Sanha dan Jeno saling pandang kebingungan.

"Hwan..."

"Apa?"

"Nama lengkap Yoshi itu Kanemoto Yoshinori, bukan Sakamoto Yoshinori..."

"Masa? Bener kok marga dia Sakamoto, gak cuma gue doang yang tau karena dia banyak fansnya. Dulu dia satu kampus dan satu fakultas sama gue di Kanada, makanya gue kenal dia. Atau perlu gue telpon dosen gue biar kalian percaya?"

"Kapan kalian lulus?"

"Ehm... sekitar tiga tahun yang lalu. Kita lulus cepet karena kita termasuk mahasiswa terbaik dan terjenius di sana. Memang terdengar sombong, tapi itu faktanya."

Sanha dan Jeno diam. Yoshi itu gabung ke dalam circle mereka 1,5 tahun yang lalu alias masih baru, makanya mereka tidak tahu menahu soal itu. Mereka pikir disaat mereka kuliah Yoshi santai-santai di rumah namun sering menghilang tanpa kabar karena Yoshi memang tidak kuliah, ternyata itu alasannya... dia lulus duluan.

Tapi kenapa marganya berbeda...

Tiba-tiba, perkataan Shotaro saat itu muncul kembali di benak Jeno. Apa mungkin benar?

"Yoshi gak bakal bunuh kalian kok. Tapi, dia pernah bunuh orang, banyak malah. Jadi, baik-baik ya."

Jangan-jangan... jangan-jangan Yoshi buronan dan kabur ke negara lain lalu merubah marganya agar tidak tertangkap?!

Wah, bahaya. Jeno harus meminta bantuan Jihoon untuk membongkar semuanya. Jihoon kan teman dekat Yoshi, tentu saja Jihoon bisa membantunya menyelidiki Yoshi kan?






























































Renjun kesal. Kenapa dia bertemu Jihoon di warung bubur langganannya sih?! Mana tatapan orang itu tidak mengenakan sekali, dia jadi risih.

Jihoon pun sama, dia risih ditatap terus sama Renjun. Dia tahu kok dia tampan, tapi kalau dilihatin terus siapa sih yang tidak risih. Dia bukan artis papan atas, dia hanyalah Park Jihoon.

Tapi di rl kamu idol, Jihoon.

"Apa lo liat-liat? Mau dicolok tuh mata?!" Sinis Jihoon ngegas sampai dilihatin abang bubur.

"Lo yang liat-liat gue duluan!" Balas Renjun sama sinisnya.

Abang bubur bernama Bang Daniel sudah memasang posisi siaga agar saat mereka berkelahi dia bisa melerai mereka. Suasana di sekitar kedua pemuda itu tidaklah baik, kalau tidak diawasi nanti malah tonjok-tonjokan.

Mereka berdua sama-sama diam setelah Bang Daniel menegur mereka. Mulut memang diam, tapi tidak dengan mata. Mereka melirik satu sama lain dengan lirikan sinis dan tak bersahabat.

Renjun ingin pulang dengan segera, tapi hujan tak menandakan akan berhenti. Dia tidak mau menerobos hujan, nanti jadi cair buburnya.

Kalau Jihoon sih bisa saja pulang karena naik motor, tapi dia malas mandi lagi.

"Omong-omong, gue tau lo ada niat terselubung," ujar Jihoon tiba-tiba, tak lagi melirik Renjun.

"Maksudnya?"

"Lo dateng karena pembunuh temen lo ada di circle gue, iya kan?"

Kedua mata Renjun membulat, kok Jihoon bisa tahu?!

"Liat mata lo, gue langsung tau omongan gue bener," lanjut Jihoon mengangguk-angguk. "Walaupun gue gak tau siapa temen lo, lo jangan gegabah. Pelakunya bisa aja nyerang lo dan bikin lo nyusul temen lo itu. Gak ada yang tau."

"Gak bakal."

"Kematian gak ada yang tau, bisa aja pelakunya ada disini buat mata-matain lo ataupun gue."

"Emang lo gak termasuk?"

Jihoon mengendikkan bahunya. "Menurut lo? Apa gue termasuk pelakunya?"

"Sikap lo sekarang bikin gue ngerasa aneh. Sejak kapan Jihoon yang suka ngegas, julid, dan emosian jadi kalem begini," jawab Renjun jujur.

"Haha, bisa aja lo. Gue bersikap kayak gitu ada tujuannya kali."

"Tujuan?"

"Iya, tujuan..."

Petir tiba-tiba menyambar, firasat Renjun jadi tidak enak. Otaknya berpikir sebentar lagi akan ada kejutan di depan mata. Semoga saja bukan kejutan buruk, nanti berbahaya baginya.

Tapi orang yang berada di depan mata saat ini kan hanya Jihoon...

"Lo misterius, omongan lo ambigu karena bikin pendengarnya berprasangka sana sini, tapi lo sendiri bersikap santai seolah-olah gak takut sama kematian," jelas Jihoon.

"Lo sendiri kenapa bersikap emosian?"

"Udah gue bilang sebelumnya, gue punya tujuan."

"Apa itu alasan yang kuat supaya gak ditanya lebih jauh lagi soal pistol di balik jaket lo?"

Haha, tepat sasaran. Sudah Jihoon duga Renjun mengetahui kalau dia membawa pistol beserta peluru tambahannya. Dia juga sudah menduga kalau Renjun akan terpancing omongannya.

"Renjun, lo itu gak tau apa-apa..."

"Gue tau lo bawa pistol, bukannya gue tau terlalu jauh?"

Jihoon tertawa terbahak-bahak, Bang Daniel jadi kaget sampai kepeleset. Mana jatuhnya di atas genangan air, basah deh bajunya.

"Gue bawa pistol untuk kepentingan kok, gak asal bawa."

"Kepentingan buat bunuh Jisung maksud lo?"

Jihoon bungkam. Oh, apakah Renjun benar? Padahal Renjun asal bicara.

"Gue berniat memecah belah circle lo, apa lo gak sadar ada pembunuh di sekitar lo?"

"Gue sadar," jawab Jihoon tegas. "Gue baru tau dua, Jisung sama Hyunjin, dan satu saksi mata."

"Lo bilang begitu supaya gue gak curiga kalau lo pelakunya kan?" Tebak Renjun.

Untuk yang kedua kalinya Jihoon tertawa terbahak-bahak. Dengan santainya dia menunjukkan pistol miliknya, mengarahkannya ke Renjun tanpa takut dilihat oleh Bang Daniel.

"Njun, lo masih berniat buat memecah belah circle gue? Selain itu, apa lo yang bunuh Bomin?"

Deg!

"B-Bomin meninggal?"

"Tadi Jongho laporan ke gue, Bomin dibunuh. Bukannya lo pernah punya masalah sama Bomin? Hyunjin juga punya sih, tapi dia aja lagi sembunyi dari kejaran polisi."

"J-Jongho?!"

"Lo kenal Jongho kan? Itu loh, orang yang lo ajak kerja sama buat selidikin temen-temen gue. Sayangnya dia di pihak gue, Njun. Kasian rencana lo berantakan, mending berhenti aja deh, gue bawa pistol loh."

Renjun menatap horror pemuda di sampingnya. Jadi selama ini Jongho menipunya? Jongho ternyata berpihak pada Jihoon dan menggali informasi darinya? Jihoon ini sebenarnya siapa?

Jihoon menyeringai tipis. "Lo belum kenalan yang bener sama gue, kan? Gue Park Jihoon-"























































"-gue ini detektif."

LI(E)AR | 00 Line ✓Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon