Bab 11. Bulan Madu

99.1K 8K 406
                                    

Alara bangun dengan mata mengerjap. Ia lalu meraba ponselnya di atas nakas di sebelah tempat tidur, sudah jam 7 pagi. Matanya membelalak lebar, ia segera bangun dan ke kamar mandi. Niatnya hari ini Alara ingin berjalan-jalan di dekat pantai pukul 6 untuk melihat sunrise. Ah, dia kesiangan.

Setelah menyelesaikan ritual mencuci muka dan menyikat gigi, Alara mengernyit. Mas Adam sudah tidak ada di kamar. Dimana pria itu?

Alara menyisir rambutnya, lalu keluar dari kamar dan mengunci pintunya.

"Kamu mau kemana?"

Alara menoleh, "Loh, Mas dari mana? Kenapa nggak bangunin aku?"

"Mas bangunin kamu untuk shalat subuh, tapi kamu yang nggak bangun-bangun." Adam mengernyit. "Mas pikir kamu kecapekan jadi Mas biarin kamu tidur." Ia lalu menunjukkan nampan yang berisi makanan mereka. "Ayo sarapan dulu. Mas ambil dibawah tadi."

"Tapi aku mau lihat pantai."

Menghela napas pelan, Adam kemudian berkata. "Ya sudah, kita sarapan di pinggir pantai saja."

Mendengar penawaran menarik itu, Alara segera mengangguk. Tanpa sadar, ia meraih lengan kokoh suaminya dan bergelayut disana. "Ayo, Mas."

Adam tersenyum kecil dan membawa istrinya ke luar dari hotel kemudian memilih duduk di pinggiran pantai. Tempat spot terbaik dimana istrinya bisa melihat pemandangan indah di pagi hari.

***

Alara menyantap sarapannya dengan lahap sambil melihat beberapa keluarga yang tampaknya juga sedang berliburan dengan membawa anak kecil. Tak jauh darinya, ada sosok ibu-ibu muda yang juga tampak mengejar putranya yang umurnya sekitar 4 tahun. Berlari ke arah pantai. Pemandangan itu membuat senyum di wajah Alara.

"Kenapa senyum-senyum?"

Alara menatap Mas Adam yang kebingungan. "Itu lihat Mas. Anaknya lucu," tunjuk Alara pada sosok yang menjadi perhatiannya saat ini. Kini, ia melihat anaknya sudah berada di dekapan ibunya dan tertawa karena menggelitiki anaknya.

"Kita juga bisa membuat anak yang lucu kalau kamu mau."

Alara mencebik. "Aku mau tamat kuliah dulu, baru punya anak."

"Kenapa? Kamu takut diejekin karena hamil muda?" Adam menatap istrinya seksama. "Mas nggak suka pakai pengaman."

Alara berdecak. "Aku juga nggak mau KB. Nanti badanku melar."

"Ya sudah, berarti tidak menutup kemungkinan kamu hamil sebelum tamat." Matanya seketika mengerling. "Nanti malam persiapkan diri kamu. Mas nggak mau ada alasan seperti tadi malam."

Mata Alara melebar seketika dengan rona merah di pipinya. Ia lalu menyipit dan bertanya. "Ehm, sakit nggak Mas?" bisiknya takut di dengar oleh siapapun.

Adam menahan tawanya mendengar pertanyaan polos istrinya. Ia menangkup wajah dengan kedua tangannya lalu menatap Alara lekat. "Tergantung kamu, mau cara kasar atau lembut?"

"Apa sih, Mas?" Alara mengalihkan tatapannya merasa benar-benar malu saat ini.

"Tapi Mas lebih suka mendominasi, Ra," gumamnya masih sambil menatap Alara dengan wajah yang benar-benar memerah. "Atau kita melakukannya siang ini saja?"

"Mas!" seru Alara tidak tahan lagi. Ia berdiri lalu kembali ke hotel dengan jantung yang berdebar sangat kencang. Ia benar-benar malu saat ini!

Alara masuk ke dalam lift. Dilihatnya suaminya itu mengulum senyum dan mengikutinya masuk ke lift. Keduanya berdiri bersejajar di belakang orang-orang yang juga ikut naik lift. Untung saja, lift-nya tidak terasa sesak dan hanya 5 orang di dalam sana termasuk mereka.

Adam menggenggam tangan Alara erat, menyatukan kedua jemari mereka sampai tiba mereka di lantai 3, Adam menarik Alara keluar. Mereka masuk ke dalam kamar hotel. Lalu, tidak Alara sangka bahwa Adam kini mendorongnya hingga ke dinding.

"M-as?"

Adam mengukungnya dengan tatapan lapar. Ia sudah tidak bisa menahan sampai siang ternyata. Wajah Alara yang memerah membuat gairahnya seketika naik. Adam mendekatkan bibirnya dan mulai mengecup perlahan bibir merah alami milik istrinya yang merekah begitu saja. Melumatnya dengan dalam sambil mencoba mengajari Alara mengingat betapa kakunya perempuan di depannya ini.

Tangan Adam mulai bergerak memasuki bagian dalam baju piyama yang Alara kenakan. Meremas dada wanita itu dengan lembut membuat Alara mendesah di sela ciuman panas yang Adam berikan. Seketika, pria itu tersenyum lalu menjauhkan wajahnya untuk menatap istrinya yang kini terengah akibat perbuatan brutalnya.

"Menikmatinya sayang?" tanyanya dengan wajah yang menurut Alara begitu menjengkelkan.

Alara menarik napas sejenak lalu mencoba berdiri normal sementara tangan Adam masih merangkul pinggangnya. "Mas, ini pertama kalinya buat aku, jadi, jangan kasar-kasar," gumam Alara sambil menggigit bibir bawahnya karena ia benar-benar takut.

Adam mengangguk lalu mengecup kening istrinya. "Mas akan sangat berhati-hati. Jadi, bisa kita lanjutkan?"

"Terserah Mas," jawabnya dengan malu-malu.

Melihat lampu hijau itu Adam tidak membuang waktunya. Ia segera membawa Alara ke ranjang dan melepas satu persatu pakaian Alara sampai yang tersisa hanya bikini. Sementara ia masih menggunakan pakaian lengkap baju kaos dan celana pendeknya. Adam bergerak menindih istrinya yang sedang menutupi bagian dadanya, karena saat ini Alara merasa benar-benar malu.

Pertama kalinya tanpa busana di depan seorang laki-laki membuat jantungnya terus berdebar dengan kencang. Alara berharap bahwa Mas Adam tidak mendengar debarannya yang menggila.

Pria itu kembali mencumbunya sambil menarik lepas bikini yang tersisa di tubuh Alara. Ia menurunkan ciumannya pada dada Alara yang terpampang indah di depannya. "Ini menyiksaku, Ra," gumaman itu tidak sempat Alara jawab karena yang bisa dilakukannya saat ini adalah mendesah kenikmatan.

Adam menjauhkan wajahnya kemudian membuka bajunya, membuat Alara semakin merasa takut. "Kamu takut?

Alara mengangguk dan berkata dengan jujur. "Iya Mas."

"Percaya sama aku ya." Setelah dilihatnya Alara patuh, Adam kembali membuka celananya membuat Alara seketika memejamkan matanya karena takut untuk melihat apa yang ada dibalik celana dalam lelaki itu. "Jangan takut. Lihat Mas, Ra."

Alara menelan salivanya lalu menatap suaminya yang kini sudah tidak mengenakan pakaian apapun. Tampaknya ia benar-benar tidak bisa bebas lagi.

"Mas janji akan pelan-pelan."

"Janji?" tanya Alara kembali seakan merasa tidak cukup.

Adam mengecup kening Alara lebih lama dari yang sebelumnya. "Iya sayang, Mas janji."

Sambil menurunkan ciumannya sampai dibibir istrinya, Adam mencoba untuk memasukkan miliknya. Ia terus melumat bibir istrinya sementara bagian bawahnya terus bergerak untuk menerobos selaput dara yang menghalanginya. Perlahan tapi pasti, tidak peduli lama atau sebentar, ia akan berusaha untuk tidak membuat Alara trauma mengingat ini adalah kesan pertamanya.

Adam akan memberikan yang terbaik untuk membuat perempuan yang menjadi istrinya itu sebagai wanita utuh yang sudah dimiliki olehnya dan siapapun tidak akan ada yang boleh merebut Alara darinya.

Ya tidak akan sampai pada akhirnya Adam berhasil menembus selaput dara, membuat Alara mengeluarkan air matanya sedikit. Membiarkan miliknya sejenak di dalam sana untuk berorientasi lalu memberikan kecupan-kecupan yang membuat Alara melupakan rasa sakitnya sebelum memulai dorongannya sampai rasa sakit itu menjadi rasa nikmat yang tidak pernah Alara rasakan sebelumnya.

***

TBC.

Dear, Mr. DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang