"Eh bentar ya, ada yang telepon nih," pamit Jaemin pada Winter.
Winter hanya mengangguk dan mengamati ekspresi wajah Jaemin yang sedang kaget saat melihat layar ponselnya. Mendadak Winter ingin tahu, siapa yang meneleponnya.
"Halo," kata Jaemin menjawab telepon itu dengan nada sedikit berbisik agar tak terdengar oleh Winter.
"Halo... Jaemin..." kata Karina dengan sedikit terisak di seberang.
"Kamu kenapa, Karina?" tanya Jaemin sedikit kaget mendengar suara Karina yang tampaknya sedang menangis.
Dari kejauhan Winter memperhatikan raut muka Jaemin yang mendadak berubah mengkhawatirkan. Winter makin penasaran, siapa seseorang yang meneleponnya.
"Sebelum... aku jawab pertanyaanmu, kamu jawab pertanyaanku... dulu..." kata Karina dengan sedikit terisak.
"Apa?" tanya Jaemin tak mau basa-basi. Dia ingin segera tahu apa yang membuat Karina menangis.
"Kenapa kamu dua hari ini nggak balas chat dari aku? Padahal kan.... padahal kan sebelumnya kamu... balas chat ku tiap hari. Kamu... kamu kemana?"
Jaemin terdiam. Sudah dua hari ini ida menghindar dari Karina. Dia takut jika rasa itu akan semakin tumbuh dengan liar. Dia berusaha untuk memantapkan hatinya pada Winter. Meskipun dia tahu di dasar hatinya masih ada rasa cinta itu, tapi dia tak ingin sakit hati lagi. Entah kenapa tiba-tiba Jaemin berubah seperti ini.
"Aku nggak ada pulsa. Maaf ya. Sekarang kamu jawab pertanyaanku, aku udah jawab pertanyaanmu," kata Jaemin dengan nada datar dan terlihat sangat tak ingin basa-basi.
"Jaemin... Jeno... aku nggak bisa terus-terusan jauh sama Jeno."
"Jeno masih ingin break sama kamu?" tanya Jaemin masih dengan nada datar walau tak bisa disembunyikan dia sedikit penasaran.
"Iya... dia... dia..." kata Karina sambil menahan isak tangisnya, "...dia mau aku break sampai kita wisuda. Itu kan lama banget, Jaemin."
"Iya sih. Tapi kan sekarang juga udah semester genap di tingkat dua. Mungkin Jeno ingin kamu fokus sama kuliah kamu. Cobalah berfikir positif," nasehat Jaemin berusaha menenangkan Karina. Tiba-tiba hati Jaemin terasa sakit. Sakit saat mendengar Karina menangis seperti itu.
"Tapi itu kan masih lama. Kalau ternyata pas wisuda kita nggak bisa bertahan dan rencana Jeno untuk nikah di tahun 2016 batal, aku gimana dong?" tanya Karina dan kemudian menangis lagi.
Jaemin kali ini benar-benar menyadari bahwa dia tak sanggup mendengar suara tangisan Karina, apalagi jika dia melihatnya menangis di depan mukanya. Tiba-tiba Jaemin jadi marah sendiri. Memaki-maki Jeno dalam hati, kenapa dia tega membuat seseorang yang dulu-atau mungkin sekarang juga masih walaupun sedikit-sangat dicintainya itu menangis seperti ini.
"Pasti ada seseorang yang akan menjemputmu kok, yaitu jodohmu. Kamu harus percaya itu," nasehat Jaemin lagi.
"Hmm... kalau ternyata pas nanti aku udah wisuda, pas hari yang udah ditentukan sama Jeno dan ternyata... dia nggak ingin melanjutkan hubungan kita dan menyelesaikannya sampai disitu aja, kamu mau nggak balikan sama aku lagi?" pinta Karina.
Jaemin mendelik kaget. Telinganya tak salah dengar kan? Karina memintanya untuk kembali? Ya, walaupun dengan syarat kalau Jeno tak kembali pada Karina lagi.
"Jaemin... aku tahu kamu nggak lagi dekat dengan siapa-siapa. Jadi, aku berani memintamu untuk balikan sama aku kalau emang kondisi yang aku katakan tadi terjadi. Kamu mau kan?" pinta Karina lagi.
Jaemin menelan ludah. Badannya panas dingin. Otaknya berpikir keras. Ini tak bisa kalau dipikir dengan logika saja. Dia harus memikirkan perasaan orang lain juga. Tiba-tiba dia melihat ke arah Winter yang sedang sibuk memainkan ponselnya. Hatinya kini membatin, bagaimana dengan rencana masa depan yang akan mereka bicarakan itu kalau Jaemin menerima permintaan Karina.
Disisi lain, hati kecilnya tak bisa berbohong kalau dia sangat senang Karina memintanya kembali padanya meskipun kondisi yang diajukannya membuatnya sedikit sakit karena harus menjadi pilihan yang kedua setelah Jeno. Jaemin bingung. Hati dan otaknya sangat bingung.
"Jaemin.... kamu masih disana kan?"
"Eh... aku masih disini kok. Maaf tadi aku masih mikir."
"Jadi, gimana? Kamu mau kan?" tanya Karina lagi.
"Aku... hmmm... aku..."
***
Surabaya, Juni 2016
"Jin, menurutmu, Winter bisa melupakan Jaemin, nggak ya?" tanya Jake sambil melamun menatap jalanan yang ramai.
"Nggak tahu juga, sih, sob. Masa udah bertahun-tahun perasaannya dia ke Jaemin masih ada sih?" tanya Hyunjin sambil mengaduk cappucinonya agar cepat dingin.
"Selama ini sih, dia udah jarang cerita tentang Jaemin. Dia juga nggak pernah cerita suka sama orang di kampusnya," kata Jake.
"Nggak cerita bukan berarti dia udah nggak suka, kan? Masalahnya kita nggak tahu pasti kalau kita nggak nanya ke dia langsung. Tapi, kalau menurutku nih, sob, kalau terus nunggu Winter melupakan Jaemin, kamu mau maju kapan? Ini udah lama banget kamu suka sama dia dan dia nggak tahu sedikitpun. Aku heran, gimana bisa Winter nggak ngerasa kalau kamu ada perasaan sama dia?" tanya Hyunjin heran.
Jake mengangkat bahu.
"Kalau menurutku, sih, buruan ngomong, sob. Siapa tahu nanti Jaemin balik dekat lagi sama Winter. Kan bahaya buat kamu, sob."
"Jadi, aku harus segera ngomong sama dia? Kalau aku langsung ngelamar dia gimana?" tanya Jake mendadak serius.
Hyunjin tersedak cappucinonya. Matanya berair, terbatuk-batuk, namun tangannya mengacungkan jempol pada Jake.
"Bagus, sob... bagus... aku dukung," kata Hyunjin setelah meneguk air putih.
"Tahu tempat beli cincin yang bagus nggak?" tanya Jake.
"Ada dekat stasiun. Nanti aku antar sebelum aku sama Ryujin ke Semarang," kata Hyunjin.
Jake hanya mengangguk. Dia mulai memantapkan hati. Dia akan memberanikan diri untuk mengatakan perasaannya pada Winter. Entah apakah akan mengorbankan persahabatan yang sudah mereka jaga selama ini atau tidak.
YOU ARE READING
FINE || Jaemin x Winter || ✔
FanfictionSetelah pindah ke Surabaya, Winter menemukan cinta pertamanya di SMA. Dia adalah Jaemin, cowok tampan dan pintar. Semua berjalan baik hingga Jaemin mengenal Karina, salah satu most wanted girl di SMA mereka. Akankah Winter bisa mendapatkan hati Jaem...
