"Woi! Lo ngapain hah?!"

Haechan menolehkan kepala, memberi isyarat diam dengan jari telunjuk di depan bibir kepada Jinyoung, lalu terkekeh disusul petir yang menyambar.



















































































Hyunjin menaikkan posisi maskernya. Sekarang dia bukanlah Hwang Hyunjin si pemuda tampan yang biasa, dia adalah buronan. Polisi terus mencarinya, bertanya kepada warga apakah pernah melihatnya atau tidak.

Memakai kacamata, wig, dan masker menjadi cara pertama untuk menghindar dan bersembunyi bila keluar dari markas. Tidak nyaman namun harus dilakukan bila tak ingin masuk penjara.

Sial, siapa yang berani melaporkannya kepada polisi? Dia akui dia termasuk komplotan pembunuh bayaran yang mengincar teman-temannya, namun dia tidak membunuh Jisung.

Justru dia marah kepada pelaku yang membunuh Jisung. Jisung juga bagian dari pelaku, tapi bukan berarti dia bisa dibunuh seenaknya. Jisung itu temannya, dia tidak terima.

Memangnya apa yang Jisung lakukan? Dia yang menyebabkan Bomin koma dan dia yang membuat mobil Eric hilang kendali dan menabrak Jongho. Hal seperti itu bukan hal besar bagi pembunuh bayaran, tidak memberi kesan apapun.

Kalau kalian berpikir pelakunya hanya dua atau tiga orang, maka kalian salah. Pelakunya lebih dari tiga.

Di trotoar yang sepi pejalan kaki ini membuat perasaan Hyunjin menjadi tak nyaman. Dia takut polisi tiba-tiba muncul.

Tidak, rupanya bukan polisi yang muncul, tapi seseorang yang ia kenal, berjalan bersama dengan anak kecil berusia delapan sampai sembilan tahun.

Anehnya, orang itu hanya melewatinya saja, tidak menyapa atau tidak mencegatnya.

"Yoshi?"

Orang itu berhenti berjalan, menoleh ke arahnya sambil mempertahankan posisi payung di atas kepalanya dan anak kecil tersebut.

"Ya?"

Hyunjin mengernyit, dia tidak salah dengar nih?

"Mau kemana?" Tanyanya basa-basi.

"Pulang...?"

"Bukannya rumah lo lewat sana ya?"

Yoshi memandang Hyunjin dengan tatapan asing. "Rumah gue memang disana, tapi udah lama gak ditempatin."

Sejak kapan Yoshi punya dua rumah, apa karena mereka tidak dekat makanya Hyunjin tidak tahu?

"Dia siapa?"

"Siapa?"

"Anak kecil itu."

"Adek gue."

Hah? Adik? Sejak kapan Yoshi punya adik kecil?! Bukannya Yoshi anak tunggal? Setahu Hyunjin sih begitu, soalnya di rumah Yoshi hanya dia seorang, melihat orang tuanya saja jarang.

"Kenapa ngeliatin adek gue? Jangan jadi pedofil."

"Eng-enggak! Gue duluan ya, gue buru-buru," pamit Hyunjin gelagapan.

"Tunggu!" Seru Yoshi mencegah.

"Apa?"

"Lo siapa? Lo kenal gue? Gue gak inget kita pernah ketemu."

Lah? Loh? LAH?!

"Jangan bercanda, gue Hyunjin, temen lo," jawab Hyunjin sedikit ngegas.

"Kakak, dia temen kakak? Kok gak pernah diajak ke rumah?" Tanya anak kecil di samping Yoshi sambil menarik-narik baju sang kakak.

"Bukan, dek. Kakak juga bingung kenapa dia kenal kakak."

Hyunjin ngeblank. Dia diprank apa gimana sih?!

"Lo habis kejedot tembok? Gue temen lo, bego!"

"Ihh, dia ngomong bego! Nanti aku mau ngadu ke bunda, kakak aku dikatain bego sama orang jelek."

Tau ah! Hyunjin memilih pergi daripada berlama-lama disana. Dia bingung, Yoshi kenapa berperilaku seperti itu kepadanya? Masa iya karena sekarang dia buronan? Masa iya karena itu si Yoshi pura-pura tidak kenal dengannya? Teganya...

Melihat Hyunjin pergi terburu-buru seperti itu, anak kecil di samping Yoshi terkikik geli.

"Hihi, kakak tadi kasian banget ya. Kayaknya dia takut diaduin ke mama. Lagian kakak Yoshi yang ganteng dikatain bego."

"Lain kali kalau ketemu dia jangan ditanggapin ya. Yuk kakak anterin pulang, nanti kakakmu panik karena kamu hilang tiba-tiba."

"Okey! Makasih banyak kakak ganteng, kapan-kapan main ke rumahku ya kalau aku lagi gak di Kanada, pasti kakakku kaget. Aku mau foto komuknya."

Yoshi tertawa geli lalu mencubit pelan hidung anak kecil tersebut. "Kamu ini ya. Omong-omong, makasih banyak bantuannya. Nih permen buat kamu, jangan cerita ke siapa siapa kalau kamu ketemu kakak."

"Siap, kak Yoshi yang ganteng!"

Nah, sekarang apa yang harus Yoshi lakukan ya? Ah, sepertinya mengunjungi Bomin di rumah sakit lebih baik daripada berduaan dengan Shotaro yang masih emosi perkara kemarin.



























































































Jongho bersenandung sambil menenteng dua kantong plastik berisi ayam kentaki, bubur ayam berkuah, dua kaleng soda berwarna merah, dan susu cokelat hangat.

Dia tidak sabar makan bersama dengan Bomin. Eh?

Hahaha, benar sekali, Bomin itu sudah bangun dari koma!

Kapan? Dia bangun dari koma setelah seseorang berhasil membebaskannya dari alam bawah sadarnya. Entah siapa orang itu, Jongho sangat berterima kasih.

Kenapa teman-temannya tidak tahu? Jongho itu ingin sekali memberi tahu mereka, tapi sikap mereka yang sekarang seakan-akan melupakan Bomin karena sibuk mengurus masalah pelaku. Lebih baik tutup mulut daripada Bomin diincar lagi oleh pelakunya.

"Ini ayam baunya enak banget, pasti si Bomin lahap makannya. Dia kan udah lama gak makan makanan kayak gini."

Senyuman di bibir Jongho merekah seperti bunga, hatinya gembira karena Bomin berangsur-angsur pulih. Tinggal latihan jalan saja baru pulang. Latihan jalan diperlukan bagi orang yang sudah lama terbaring lemah.

Ruangan Bomin sudah di depan mata, dia mengambil nafas dalam-dalam, mengumpulkan tenaga untuk berseru kepada temannya sambil menunjukkan apa yang dia bawa.

Ceklek!

"Bomin~! Tebak apa yang gue ba... wa."

Klontang!

A-apa-apaan ini... tidak mungkin... TIDAK MUNGKIN!

Tolong katakan apa yang Jongho lihat hanyalah ilusi.... ini tidak mungkin... bagaimana bisa...

Bagaimana bisa Bomin tergeletak tak bernyawa di lantai dengan darah mengalir dari pergelangan tangannya disertai pisau yang dibiarkan menancap di dada.

LI(E)AR | 00 Line ✓जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें