"Besok gue berangkat."

"Kok lo baru ngomong sekarang sama De sih!" Mata Deana benar-benar merah, berusaha keras menahan tangisnya.

"Makanya gue ajak lo ketemu, De. Nyatain perasaan gue sekaligus pamit." Rayyan beranjak berpindah duduk di samping Deana, lalu menarik tubuh mungil sahabat yang dicintainya ini ke dalam pelukannya. Akhirnya tangis yang ditahan Deana pun pecah, Rayyan mengeratkan pelukannya sembari mengecup puncak kepala sahabatnya. "Lo harus hidup bahagia, De. Lepaskan jika hal itu menyakiti lo dan pertahankan jika hal itu bisa membuat lo bahagia."

***

Prang...

Bunyi benda terjatuh mengalihkan perhatian Tiana pada ponselnya, dia lantas berlari panik menuju dapur di mana Bella berada, dan benar saja, Bella sudah terduduk di atas lantai marmer dengan bibir yang mengeluarkan rintihan kecil seraya memegang perutnya.

"Bella." Dengan panik Tiana mendekat, langkah dia perhatikan takut menginjak bekas pecahan gelas yang dijatuhkan Bella tadi.

"Ti, perut gue sakit."

Mata Tiana membelalak ketika melihat darah mengalir di pahanya. "Kita harus ke rumah sakit sekarang." Dengan gemetar menelepon satpam di lobi untuk membantunya membopong tubuh Bella ke mobil.

Setelah dibantu satpam dan mengucapkan terima kasih, Tiana membawa mobilnya menuju rumah sakit terdekat. Memikirkan keselamatan Bella dan bayinya yang utama saat ini.

"Ti, sakit banget." Bella kembali merintih pelan.

"Iya, Bell. Sabar ya, kita bentar sampai rumah sakit." Tiana menambah kecepatan mobilnya membelah jalanan yang tampak ramai bahkan menerobos lampu merah, dia tak peduli, yang ada dipikirannya saat ini adalah sampai ke rumah sakit secepatnya.

Ciiiitttt.

Bunyi ban berdecit dengan aspal terdengar nyaring di telinga hingga mengundang perhatian seisi rumah sakit, sekali lagi dia tak peduli.

"Suster, tolong teman saya mau melahirkan," teriak Tiana panik dengan berlari keluar.

Dengan sigap dua suster membawa kursi roda lalu membantu Bella turun dari mobil, dua suster mengambil langkah cepat disusul Tiana di belakangnya.

Setelah ditangani ternyata Bella tidak bisa melakukan melahirkan normal, dokter mengatakan harus segera mengambil tindakan operasi cesar sebab Bella mengalami pendarahan hebat.

"Saya butuh tanda tangan suaminya, Bu," kata suster yang membawa Bella tadi.

Tiana menggaruk keningnya. "Ehm, bisa saya saja yang tanda tangan. Soalnya suaminya lagi di luar kota."

"Maaf, kalau boleh tahu Anda siapanya Ibu Bella?"

"Saya Kakaknya, Sus. Iya saya kakaknya," jawabnya penuh keyakinan.

"Ya sudah, silakan ikut saya untuk melakukan tanda tangan."

Tiana berdiri gelisah di depan ruang operasi, setelah melakukan tanda tangan. Bella segera dibawa ke ruangan ini, jantungnya sedari tadi bertalu menunggu cemas keadaan sahabatnya di dalam sana. Dia tak putus berdoa untuk keselamatan Bella dan bayinya.

"Ehm." Suara deheman berat menyentaknya, sontak dia menoleh ke samping di mana lelaki berkaca mata menatapnya. "Saya Fuad, anak dari Hartanto. Bisa kita bicara?"

Tubuh Tiana menegang begitu nama Hartanto disebutkan lelaki itu, matanya menyipit curiga sebelum akhirnya mengangguk, dia melirik pintu operasi sekilas lalu menyeret kakinya mengikuti langkah panjang yang mengaku anak dari Hartanto ini.

Di sinilah mereka sekarang di kantin rumah sakit yang nampak sepi, keheningan panjang tercipta hanya saling menatap tanpa ada yang membuka mulutnya. Mulai jengah sampai Tiana membuka suaranya. "Jadi apa yang ingin lo bicarakan?"

"Tentang Bella, saya datang ke sini karena ingin bertanggung jawab," jawab Fuad tanpa basa basi.

Tiana tertawa sinis. "Tanggung jawab kata lo? Lo pikir gue akan percaya gitu aja? Mana gue tahu lo anak kandung atau anak settingan Hartanto."

Fuad sudah menduganya jadi segera mengeluarkan sebuah foto keluarga serta hasil tes DNA-nya dengan Hartanto. "Apa ini belum cukup buat kamu percaya?"

Tiana dengan angkuh mengambil kertas dan foto itu bersamaan lalu meneliti kembali, matanya melirik Fuad sebelum meletakkannya di atas meja. "Mana gue tahu ini semua asli, bisa aja lo palsuin semuanya."

Fuad menghela napas panjang, dia tahu ini tak akan mudah. Perempuan di hadapannya ini terlalu tangguh. "Terus apa yang bisa membuat kamu percaya?"

"Bawa Hartanto ke hadapan gue."

***

BERSAMBUNG

Wah ternyata banyak yg lupa sama Fuad, kalian bisa baca di part 10 atau 11 kalo gak salah ada Fuad di sana kok ☺

Tinggal 3 part lagi sebelum TAMAT hehe akhirnya setelah setahun berlalu menemani dunia wp, mas uus dan mbak kei akan meninggalkan kita semua, sedih gak sih 😭😭😭

Siapkan ucapkan sama terakhir untuk seluruh yg terlibat dalam cerita ini 😁

Jangan lupa vote dan komennya ya 🙏

See you next part

Loveable Ties (TAMAT) Where stories live. Discover now