1. Asian Mom

608 123 45
                                    

"Mas Angga, bangun! Entar aku telat. Empat jam lagi pesawatku berangkat, loh! Jakarta jam segini macet, Mas!"

Suara teriakan Renata dari luar kamar, mau tidak mau membuatku terbangun. Kepalaku terasa sakit sekali, mungkin efek dari red wine tadi malam. Aku melirik ke arah jam dinding di sisi kamar yang menunjukkan waktu pukul lima subuh.

"Mas? Udah bangun belum? Aku naik taksi, nih."

"Iya, iya, ya ampun punya adik satu kok bawel banget sih kamu. Bentar. Mas udah bangun. Mas antar pokoknya, entar kalau kamu kenapa-kenapa gimana? Kamu kan buta banget sama Jakarta, tahunya cuma Singapura. Heran, orang Indonesia kok lebih tahu negara lain. Orang Indonesia bukan, sih, kamu tuh?"

"Bilangin orang bawel, sendirinya lebih parah. Ya udah buruan, aku tunggu di bawah."

"Iya bawel!"

Setelah pesta ulang tahun Eyang Putri tadi malam, kami memang langsung pulang. Pulang ke rumah utama lebih tepatnya. Rasanya sudah lama sekali aku tidak tinggal di sini. Sejak kembali ke Jakarta 6 tahun lalu dan mendirikan Mānawibhawa, aku lebih memilih tinggal di apartemenku daripada tinggal bareng Papa dan Mama.

"Mas, buruan!"

"Iya, Renata, astaga. Mau sekalian mastiin aku udah mandi apa belum? Sini, ikut ke kamar mandi!"

"Ogah!"

Sebaiknya aku segera bersiap-siap, kalau tidak adikku satu-satunya itu akan lebih berisik dari ini.

Setelah selesai mandi, aku bergegas mengambil kemeja lengan pendek berkerah ruffle berwarna merah muda dengan jeans hitam. Pakaian sudah on di kasur, saatnya face and body care. It's a must! Selesai perawatan, saatnya pakai baju. Terakhir, lengkapi dengan pemulas bibir berwarna pink dan colek sedikit untuk pipi. 

Voila! Angga Ranendra Tranggana siap beraksi!

Hari ini, aku sudah berjanji untuk mengantarkan Ren ke bandara. Nanti, setelah dari bandara aku berencana langsung ke butik. Tadi, Kikan sudah mengirimkan pesan padaku mengenai jadwal butik hari ini dan aku sudah mengiakan permintaannya.

"Mas, udah siap belum?"

"Ya Tuhan, Ren! Jarak dari sini ke Bandara itu cuma tiga puluh menit. Heboh banget, sih." Aku keluar dari kamar dan melihat Renata sudah rapi dengan kemeja abu-abu dan celana panjangnya.

"Macet, Mas. Ayo, sarapan dulu. Bibi udah bikinin nasi goreng, tuh." Dia terdiam sejenak dan melihatku dari atas sampai bawah. "Enggak pernah berubah emang."

Aku menjerengkan mata malas menatap Ren dan berlalu begitu saja dari hadapannya. Turun ke ruang makan rumah utama, kulihat jejeran makanan sudah rapi di atas meja.

Rumah ini, tidak kalah besar dengan rumah Eyang. Boleh lah kalian sebut ini istana kedua. Dibandingkan dengan apartemenku, rumah ini mungkin sepuluh, eh, malah dua puluh kali lebih besar ukurannya. Mau gimana lagi? Papa dipercaya Eyang untuk menjadi konsultan marketting untuk seluruh lini bisnis Tranggana. Rumah ini adalah salah satu hadiah dari usaha keras Papa.

Aku melihat Mama duduk sendiri di ruang makan.

"Papa mana, Ma?"

"Sudah pergi pagi-pagi tadi. Katanya, ada yang mau diurus sama Om Endra."

Aku berjalan dan memilih duduk di samping Mama. Penampilan Mama hari ini terlihat berbeda. "Mama ikut?"

"Menurut kamu? Masa Mama enggak ikut nganterin Ren, sih, Ngga. Renata itu anak mama, adik kamu. Dia mau keluar negeri, masa mama enggak nganterin."

[TERBIT] Upside Down Coupleحيث تعيش القصص. اكتشف الآن