3

47 10 11
                                    



Pagi sekali Yena dan Yuri sudah bangun. Mereka bersiap-siap karena akan pergi jalan-jalan ke pantai. Sambil menunggu Yuri yang sedang mandi, Yena menelfon seseorang.

"Oppa, alamatnya sudah aku kirim. Jangan lupa datang tepat waktu."

"Yena-ya, apa kau sudah memikirkan hal ini?"

Yena terdiam setelah Manajer Kim menanyakannya.

"Oppa aku pikir untuk sekarang, inilah yang bisa aku lakukan. Aku hanya tidak ingin orang lain juga kesulitan karena keteledoran ku. Lalu Sajang-nim, aku yakin dia akan mengerti."

"Lalu bagaimana dengan karirmu? Karirmu akan hancur dalam sekejap jika ini yang kau lakukan."

"Oppa, jika bukan ini caranya maka akan lebih banyak yang hancur. A-aku tidak ingin hal itu terjadi. Oppa, kau masih bisa mengejar karirmu tanpa aku. Agensi juga masih bisa berjalan tanpa aku. Dan yang paling penting Jo Yuri, dia...." Yena kesulitan melanjutkan perkataannya, suaranya tercekat.

"Dia pasti akan baik-baik saja."

"Kau benar-benar... hikss.... Bisakah kau mengutamakan dirimu sendiri?" Manajer Kim mulai terisak.

"Aish! Oppa! Kenapa kau menangis? Ayolah, Oppa kenapa kau jadi cengeng begini. Sudahlah aku akan tutup telfonnya. Yuri sudah selesai. Aku tidak mau dia curiga. Ingat jangan terlambat besok ya, Oppa. Terima kasih. Sampai jumpa besok."

"Yen---"

Yena langsung mematikan panggilan tanpa mau mendengarkan apa yang ingin dikatakan selanjutnya oleh Manajer Kim. Dia hanya tidak ingin ragu akan keputusannya. Keputusan yang mungkin akan merubah kehidupannya setelah ini.




"Eonni.... Aku lupa membawa handuk. Tolong ambilkan ya" Yuri memanggil Yena dari kamar mandi.

Yena terkekeh pelan lalu berjalan mengambil handuk.

"Yuri-ya, ini handuknya. Kenapa saat ada aku kamu selalu lupa membawa handuk?" Yena membuka sedikit pintu.

"Entahlah, aku juga tidak tau. Mungkin karena aku selalu ingin bergantung pada eonni. Hehehe gomawo-yo eonni." Yuri mengambil handuk lalu...

"Cup..." Yuri mengecup cepat bibir Yena lalu menutup pintu kamar mandi.

Biasanya Yena akan tersipu malu jika Yuri mencuri ciuman darinya, tapi kali ini dia hanya terpaku.

"Jika kau selalu ingin bergantung padaku, bagaimana nanti saat aku pergi, Yuri-ya."




Yena sedang memasukkan beberapa makanan dan minuman ke dalam tas sambil menunggu Yuri.

Grep! Pelukan hangat dari belakang diterima Yena membuatnya tersenyum. Yena membalikkan badan dan melihat Yuri tersenyum manis padanya.

"Hmm.... Bayiku sudah selesai?" Yena mencium pelan pipi Yuri.

"Ishh! Aku bukan bayimu eonni. Aku kekasihmu." Yuri merengut. Yena tertawa.

"Aniya..... Kau bayiku. Bayiku yang sangat menggemaskan." Yena memeluk erat Yuri.

"Eonniiii...." Yuri semakin kesal, tapi Yena semakin tertawa. Yuri melepaskan pelukan mereka lalu segera keluar dari apartemen dengan mukanya yang cemberut tapi malah menggemaskan dimata Yena.

Suatu Hari Nanti, Bersama Kamu...Where stories live. Discover now