23

851 67 14
                                    


Satu jam setelah mobil polisi yang membawa Seungcheol pergi, Jihoon menyeret langkah kakinya yang berat memasuki penginapan. Dengan pikiran kacau dan tubuh demam ia memesan kamar, ia segera jatuh tertidur ketika tubuh lemahnya naik ke tempat tidur. Sekujur tubuhnya basah oleh keringat dingin, kaus tipis itu menempel di kulitnya yang basah. Di balik kelopak mata yang tertutup, bola matanya bergerak gelisah, apel adam di lehernya bergerak naik-turun, napasnya menjadi cepat dan mulut yang terbuka memanggil nama pria itu.

"Seungcheol Hyung.... jangan pergi... jangan tinggalkan aku....." Jari-jarinya meremas selimut di dadanya dengan erat, sangat erat sampai ujung jarinya memutih.

"Jangan pergi..." Ia memohon dengan lirih. Suara seraknya terdengar menyedihkan, tenggorokannya kering dan terasa sangat menyakitkan. Bahkan dalam tidurnya, Jihoon bermimpi pria itu pergi meninggalkannya. Sekuat apapun ia menggenggam tangannya, pria itu tetap pergi. Walaupun ia menangis dan menangis sampai air matanya kering, para polisi itu tetap membawanya pergi. Mereka membawa pergi pria-nya; kekasihnya.

Ia tertidur sampai keesokan harinya. Tidak minum obat apapun untuk menurunkan demamnya, Jihoon bahkan melewatkan makan malam. Ia tertidur, bermimpi tentang pria itu yang pergi meninggalkannya. Hatinya begitu sakit; terasa sangat sesak ketika gambar pria itu dibawa oleh beberapa anggota polisi dan naik ke mobil kembali bermunculan di kepalanya. Jihoon mencengkeram erat selimut di dadanya, dia menangis dalam tidurnya. Terisak sampai napasnya terasa sesak.

Keesokan harinya, Jihoon terbangun karena terganggu oleh bau asap rokok yang menyesakan pernapasan. Ia berbalik dan menemukan matahari sudah bersinar terang di langit, itu mungkin sudah tengah hari atau hampir sore. Ia tertidur dari kemarin sore hingga tengah hari berikutnya.

"Cepat bangun, aku sudah menunggumu lama sekali. Kau tidur seperti mayat..." Suara seorang gadis berbicara dengan nada acuh tak acuh. Jihoon menoleh, di sana saudari kembarnya sedang duduk di sofa dengan kaki dilipat, dia terlihat anggun sekaligus sombong dengan rokok di antara bibir merahnya.

"Makan sarapanmu, lalu minum obat dan kita pergi." Setalah mengatakan demikian, Jieun berjalan keluar.

Di meja nakas samping tempat tidur ada bubur yang sudah dingin dan obat demam.

Jihoon terbangun dengan perasaan kosong. Ia terlalu lelah menangis hingga rasanya air matanya kering. Ia sangat merindukan pria itu, sangat ingin melihatnya. Jihoon segera menyibak selimut dan melompat turun dari tempat tidur, mencari-cari ponselnya seperti orang kesetanan.

Ia membongkar ransel; dengan tidak sabar menumpahkan semua barang ke lantai. Mengacak-acak semua barang dengan panik, dia lupa di mana terakhir kali menyimpan ponselnya. Di dalam ponsel itu ada banyak foto selfie yang diambil oleh Seungcheol malam sebelumnya ketika mereka menyalakan kembang api. Itu adalah satu-satunya foto yang ia punya, satu-satunya moment mereka berfoto bersama.

Hanya dengan melihat foto mereka di galeri, Jihoon merasa seolah-olah Seungcheol untuk sejenak berada di sampingnya. Senyum hangat itu, kedua matanya yang bersinar cerah. Bahkan hangatnya bibir yang bersentuhan dengan bibirnya masih terasa hingga saat ini, kapanpun Jihoon melihat foto ketika pria itu menciumnya seolah ia masih di moment itu, indahnya kembang api masih jelas dalam kepalanya; terasa hangat dan bersinar terang.

Hari itu Jieun membawanya pulang ke rumah, setelah sekian lama akhirnya Jihoon pulang ke rumah orang tuanya. Ayah dan ibu terkejut ketika putra mereka tiba-tiba pulang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, karena hari-hari besar seperti tahun baru atau hari libur panjang lainnya Jihoon tak pernah pulang ke rumah. Setiap bulan ia akan mengirimkan sejumlah uang ke rumah untuk orang tuanya, ayah dan ibunya hanya tahu putra mereka bekerja paruh waktu disela waktu kuliah di Seoul. Anak itu sangat mandiri dan bertanggung jawab, dia bisa membayar kuliahnya sendiri dan bahkan memberikan uang setiap bulan untuk orang tuanya. Mereka sangat bangga, walaupun sejak kecil Jihoon pendiam dan jarang bergaul tapi dia tumbuh menjadi anak yang baik.

Just A Bank [JICHEOL FANFICTION] ✔️Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora