5. Kepuasan Batin

415 107 78
                                    

Sebelum aku membicarakan hasil kerja Hana dan membuat pikiran kalian yang tidak mengerti fashion itu melilit kayak orang kebanyakan makan sambel, biar kuperkenalkan sedikit proses pembuatan gaun di Mānawibhawa.

Butik kami menerapkan sistem made by request. Artinya, semua gaun yang dibuat oleh Mānawibhawa itu eksklusif, limitit edisiong! Jadi, sudah dapat dipastikan semua rancangan yang keluar dari butik hanya ada satu. 

Makanya, klien kami biasanya bukan klien recehan. Per proyek, butik bisa mendapat omset puluhan juta hanya untuk satu piece. Itu pun belum memperhitungkan hadiah yang mungkin diberi klien pada perancang Mānawibhawa.

Yang kerja di butik aku pasti sejahtera, deh.

Kayak harganya yang tinggi setinggi puncak Himalaya, prosesnya juga sepanjang jembatan Danyan-Kunshan. Jangan tanya itu panjangnya seberapa, googling sana! Jangan malas, malas itu tidak menghasilkan duit! Ngerti?

Eh, iya, balik lagi, pokoknya prosesnya panjang. Sederhananya, klien datang ke butik ketemu aku atau Kikan. Nanti, di pertemuan itu, kita akan briefing awal untuk menentukan apakah butik menerima request-nya. Kalau diterima, Kikan akan mengatur perancang mana yang akan memegang proyek itu.

Ef-ye-i, nih, ya, perancang yang bekerja di bawah Mānawibhawa itu ada seratusan lebih, dan Kikan yang menangani semuanya. Aku sih tinggal ongkang-ongkang kaki, set set, terima duit, bagi duit. Yah, merancang juga, sih, sedikit.

Setelah disetujui, Kikan akan memberikan berkas proyek ke perancang. Mereka akan mulai bekerja dengan mewawancarai klien. Fungsinya agar hasil rancangan nanti sesuai dengan permintaan. Selesai wawancara, perancang akan mulai membuat sketsa. Di sini, anak-anakku akan bolak-balik ke klien untuk memastikan hasil sketsanya oke sebelum sketsa itu dibawa ke pembuatan pola dan jahit.

Nah, ini aja, nih, aku jelasinnya sudah 244 kata sendiri. Yang lain, kalian googling saja lah, ya. Capek ini mulut jelasinnya.

Yang bikin aku pusing itu, si Hana sudah mewawancarai Arika lebih dari empat kali. Dan setiap kali dia selesai wawancara, Hana selalu membuat rancangan yang, menurutku, bukan kaleng-kaleng. Dari kaca mata seorang Angga Tranggana, rancangan Hana bisa dibayar sampai tiga puluh jutaan, belum ditambah sama proses jahit dan material. Bayangkan, dengan kualitas sebagus itu, si gadis simpanan itu menolak rancangan Hana.

Sebenarnya ada apa, sih, sama simpanan Pak Robert yang kelima puluh ini? Rasanya pengen aku banting dari lantai teratas Mānawibhawa. Senewen juga, ya, lama-lama. Dikasih hati, kok, ngelunjak. Dasar bocah, ya. Kalau bukan karena Pak Robert itu langganan tetap, sudah habis ini anak masuk ke lubang buaya.

"Ngga, kayaknya kamu mesti bantu Hana, deh. Aku rasanya enggak yakin Hana bakal tahan. Ini udah dua minggu, Ngga. Belum bikin pola, belum jahit, belum pasang swarovski, belum ...."

"Aduh, Kikan! Kamu tuh jangan tambah bikin pusing, deh." Aku memijit-mijit pelipisku sambil memutar bola mata senewen. "Aku juga punya mata punya hati punya perasaan, Kikan. Masa iya aku enggak tahu dia lagi dikerjain gitu sama si Arika. Ini bocah, Pak Robert ngutip dari mana, sih, ya Allah, nyusahin banget jadi manusia. Simpanan doang kok belagak istri pertama."

Aku mengusap muka yang tidak berdebu. Ya iyalah, SPF50 gitu, loh! Apalagi ini kualitas atas, ada harga ada kualitas, booo!

"Ngga, Pak Robert enggak punya istri."

"Eh, kamu ya Kikan," telunjukku menuding ke arah Kikan, "jangan bikin tambah senewen, deh. Udah, aku ke tempat Hana dulu."

"Ya biasa aja, Ngga. Enggak usah sambil geleng-geleng gitu kepalanya. Malu ama jenggot, lah."

[TERBIT] Upside Down CoupleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang