-06-

3.5K 460 6
                                    

Hai!!
Selamat membaca, semoga suka.

Sorry for typo🤗



»»————>✿✿✿✿✿<————««

Jeno merasa tidak nyaman entah karena apa, dia begitu gelisah sejak masuk ke ruangan ini, seperti ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, namun dia tidak tahu apa penyebabnya. Karena semua perasaan gelisah yang ia rasakan, Jeno jadi tidak fokus dengan penjelasan yang dijabarkan oleh sang guru pembimbing, sungguh perasaan Jeno benar-benar tidak enak.

Menyadari sikap Jeno yang tidak fokus dan seolah memikirkan hal lain, sang guru pembimbing menegur Jeno. “Jeno.” Pantau nya.

Jeno yang melamun langsung tersadar dan menatap sang guru pembimbing dengan sedikit gelagapan. “Ya?”

“Apa yang sedang kau pikirkan? Sejak tadi kau seperti tidak fokus mendengarkan penjelasan ku.”

Sungguh, Jeno merasa tidak enak, bukan mau dirinya bersikap tak sopan dengan mengabaikan penjelasan sang guru, “Maafkan saya, sepertinya saya kurang enak badan, bolehkan saya pulang lebih awal.”

Sang guru menghela napas, memang tidak akan ada gunanya mengajar seseorang yang sedang tidak fokus, “Baiklah, tapi besok kau harus lebih fokus lagi, olimpiade-nya hanya tinggal menghitung hari.”

“Iya, saya mengerti.”

Jeno merapikan semua alat tulis lantas memasukkannya kedalam tas, ia segera bergegas keluar dari ruangan itu. Sebelum pulang, ia kembali ke kelas hanya untuk memastikan bahwa Renjun sudah pulang atau masih ada di sana. Namun, sesampainya ia di kelas tidak ada siapapun dan hanya tas Renjun saja yang tersisa, dia tahu kalau Renjun pelupa dan payah tapi entah kenapa ia merasa seperti ada yang aneh. Jeno berjalan keluar kelas sambil membawa tas milik Renjun.

Sedangkan di dalam gudang. Renjun kehabisan tenaga, ia tidak bisa lagi mengetuk pintu gudang itu dan kegelapan ini membuat Renjun ketakutan serta sesak napas. “Tolong... Aku.... Tolong...” Renjun jatuh kebawah, tubuhnya lemas dan mungkin sebentar lagi ia akan kehilangan kesadarannya. Sejujurnya, bukan hanya takut pada darah, namun Renjun juga memilki trauma dengan ruangan gelap dan pengap seperti ini.

Jeno berjalan di koridor sambil menenteng tas Renjun, langkahnya tertahan saat samar-samar ia mendengar suara seseorang yang menyebut nama Renjun.

“Sebenarnya kasihan juga sih Renjun di kunci di gudang, tapi ya siapa suruh punya urusan dengan Nancy.”

“Pasti sekarang Renjun sedang ketakutan dan menangis.”

“Iya ya.”

Kurang lebih seperti itu pembicaraan mereka, mendengar itu rahang Jeno mengeras, matanya menajam seolah hanya dengan melihat mata Jeno saja sudah cukup untuk menusuk hingga jantung sang lawan bicara. Sungguh, Jeno tidak habis pikir apa yang mereka lakukan, sangat keterlaluan.

“Dimana kalian mengunci Renjun?!” Bentak Jeno membuat tiga gadis itu terkejut.

“Jeno.” Kaget para gadis itu.

“Aku tanya! Dimana kalian mengunci Renjun!!”

“D-di gu-gudang dekat tangga.” Ucap gadis itu tergagap.

Jeno langsung berbalik,  membawa langkah kakinya masuk kedalam gedung sekolah, ia menaiki anak tangga dan akhirnya sampai di depan pintu kayu yang tampak usang dan tertutup rapat.

“Renjun!” Teriak Jeno dan tanpa pikir panjang langsung mendobrak pintu tersebut.

Di dalam. Samar-samar Renjun mendengar suara Jeno dan dia tersenyum kecil sebelum kesadarannya benar-benar lenyap, Jeno-ya..”

My Innocent Boyfriend ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang