2 - Tuan Tar Manis

46 2 1
                                    

Aaron tak pernah menyangka ia akan membuat kue lagi setelah sekian lama.

"Aku rindu kue buatanmu, Aaron. Sekali saja, kumohon."

Sambil menatap black forest di atas meja, ia mengingat kata-kata Hailey, adiknya. Wajah pucat Hailey yang berpakaian piyama rumah sakit muncul dalam benaknya. Ia tak pernah bisa menolak permintaan Hailey jika adiknya berwajah seperti itu. Menatapnya dengan mata berkaca-kaca, sedangkan bibir mungil itu kering dan pucat.

Ada pergolakan batin yang besar dalam diri Aaron, mampukah ia membuat kue lagi setelah apa yang terjadi? Akankah kemampuannya itu bisa dibangkitkan kembali? Aaron tak yakin. Namun, rupanya setelah berpikir selama 3 hari, ia melawan egonya dan menuruti permintaan sang adik.

Hailey memang sangat menyukai tar buatan Aaron. Kata Hailey, makanan manis memberinya kekuatan agar ia bisa menjalani hari dengan ceria. Terkadang, Aaron tak habis pikir, kenapa gadis kecil seceria Hailey bisa terkena penyakit mematikan. Kenapa tidak Aaron saja yang ada di posisi Hailey. Kenapa orang yang tak punya ambisi apapun itu malah hidup sehat dan sentosa. Aaron bahkan mengutuk hidupnya sendiri setiap hari.

Mengesampingkan pikirannya yang tercerabut, ia membungkus black forest berukuran besar itu ke dalam kotak, lalu memasukkannya dengan hati-hati ke dalam paper bag cokelat polos. Ketika melirik jam dinding, ia terkesiap melihat hari sudah sangat siang, menjelang sore malahan. Ia terlambat menemui Hailey sesuai janji temu, gadis itu pasti sudah menunggunya.

Aaron meraih kunci mobilnya di atas meja, kemudian dengan setengah berlari keluar menuju lift. Beberapa saat di dalam lift, Aaron bergerak tak sabar. Tak bisakah lift itu bergerak dengan cepat? Apakah ia hanya membuang uang sia-sia untuk membeli apartemen mewah di gedung ini? Katanya saja mewah, tapi lift bergerak sangat lamban. Atau hanya Aaron saja yang tidak sabaran?

Sial.

Aaron mengutuk lagi. Ia mulai menyesal memilih apartemen di lantai 70 dari 75 lantai gedung itu 3 bulan lalu. Begitu lift menunjukkan bahwa ia sudah sampai di lobi, Aaron tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Namun, baru beberapa langkah saja keluar dari lift, ia tak sengaja menabrak seorang wanita.

"Maafkan saya." Aaron segera meminta maaf. Ia melihat paper bag wanita itu terjatuh. Aaron bergegas mengambilkannya, akan merepotkan jika wanita itu marah-marah karena telah ditabrak, dan ia bisa lebih terlambat menemui Hailey.

"Ini." Aaron mengulurkan tas yang diambilnya itu. Aaron sempat bersipandang dengan wanita itu. Wanita dengan lensa kontak berwarna cokelat terang. "Maaf, saya terburu-buru," imbuh Aaron karena wanita itu tak kunjung mengambil tasnya. Entah apa yang dipikirkan wanita itu.

"Ah, iya," balas wanita itu. Singkat. Tak ada omelan, Baguslah, pikir Aaron. Ia mengambil tasnya sendiri dan bergegas pergi. Beberapa saat kemudian, ia sudah berada di jalanan kota New York. Tak begitu macet meskipun kendaraan agak padat.

Sekitar 30 menit kemudian, ia sampai di New York Presbyterian Hospital, 7 mil dari apartemennya. Beberapa saat kemudian ia sudah berada di kamar Hailey. Gadis 14 tahun itu ceria, berbeda dengan terakhir kali mereka bertemu. Di sampingnya, Ester, ibunya menyambut dengan senyum hangat seperti biasa.

"Kak Aaron! Kau datang," Hailey tersenyum lebar.

"Hai, Hailey? Bagaimana kabarmu?"

"Sangat baik." Mata Hailey berpindah ke tas yang dibawa Aaron, matanya berbinar. "Apakah itu untukku?"

Aaron berpura-pura berpikir, "Hmm .... untukmu bukan, ya?"

"Oh, ayolah Aaron."

Aaron tersenyum, mengusap kepala Hailey, lalu menyerahkan paper bag yang dibawanya kepada Hailey.

[Sudah Terbit!!] Lovampire - When the Vampire Eats Your CakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang