VII : Krisis (2)

6 2 0
                                    

Suasana di rumah Kayn lengang, begitu juga di seluruh kerajaan. Tidak ada yang berani keluar rumah, hanya beberapa yang berlari memetik buah di kebun untuk makanan sehari-hari. Wabah ini semakin membuat banyak penduduk kalut, namun tidak berani mengambil resiko untuk keluar dan protes, masing-masing mengandalkan harapan kecil agar wabah ini cepat menghilang.

Sementara di kerajaan, Ratu Elliam baru saja mengunjungi sang raja, walaupun tertutup oleh kain untuk mencegah seseorang mendekat. Wajah yang dulunya tegas dan mulia tampak rapuh seakan-akan bisa pergi kapan saja. Ratu Elliam menggertakkan giginya, lalu menyuruh pelayan untuk memanggil Kayn kembali ke Istana Kerajaan.

Di ruang tamu kerajaan, Kayn duduk dengan waspada. Sementara di depannya terdapat Ratu Elliam yang tengah minum secangkir teh dengan anggun, sejak tadi dia hanya diam dan meminum tehnya tanpa berinisiatif untuk memulai percakapan. Kayn sendiri telah menebak sebagian alasan dipanggilnya dia kembali ke istana, meskipun begitu dia tidak mau memulai percakapan dan memilih untuk diam menunggu.

Ratu Elliam mengangkat matanya yang terkulai dan menatap Kayn rendah, wajah anggun bak melati itu sangat kontras dengan kepribadiannya.

"Katakan, bukankah kamu tahu?"

"Apa yang aku tahu," jawab Kayn sekenanya sambil menyenderkan punggungnya ke sofa.

"Kalau begitu dia pasti tahu, bukan?"

"... seseorang yang tinggal di hutan,"lanjut Ratu Elliam dengan seringai tipis.

Kayn menegakkan punggungnya, mengepalkan kedua tangannya, dia tahu betul apa maksud dari perkataan Ratu Elliam.

"Beritahu aku, apa yang kamu inginkan?" tanya Kayn, sebuah kilatan muncul di matanya.

"Tidak ada ... hanya lakukan sesukamu, kamu akan bebas ketika raja meninggal dan semua berada dibawah kendali ku," ucap Ratu Elliam.

"Kamu memerintahkanku untuk membunuh raja?" tanya Kayn tidak percaya.

Ratu Elliam membuka mulutnya dan membuat raut wajah terkejut.

"Oh, lalu bagaimana perasaan ibumu ketika semua orang memanggilmu ... anak terkutuk," kata Ratu Elliam dengan akhir perkataan berupa bisikan. Tubuh Kayn menegang mendengarnya.

"Lalu apa yang akan terjadi setelahnya? Tentu saja itu hal menyenangkan untuk dilihat." Monolog Ratu Elliam memprovokasi Kayn, tanpa pikir panjang Kayn melemparkan bola dengan cairan hijau di dalamnya ke arah Ratu Elliam. Namun meleset, Ratu Elliam lebih sigap dari yang Kayn kira.

Bola hijau itu meledak dan merekat di tembok seperti lem. Tidak ada yang bergerak, semuanya mengamati bola yang dilempar Kayn. Tiba-tiba lem itu tampak merekat lebih erat sebelum menghancurkan dinding yang ditempelinya.

"Kamu berniat untuk membunuhku!" Teriak Ratu Elliam.

Sesaat setelahnya, para prajurit masuk dan menangkap Kayn yang tidak sempat melarikan diri.

"Umumkan pada semua orang, dialah yang menyebabkan bencana ini, dia adalah anak terkutuk!" Seru sang ratu.

Kayn meraung, berusaha melepaskan diri dari para prajurit. "Lepaskan aku!"

Telinga Verze berdenging, beberapa bayangan muncul dipikirannya. Leyna yang berbicara dengan tenang, sorot matanya berbeda dari yang dia lihat di hutan. Kemudian berubah menjadi Kayn yang meraung dan dilemparkan ke penjara bawah tanah. Adegan itu terus berulang-ulang seperti kaset yang rusak.

"Seperti yang diharapkan, kamu terlalu naif."

"Kamu tahu! Lalu kenapa?! Ini bukan salahku! Kenapa!!"

Verze membuka mata dengan sedikit kepanikan. Entah seberapa sering dia mengalami ini, suasana hatinya rendah seolah-olah dia yang mengalami hal itu.

"Verze, kamu masih tidur? Apakah kamu bahkan bisa tidur pulas ketika perang masih berlangsung?" Celetuk Zoey sambil memasuki tenda.

"Panglima bilang bala bantuan akan sampai besok." Ucap Zoey melihat Verze yang sudah bersiap-siap.

"Akan lebih baik jika mereka sampai lebih cepat," kata Verze sambil berjalan keluar tenda diikuti Zoey.

Kali ini, pasukan Revancla jelas lebih banyak dari sebelumnya yang berarti bala bantuan mereka telah tiba. Verze bahkan melihat segerombolan penyihir di bagian tengah pasukan. Max menyeringai melihat Verze.

"Kenapa bala bantuan kita lambat sekali?" Keluh Verze. Dia bahkan merasakan suasana rendah pasukan Avantgarde dan banyak prajurit yang mulai ragu.

"Verze, Lloyd dan Grey atasi para penyihir itu. Zoey dan Key alihkan perhatian Max, jangan sampai mendekati Verze." Perintah Panglima Cown.

"Baik, panglima."

Perintah Panglima Cown membuat semua prajurit sadar bahwa kekuatan Verze hampir pada batasnya. Mereka tidak bisa terus bergantung padanya, hanya karena dia adalah salah satu penyihir tingkat tinggi di Kerajaan Avantgarde. Perang sudah kembali pecah bahkan sebelum beberapa orang menyadarinya.

Max terkekeh melihat Zoey dan Kay yang menghadangnya. "Apakah kalian disini untuk melawanku?"

Mereka tidak menjawab dan langsung menyerang Max dari dua sisi berlawanan. Meskipun mereka berdua bukanlah penyihir seperti Max ataupun Verze, namun kemampuan berpedang mereka juga bukan rata-rata. Tentu saja, Max akan meladeni mereka dan mengurungkan niatnya sementara untuk mencari Verze. 

Mereka menyerang secara bergantian sambil mencari celah lawan, namun setiap kali mereka hendak menyerang titik buta Max, dia akan berkelit dan membalikkan serangan, membuat pedang Zoey terlempar. Dengan lawan yang menggunakan sihir, jelas membuat Zoey dan Key kewalahan.

Setelahnya Key meningkatkan intensitas serangan dan mencoba membongkar pertahanannya. Max tersenyum miring, "kamu lumayan juga–"

Sementara Key membuat Max sibuk, Zoey telah diam-diam mengambil belati dari pinggangnya dan berhasil menusuk kaki Max dari belakang.

"Kalian bocah ingusan!" Seru Max sambil mengirimkan serangan yang kuat, membuat Zoey dan Key terlempar beberapa meter tanpa diberi waktu bersiap.

Disisi lain, Panglima Cown menebas beberapa prajurit disekitarnya, menerobos maju hingga berhadapan dengan Panglima Pinc.

"Apakah kamu masih punya kepercayaan diri ketika bala bantuan masih belum datang, Cown?" ucap Panglima Pinc tersenyum.

"Aku percaya pada prajurit ku, bukankah pasukan mu berkurang lebih cepat sebelum bala bantuan datang?" sahut Panglima Cown.

Panglima Pinc menggertakkan gigi dan mulai menyerang. Suasana makin memanas, terutama dengan selisih pasukan yang begitu besar. Matahari semakin naik, semua prajurit berjuang hingga titik penghabisan. Bahkan kedua panglima itu mulai banyak mengeluarkan keringat. Dan ketika matahari mulai turun, sudah banyak pasukan Kerajaan Avantgarde yang tumbang, sementara tubuh Zoey dan Key tertutup luka.

Panglima Cown tidak bisa melihatnya terus berlanjut. Setelah berhasil melemparkan pedang Panglima Pinc, Panglima Cown menebas dengan ganas prajurit lawan disekitar. Dia seperti binatang buas, mengoyak dan meninggalkan bekas luka yang fatal pada musuhnya. Sepertiga pasukan lawan telah tumbang olehnya, hingga kemudian perhatiannya teralihkan oleh Verze yang terlempar keras dengan banyak luka ditubuhnya, mendarat tidak jauh dari tempat Zoey dan Key bertarung. Kemudian beberapa penyihir menyerang Panglima Cown dan menekannya dengan sihir.

Max terkekeh melihat Verze yang mendarat tidak jauh, lalu menendang Zoey dan Key yang berusaha bangkit, membuat mereka kembali terkapar. Max berjalan mendekati Verze sambil mengeluarkan belati berlumur cairan biru dari pinggangnya.

"Kurasa kamu ingin menyusul kakakmu dengan cara yang sama, benar kan Verze?"

Max tertawa keras melihat tatapan Verze yang penuh amarah.


TBC
A/n : jangan lupa dukung dengan vote, komen dan follow.

28/11/23
1051

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 28, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Heir of TimeWhere stories live. Discover now