Naura terbaring di atas ranjang dengan sorot matanya yang kosong. Rumahnya diliputi kegelapan, tak ada satu pun cahaya karena Naura sengaja mematikan semua lampu-memilih untuk berada di antara kegelapan yang menelan dirinya. Setidaknya jika saat ini Naura merasa kosong dan begitu terluka, ia tidak akan mendapati dirinya sendiri sekacau itu. Karena bagaimana pun juga, yang gelap adalah kehidupannya, bukan sesuatu di sekitarnya.

Naura mendengus. Ia tertawa dengan miris kemudian menggelengkan kepalanya lalu berdecak kesal dengan mulutnya.

"Gundik sialan ya lo Naw. Nggak tahu diri," hardiknya pada diri sendiri.

"Cantik ya lo? Oke banget? Sampe-sampe lo mikir kalau Arga bakal milih lo. HAHAHAHA NGIMPI!"

"Belasan tahun sama istrinya mana bisa tergantikan sama waktu berbulan-bulan sama lo Naw. Lo punya apaaa sampe merasa hebat banget bisa ngalahin Maggie!" teriaknya.

Suasana hening. Naura berhenti mengutuk dirinya sendiri.

Kali ini air matanya menetes perlahan dari pipinya.

"Tapi perlakuan Arga bener-bener mencerminkan kalau dia kayaknya sayang sama gue. Ya Tuhan. Oke, sebut gue bego, tapi gue tahu siapa yang sayang sama gue dan siapa yang nggak sayang sama gue, dan gue merasa Arga bener-bener tulus. Sorot matanya teduh banget, perlakuannya lembut banget, sikapnya dia, manjanya dia."

"Arga jelas menderita banget sama Maggie..."

"Ah ya, dan gue juga menderita sama Arga karena status ini, tapi pada akhirnya apa. Gue ngarep Arga balik juga kan? Dan gue bahkan siap memberikan semua maaf gue buat Arga."

"HAHAHAHAHAHAHA."

Naura tertawa lagi. Ia berguling dan memutuskan untuk menenggelamkan kepalanya pada bantalnya. Beberapa detik kemudian ia mengangkat kepalanya lalu kembali tertawa, "Kalau lo yang baru beberapa bulan bareng Arga aja bisa sayang dia sebegitunya, gimana Arga yang udah lama banget sama Maggie. Bener. Sama kayak lo yang siap memberikan semua maaf lo buat Arga, cowok lo itu juga mungkin aja bisa melakukan hal yang sama."

"Bisa jadi sekarang Arga siap memberikan semua maafnya sama Maggie."

"Dan hubungan lo sama dia bener-bener berakhir."

"Dan yang jadi orang paling rugi di sini tetap lah lo, Naura."

"Dan yang bego juga lo. Menjauh dari Radhi dan berusaha move on dari dia, eh malah ketemu Arga."

Naura mendengus. Ia menenggelamkan kepalanya lagi kemudian mulai menangis dengan kencang, mengeluarkan semua perasaan yang berkecamuk dalam hatinya. Memang benar, selama ini yang bodoh adalah dirinya. Naura... keluar dari kandang macan, kenapa malah masuk ke kandang singa?

Keluar dari penderitaan, kenapa malah masuk ke dalam kesengsaraan?

Dari sekian banyak pilihan dalam hidup, kenapa Naura malah memilih Arga? Sementara Arga... Naura sendiri tidak yakin kalau Arga akan memilihnya.

****

Arga melihat luka yang berada di tangan Maggie seraya meringis. Luka utamanya sudah ditutup oleh perban, namun ada beberapa luka lain yang baru Arga lihat hari ini. Sepertinya kejadian kali ini bukan pertama kali setelah sekian lama, bisa saja Maggie memang sudah pernah menyakiti dirinya berkali-kali. Itu berarti Maggie memang belum pulih kan? Atau dia tidak akan pernah pulih?

Arga menghela napas. Ia merasa tangan Maggie bergerak. Pria itu mengangkat kepalanya dan mendapati Maggie mulai membuka matanya. Matanya menyipit sementara keningnya mengkerut untuk menyesuaikan cahaya yang masuk melalui pupilnya.

Tangan Arga bergerak untuk meraih pipi Maggie dan mengusapnya. Kehangatan menjalar ke dalam diri Maggie, termasuk ke dalam hatinya hingga membuatnya meneteskan air mata.

"Eh, kok nangis?" tanya Arga. Ia mendekat dan mengusap air mata Maggie, namun air mata yang ia hapus dengan yang berjatuhan lebih banyak yang berjatuhan sehingga wajah Maggie tetap basah.

"I'm here, Gie. Nggak apa-apa. Mau aku panggilin dokter?" tanya Arga.

Maggie menggeleng. Menatap Arga, mendapatinya di hadapannya sudah cukup baginya hingga Maggie merasa bahwa ia tak membutuhkan apapun lagi.

"Jangan tinggalin aku," kata Maggie tiba-tiba. Ia mengucapkannya dengan suara parau serta air mata yang terus menerus berjatuhan di matanya. Membuat Arga menegang sejenak hingga akhirnya tersenyum pada Maggie.

Namun Arga tak menjawab apa-apa. Ia hanya mengusap air mata Maggie dan tersenyum.

"Ga... jangan tinggalin aku," kata Maggie lagi.

Arga mengusap air matanya lagi. Ia tersenyum tanpa bisa Maggie artikan sama sekali.

Getaran di ponselnya membuat dirinya teralihkan sejenak. Arga mendekat pada Maggie, memastikan tangan kirinya menggenggam tangan Maggie agar tak membuat wanita itu ketakutan sementara tangan kanannya merogoh saku celananya.

Ada pesan masuk dari nomor yang tidak Arga kenali.

Ga. Emangnya Maggie aja yang bisa bunuh diri? Aku juga bisa kok.

Arga benar-benar tidak mengenali nomornya tetapi Arga tahu yang mengiriminya pesan adalah Naura.

Kepalanya tertunduk seketika, seiringan dengan itu, Arga merasakan genggaman tangan Maggie menguat kepadanya, menahan dirinya agar tetap bersamanya.



To Be Continue

*****

Memang nggak boleh bermain api. Sekalinya main, kan keteteran kalau sampe disambar. Apalagi apinya dua 🔥🔥

Banyak banget kejadian kayak gini di dunia nyata, yyah tapi ini mah kayak udah santapan aja ga sih, emang banyak ditemui di kota kota besar wkwkwk

3 SOMETHING ABOUT LOVEWhere stories live. Discover now