekali kini seorang yang tengah ia curigai berjalan ke arahnya, maka ia tak mau menyiakan kesempatan ini dan begitu satpam itu lewat di sampingnya---

"Permisi, pak!"

Satpam itu pun menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Ara, "Iya neng? Ada yang bisa saya bantu?"

"Ini kunci gembok siapa yang pegang ya pak? Apa mungkin bapak yang pegang?"

"Oh engga neng, kunci gembok ini salah satu anak murid kelas dua belas yang pegang neng,"

"Murid kelas dua belas? Bapak tau namanya gak?"

"Aduh Saya lupa neng. Itu dia laki-laki si jago basket neng, pokoknya dia yang selalu menangin tanding basket di sekolah ini dia juga salah satu yang jadi murid pinter di sekolah ini neng," Jelas pak satpam itu lengkap dengan logat nya yang agak medok.

"Oh gitu ya pak, yaudah deh makasih,"

"Iya sama-sama neng, kalo gitu saya permisi dulu,"

Ara hanya membungkukkan sedikit badannya seraya tersenyum simpul namun ada sedikit rona kekecewaan yang terpampang di wajah nya, karena itu tandanya ia tidak bisa menyalurkan hobi nya pada bola tersebut. Alhasil ia memilih berbalik arah dan---pulang.

Murid kelas dua belas jago basket? Cowok? Selalu bawa kemenangan buat sekolahnya setiap tanding? Pintar?. Semua rentetan pertanyaan itu terus berputar di kepalanya. Karena dari semua pertanyaan itu ia hanya dapat menyimpulkan 'siapa?'. Ya, siapa lelaki tersebut yang seenak jidatnya mengunci lapangan basket indoor tersebut, memangnya ia anak dari pemilik sekolah ini? Atau jangan-jangan memang benar lelaki yang di deskripsikan Pak Satpam tersebut memang anak pemilik SMA pancasila? Tapi kalau memang iya mengapa pak satpam tidak langsung mengatakan bahwa lelaki tersebut si anak pemilik sekolah?

Entahlah, ia malas memikirkan hal tak penting itu. Namun ia masih merasa tidak terima jika apa yang ia inginkan tidak terpenuhi---Bermain basket---Karena terkadang hanya kegiatan itu yang dapat membuat mood nya membaik setelah lelah dengan aktivitas yang telah menguras tenanga otak kepalanya.

***

"Dek?"

Gadis yang kini berlajan tepat beberapa langkah di depan Vano pun membalikkan badan, "Abang?"

Vano hari ini pulang lebih cepat dari biasanya, entah ada angin apa udah terhitung sebulan belakangan ini ia selalu di suruh pulang cepat oleh Bos nya di tempat ia berkerja. Dan ketika ia berada di jalan menuju komplek rumah nya ia bertemu Vina, ia sangat tahu persis bagaimana bentuk tubuh Adiknya meskipun ia tidak melihat wajah orang di depan nya itu.

"Ngapain? Kok jam segini diluar?" Sejurus kemudian Vano menjatuhkan anestesi nya kearah tangan Vina yang memegang sesuatu.

Vina pun mengikuti arah pandang Abangnya, "Oh, ini. Kita ngomong di rumah aja ya Bang di sini dingin," Ara pun melangkahkan kakinya ke tempat Vano berdiri.

"Yok Bang," Kini ia telah berada tepat di sebelah Vano sambil merangkul lengan Abang nya yang paling ia sayangi itu sambil tersenyum manis manampilkan lesung nya seperti biasa.

Vano tersenyum dan mengacak pelan puncuk rambut adiknya lalu melangkah berjalan bersama menuju rumah.

"Stok obat sakit kepala di dapur habis dek?" tanya nya sambil berjalan ke arah kulkas. Kini mereka berdua telah sampai di rumah.

"Iya, akhir-akhir ini kepala Nana sakit terus Bang jadi Nana rutin minum obat sakit kepala setiap malam,"

Vano melirik sekilas melihat Adiknya yang sedang menuangkan air ke dalam gelas, "Tapi kamu gakpapa kan?"

Vina memasukkan obat ke dalam mulutnya dan meneguk nya bersamaan dengan air putih yang ia teguk.

"Gakpapa, mungkin cuma kecapean."

"Maknya jangan suka begadang, jangan jajan sembarangan juga, banyak istitirahat,"

"Iya Abang bawel,"

"Kalo di kasih tau jangan iya-iya aja,"

"Terus Nana harus gimana Bang? Bilang iya sambil kayang?"

"Ck, gak gitu juga dek. Yaudah sana tidur gih istirahat,"

"Iya, Abang bawel juga,"

"Vina!"

"Hehe iya ampun, iyaa Abang gantengggg tapi boong wlek," Bertepatan setelah itu Vina lari menaiki tangga menuju kamarnya takut kena amukan dari Abang nya.

"Untung Ade kalo engga. Sabar Van orang ganteng emang banyak cobaan nya,"

Drtt

Drtt

Drtt

Vano kini tengah beristirahat di atas kasurnya sambil menutup matanya menggunakan salah satu lengan nya di atas kepala. Namun belum cukup lama ia melepaskan penatnya suara getaran ponsel nya menginstrupsi kegiatan nya, ia segera mengambil ponsel yang ia letakkan di atas nakas.

"Hallo,"

"VAN!" teriak gadis sebagai lawan bicara di sebelahnya

"Ck, gak usah teriak-teriak Bel budek gue nanti,"

"Hahahahaha, eh lo tau gak?"

"Ya engga lah lo belum ada cerita,"

"Ck, Alannnnn!"

"Alan? Kenapa?"

"Ya ampun Vann!!! Alan besok ulang tahun bego!"

Seketika Vano terkejut dan melihat jam di lingkaran tangan nya yang saat ini masih menunjukkan pukul sepuluh malam.

"Terus?"

"Gue punya rencana,"

***

Hai 😊
Gue akuin kali ini bawain part nya lebih pendek dari part sebelum-sebelum nya.
Tapi tenang aja, part selanjutnya gue udah gempur habis-habisan buat nulis lebih panjang lagi untuk gantiin part di sini 🙈
So stay tune oke
Gue juga minta tolong vote&komen ya teman, masa kalian gak bisa kasih apresiasi ke author yang udah nuangin ide nya ke bentuk cerita dan bisa kalian nikmatin? 😅
Segitu dulu deh curhatnya 😁

See u in next chpt
Love buat kalian ♥♥♥

Oh iya satu lagi lupa.
Gue publish ini beneran di jam 22.00 WIB.
1085words 🙈

OUR DESTINYWhere stories live. Discover now