"Jangan ngejawab!" bentak Vio. Lihat lah, jiwa ibu-ibu Vio akhirnya keluar mendapati Bara yang seperti ini.

"Semalem kamu habis darimana? Pas keluarga kamu dateng kesini? Kamu baru pulang sekolah jam 9 malem, debat sama keluarga kamu, debat sama aku, kita kecelakaan, dan kamu lukanya parah!!! Di situ malah kamu yang nggak di obatin siapapun dan kita di rumah sakit, terus kamu dapet panggilan, kamu pergi lagi, nggak pulang-pulang sampe pagi tadi, dan terus kamu masuk sekolah? Pertama kamu sakit, dan kedua kamu nggak pernah istirahat dua hari ini. Kamu mau mati, Bara?"

Tatapan keduanya sama-sama menajam seakan beradu untuk perang. Dapat Vio lihat dengan jelas manik mata itu amat kelam antara kewalahan tidak pernah istirahat, atau bahkan kewalahan tidak betah hidupnya kali ya?

"Ck!" lelaki itu berdecak keras dan masuk ke kamarnya lagi. Dia menuju tempat tidur dan menghempaskan tubuh di sana.

APA??? Vio merasa kepalanya langsung dingin dalam sekejap. Bara akhirnya mau istirahat???

Mood nya langsung naik dan tersenyum dengan sangat puas. Bara menurut begini saja Vio ingin sungkem berterima kasih padanya.

Dia ikut menyusul Bara dan bersyukur ketika mendapatinya sedang menutup mata. Gila! Bara baik sekali karena mau istirahat!

Vio menarik napas dalam-dalam dan tersenyum lebar. "Nah kan bagus tidur kek gini, Bar." dia duduk di sebelah Bara, dan mencoba menyentuh dahi cowok itu.

Begitu mata Bara terbuka, tangan Vio langsung di tepis tak terima sama sekali.

"Bara, diem! Kamu merem aja!"

"Oh iya, kamu nanti mau makan apa, Bar? Aku coba bikinin."

"Eh, tunggu di sini. Aku ke dapur, bikinin kompresan ya?"

"Tunggu ya, Bar. Jangan kemana-mana bahkan kalo sampe kamu duduk sekalipun, awas aja."

"Aku ke dapur bentar. Bentarrr pokoknya. Nggak nyampe 5 menit."

Vio langsung cepat-cepat ke dapur, mengambil handuk kecil dan menyiapkan air hangat dalam baskom. Tak butuh waktu lama, setelah selesai dia kembali lagi ke kamar cowok itu.

Syukurlah. Saat Vio masuk, posisi Bara masih sama seperti tadi. Dia pun duduk di pinggir kasur, meremas pelan handuk kompres nya, dan terakhir ia tempelkan di dahi cowok itu.

"Ya ampun, Bar. Badan kamu dingin banget ternyata."

Tangannya lalu turun, merasakan suhu leher Bara, dan makin dingin. "Oh, iya, kamu nya juga ngerasa dingin, Bar? Kamu butuh selimut?"

Tak ada jawaban selain decakan Bara yang tampaknya makin risih dengan pertanyaan nggak jelas dari cewek ini. Bara pun mencoba melepaskan dasi sekolahnya.

"Sini Bar. Aku bukain."

"Enggak!"

"Nggak apa-apa, Bar. Bentar."

Dengan dahi yang masih mengerut tak suka, Bara mendecak lagi dan mengalah, membiarkan cewek itu melakukan sesukanya.

"Udah." kata Vio. "Ya udah kamu tidur, ya Bar. Pokoknya puasin. Bahkan kalo kamu ke bangunnya pas magrib nggak apa-apa banget. Biar seger nanti."

BARAWhere stories live. Discover now