• RIYO - 12 •

27.9K 3K 172
                                    

К сожалению, это изображение не соответствует нашим правилам. Чтобы продолжить публикацию, пожалуйста, удалите изображение или загрузите другое.



Mundur sayang.

Canda sayang.

Heels hitam itu mundur beberapa langkah saat telinganya mendengar racau-an anak yang tengah digendong oleh putra tunggalnya itu, hatinya merasa tersentuh meskipun yang anak itu panggil bukan dirinya. hingga ketukan terakhir dari heelsnya begitu berhadapan langsung dengan Reksa membuat netranya menatap berbinar melihat anak kecil yang bernama Riyo itu tengah mengemut jari jempolnya sendiri, persis seperti bayi yang menghisap dot.

”Bunda? di mana bunda-nya, Reksa?” tanya Veera pelan dengan tangan yang mengelus kening Riyo lembut.

”Mati, orangtuanya sudah mati.”

Usapan lembut pada kening Riyo terhenti begitu saja begitu Veera dengan jelas mendengar jawaban putranya. jantungnya berdegup kencang entah karena apa, sikap keibuannya muncul begitu saja hingga tangannya mengambil alih untuk menggendong Riyo.

”Honey, anak itu berat, biar aku saja yang gendong.” tawar Morgan.

Veera menatap tajam suaminya itu, dia memilih abai dan berjalan masuk dengan Reksa dan keempat sahabat Reksa yang mengekori-nya dari belakang. langkah Veera melewati ruang keluarga, berbelok arah menuju lift. dia akan membawa Riyo kedalam kamar pribadi miliknya yang sudah tersedia di mansion ini, letaknya ada di lantai tiga.

Dengan pelan dan penuh kehati-hatian Veera merebahkan tubuh Riyo pada kasur queen size miliknya, menyelimuti tubuh kecil Riyo lalu mengecup keningnya singkat. setelahnya, Veera menoleh kebelakang. menatap Reksa yang sudah duduk di sofa, keempat sahabatnya juga berada di sana. dan untuk Morgan, dia tepat berada di belakang Veera.

”Jika kau berfikir aku tidak akan menghukum-mu, kau salah besar, tuan Morgan!”

Morgan berdecak, dia duduk pada pinggiran kasur. menatap Veera dengan tatapan lembut serta pancaran kasih sayang.

”Ayolah, honey! aku minta maaf, aku memang salah.”

”Lalu?” tanya Veera cuek dengan meregangkan otot-otot tangannya.

”Aku tidak ingin dihukum.”

Jawaban Morgan membuat Veera tertawa nyaring. tidak lama, karena hitungan detik berikutnya, pisau lipat tepat mengarah pada leher Morgan.

Reksa dan keempat sahabatnya kompak berdiri dari sofa, aksi Veera membuat mereka terbelalak kaget. bahkan Reksa sempat tercengang, baru kali ini dia melihat ibunya seperti itu.

”Hon--

Shut up, Morgan!” tekan Veera memotong ucapan Morgan.

Morgan tergagu, selama ini dia tidak pernah melihat istrinya sangat marah seperti ini. karena dia memang tidak pernah membuat istrinya marah sedikitpun, bahkan ketika istrinya memintanya untuk menghentikan hobinya membunuh pun dia rela. intinya, apapun yang berpotensi membuat wanitanya marah, dia akan menjauhinya.

Veera memegang pisau lipat dengan tangan gemetar. raut wajahnya memerah karena emosi, bahkan tatapan tajamnya tidak bisa menghentikan liquid bening yang luruh dari kedua netranya.

Please, don't cry.” ucap Morgan dengan kepala menggeleng.

Veera seakan tuli, liquid bening semakin deras luruh dari netranya. tangannya mencengkram kerah jas yang digunakan Morgan, tangan kanannya yang memegang pisau lipat bergerak pelan pada leher Morgan. tidak sampai menyentuh kulit putih milik Morgan. Morgan tidak bergerak sedikitpun, dia tidak pernah menghindar meskipun istrinya akan membunuhnya sekarang juga.

”Aku atau kau, Morgan!”

”Aku, bunuh aku sekarang juga jika itu membuatmu bahagia, Veera. bahkan jika kau ingin menyiksaku lebih dulu, aku dengan senang hati menerimanya. kebahagiaanmu lebih penting daripada hidupku,” ucap Morgan dengan suara serak. dari lubuk hatinya yang paling dalam. dia merasa sangat kecewa, kecewa pada dirinya sendiri yang tanpa sengaja membuat wanitanya menangis. padahal dia sudah bersumpah tidak akan membiarkan setetes air mata wanitanya terbuang. apalagi dia yang menjadi penyebabnya.

Reksa menatap pria yang sayangnya ayah kandungnya itu dengan pandangan tak terbaca. pria itu biasanya angkuh, dingin, serta tidak terkalahkan. begitu juga dengan para sahabatnya yang hanya diam, memikirkan apa yang selanjutnya wanita itu lakukan kepada suaminya.

Riyo yang paling dekat dengan Morgan tidak merasa terusik sedikitpun. tidurnya sangat lelap. dengan posisi telentang dan jempol tangan yang dihisap seperti dot itu membuatnya terlelap bagaikan di paradise, bahkan telinganya tidak menangkap suara apapun. padahal posisi kepalanya tepat berada di samping paha Morgan.

”K-kau, sudah membuatku kecewa, Morgan!” lirih Veera dengan semakin menunduk menatap Morgan yang tidak bergerak seinci-pun.

Hati Morgan seakan ter-iris begitu mendengar ucapan wanitanya. wanita yang begitu dia hormati, dia cintai, dia sayangi melebihi apapun. bahkan untuk melihat wanita lain saja rasanya menjijikkan. Morgan bersumpah, tidak akan membuat wanitanya kembali menangisi hal sepele seperti sekarang ini. dia lupa, lupa akan kejadian tujuh belas tahun yang hampir membuat nyawa wanitanya hampir melayang karena disiksa oleh ayahnya sendiri. dan Morgan menepati janjinya untuk menjauhkan apapun yang berpotensi untuk mencelakakan wanitanya, termasuk membunuh ayah kandung Veera.

Oh.

Tidak heran jika Veera begitu hancur saat mengetahui bahwa anak yang bernama Riyo ini mendapat perlakuan yang tidak pantas dari Morgan, apalagi berbentuk kekerasan fisik. dia pernah mengalaminya sendiri, hal itu yang membuat emosinya semakin membumbung tinggi.

Veera merintih dengan menjambak rambutnya yang tergerai. teriakan serta jambakannya tidak berhenti barang sebentar, meskipun Morgan memegang kedua tangannya, dia sudah persis seperti orang gila. sekarang.

Reksa dan keempat sahabatnya hanya diam di belakang. Reksa yang notabenenya anak kandung dari dua orang yang tengah bermasalah itu tidak berani ikut campur, apalagi mereka yang hanya sekedar dekat lewat orang tua mereka saja. sudah jelas itu bukan ranah mereka, jadi yang bisa mereka lakukan hanya berdiam diri sambil menonton aksi keduanya.

”Kau melanggar janjimu sendiri, Morgan!” seru Veera setelah menghentikan tangisnya. jarak dia dan Morgan semakin intim, Morgan berada di bawah kukungan Veera.

Morgan menoleh kebelakang, punggung tegapnya hampir bersentuhan dengan wajah Riyo yang tertidur pulas. Morgan sekuat tenaga menahan bobot tubuhnya dengan menopang siku pada dua sisi agar tubuhnya tidak menindih Riyo.

”Ya, aku sudah melanggarnya, honey! silahkan hukum aku,” suara Morgan terdengar seperti memohon.

Veera terkekeh cantik sebelum berbicara. ”Tanpa kau minta pun, akan aku kabulkan,” kata Veera dengan seringai-an.

”Lakukan sepuasnya. tapi tolong, jangan menangis lagi,” lirih Morgan dengan mendongak menatap bola mata terang milik istrinya. menatap wajah cantik wanita yang berani mengintimidasinya sekarang. pipinya yang tembam, bola matanya yang hitam terang. lalu turun ke bibir istrinya yang berwarna merah gelap yang terlihat sangat sexy. Morgan menatap lama, seakan ini akan hari terakhirnya melihat ciptaan Tuhan yang begitu sempurna ini.

Dengan perlahan jari lentik itu bergerak, menggores kulit tipis itu dengan pisau lipat. gerakannya begitu pelan serta lambat. bola matanya bergerak pelan, sangat pelan hingga terlihat tidak normal untuk ukuran manusia. sedangkan Morgan, pria yang menjadi korban goresan tersebut merasa tenggelam begitu menatap wajah cantik wanitanya semakin dalam. raut wajahnya tidak menggambarkan eskpresi kesakitan sedikitpun, terlihat datar dan tenang.

Tanpa diduga, siku-nya yang menopang bobot tubuhnya terkecoh hingga hitungan detik berikutnya tubuhnya menindih tubuh kecil yang ada di bawahnya.

Uhm, ayah ...”

”Brengsek!”

Sreet!

________

STRESS SAMA BAPAK MORGAN😭🙏




R I Y O || Selesai ||Место, где живут истории. Откройте их для себя