6. Detak Jantung Durjana

407 108 46
                                    

Aku menyambut pagi dengan mengendarai Mimi, si Lamborghini pink kesayanganku, ke butik. Berkali-kali tanganku menggeser poni-poni agar terlihat estetis melalui kaca spion Mimi. Pokoknya hari ini aku harus terlihat tampan, tentu seperti hari-hari lainnya. Di kursi penumpang depan, ada dua beanies yang sudah kurajut semalam suntuk untuk hadiah kesuksesan proyek pertama Hana. Dia pernah bilang suka handmade.

Eh, ya ampun, ngapain aku senyum-senyum gini? Kayaknya aku mulai gila. Sadar Angga, apa yang kamu pikirin, sih? Hih!

Kuparkirkan Mimi di tempat parkir khusus milik Mānawibhawa. Setelah memastikan Mimi terparkir dengan benar, kuambil beanies warna maroon dan hitam yang sudah kuletakkan di goodie bag lalu bergerak ke ruanganku.

Dia sudah sampai belum, ya? Hihihi, dia pasti kaget, deh, aku bikinin ginian. Pasti lucuk, deh, kalau lihat dia pakai beanies dengan rambut pendeknya itu. Kututup mulutku menahan senyum semringah yang tidak bisa kutahan. Hihihi, pokoknya dia pasti kaget.

"Mas Angga!"

"Bajibret!" Aku melompat ke samping dan melihat siapa yang memanggilku. "Ya Tuhan Hana, kenapa sih kamu tuh, kalau enggak kepala doang muncul di balik pintu, tiba-tiba muncul di balik badan? Kikan ngajarin apa sih ke kamu tuh?"

"Maaf. Habisnya ekspresi Mas Angga berubah-ubah tiap lima detik." Hana meringis sambil berjalan menyejajari langkahku.

Hari ini dia mengenakan hoodie putih dengan kantong besar di depan dan celana jeans belel berwarna hitam yang bolong-bolong di bagian paha. Membuat kulit mulus di bagian itu terpampang jelas. Fashion sense anak ini bagus juga.

"Ini." Aku memberikan goodie bag  yang ada di tanganku ke Hana sambil mengerucutkan mulut. Sebel, ih!  "Hadiah keberhasilan proyek kemarin. Awas loh ya kalau dibuang, aku udah capek banget bikinnya enggak tidur semaleman."

Hana tersenyum menerimanya dari tanganku lalu mengambil salah satu beanies itu. Dia langsung mengenakan beanies yang berwarna hitam hingga menutupi rambut pendeknya. Penampilannya tampak manis.

Aku segera menggelengkan kepalaku. Ya Tuhan, manis? Apa definisi 'manis'-ku sudah bergeser? Jangan-jangan setelah ini aku malah tertarik sama pria? 

"Buat aku mana, Ngga?"

"Ayam kuyang!" Sekali lagi, aku melompat ke samping sambil memegang dada. "Astaganajim Kikan! Suka banget ya muncul tiba-tiba. Lama-lama kalau deket-deket kalian terus tuh, jantungku bisa melayang terbang entah ke mana. Heran ya kok demen banget muncul tiba-tiba kek setan gitu. Dikira aku kuyang juga kali ya? Besok kalian mau apa? Cosplay jadi genderuwo? Hah."

Kutinggalkan Kikan dan Hana dengan kaki yang sengaja kuhentak-hentakkkan. Biar mereka tahu, kali ini kesalku sudah sampai ke ubun-ubun. Kebiasaan! Heran ya dua manusia itu. Kayaknya mereka tidak pernah muncul dengan normal. Beneran manusia bukan sih? 

Astaga! Jantungku masih ada, kan? Masih ada, kan? Kuraba-raba bagian dadaku untuk mencari detaknya. Syukurlah masih berdetak. Huh, untung masih ada. Kalau mati gimana coba?

"Ngga, tunggu dulu!"

"Apa lagi Kikaaan?" Aku berbalik menatap Kikan sambil berkacak pinggang. Membuat Kikan yang tengah berlari menghampiriku, hampir saja memuncratkan air mineral yang baru saja ditenggaknya. 

Setengah batuk-batuk, Kikan bilang, "Pagi ini ada klien baru bikin janji."

Hana mendekati kami dengan tatapan penasaran. Aku juga. Kenyataan Kikan tidak langsung memberikan nama klien saat mengatakannya tadi artinya ini adalah klien baru. Bukan langganan seperti Mister Robert.

[TERBIT] Upside Down CoupleWhere stories live. Discover now