Bab 2 - Aku Bukanlah Diriku

Start from the beginning
                                    

“Shita, akhirnya kamu bangun, Nak.”
Jenar merasakan elusan lembut di punggungnya. Tatapannya kini beralih ke seorang perempuan muda yang dilihatnya berdiri saat membuka mata yang pertama. Perempuan muda itu menangis. Terharu sepertinya, Jenar menebak. Namun, lebih dari itu, sebenarnya siapa mereka ini?
Jenar melepaskan pelukan wanita paruh baya itu. Dilihatnya wanita itu juga menangis.

“T-tunggu. Kalian siapa? Di mana nenek saya?”

Kedua orang itu tidak menjawab dan malah menatap Jenar seakan Jenar adalah makhluk paling aneh di dunia.
“Shita?” Wanita paruh baya itu menangkup wajah Jenar. “Kamu mengenali mama, kan?”

Shita?

Jenar baru sadar bahwa sedari tadi ia selalu dipanggil dengan nama Shita.
“Maaf, Bu. Nama saya bukan Shita. Saya Jen ... Aw!”

Jenar memekik ketika merasakan sesuatu yang sangat panas di pergelangan tangannya. Sesuatu yang panas itu sangat tiba-tiba. Mengangkat tangan, ia tahu bahwa rasa panas seperti terkena logam panas itu berasal dari gelang di tangan kirinya.

Gelang pemberian nenek.

Gelang itu teruntai dari beberapa manik-manik bermotif abstrak, ada tali pendek menggantung di ujungnya.

Gimana bisa gelang ini tiba-tiba jadi panas banget?

“Shita? Ini mama.”
Ucapan wanita itu mengalihkan perhatian Jenar dari gelang di tangannya.

“Ma-maaf, sepertinya anda salah orang.” Jenar memandang sekeliling dengan gusar. “Di mana saya? Di mana nenek saya?”

“Shita?” wanita itu mulai ketakutan, ia menangkap kedua bahu Jenar. “Shita? Kau kenapa, Nak? Ini mama.”

“Saya bukan Shita. Saya- ahh!”

Lagi-lagi gelang itu terasa panas seakan dapat membakar tangannya.

Ada apa, sih, ini?

“Citra, panggilkan pak Dendy!” perintah wanita paruh baya itu kepada si perempuan muda. Seketika perempuan muda itu menghilang di balik pintu. Jenar masih mencoba mencerna situasi. Sebenarnya, ada apa ini? Kenapa orang-orang asing ini memanggilnya Shita? Kenapa gelang ini tiba-tiba panas?

Tak lama kemudian seorang lelaki paruh baya berpakaian dokter memasuki kamar. Lelaki paruh baya yang dilihat Jenar saat siuman yang pertama kali. Lelaki itu memeriksanya, sedangkan si wanita paruh baya menjelaskan kondisinya. Katanya, Jenar seperti orang linglung. Ia ngomong melantur.

Aku nggak ngelantur. Aku sangat sehat.

Kedua orang itu, wanita dan lelaki paruh baya kemudian ke luar. Jenar memanfaatkan situasi untuk mengetahui dia sedang berada di mana dan siapa orang-orang asing itu. Ia memanggil wanita muda yang sedari tadi berdiri di samping pintu, sepertinya memang jauh lebih muda dari Jenar.

“Hei, siapa namamu?” Jenar menyuruh wanita muda itu mendekat.

Wanita muda itu kaget sekilas, kemudian mendekat, “Saya Citra, Bu.”

“Di mana ini?”

Citra menatap Jenar aneh, “Di rumah sakit Bakti Waluyo, Bu.”

Bakti Waluyo?

Seingat Jenar, tak ada rumah sakit dengan nama itu di Blitar.

“Ini di mana, sih? Seingetku nggak ada nama rumah sakit itu.”

Citra semakin menatap aneh, “Bu Shita, bagaimana anda bisa lupa, ini rumah sakit yang dikelola ayah anda.”

“Ayah?”

Love Me SomedayWhere stories live. Discover now