Benang Kusut

295 49 6
                                    

"Mas?" Taehyung beranjak dari single sofa di ruangan tengah rumahnya. Menghampiri Jeongguk yang baru datang dari luar. Rambutnya sedikit ia sisir menggunakan jemari karena berantakan, mungkin akibat ia tertidur.

"Kalo kamu nanya saya kemana selama dua minggu, saya gak akan jawab. Seharusnya kamu udah tau jawabannya." Ucap Jeongguk tanpa menoleh pada suami mudanya. Terus melangkah menuju kamar mereka. Membuka tas ransel yang ia bawa dan menaruh isinya berupa pakaian kotor ke dalam keranjang di sudut kamar.

Taehyung masih terus mengikuti pergerakan suami sahnya, tangannya tertaut cemas. Ini pertama kali Jeongguk pulang setelah dua minggu lebih pergi dan tak memberi kabar padanya. Namun bukannya mendapat pelukan hangat penebus rasa rindu ia malah disuguhi wajah datar dengan rahang mengatup rapat. Terasa asing, seperti kembali pada Jeongguk diawal-awal pertemuan mereka.

Ia sekali lagi tersenyum sembari menahan denyutan sakit didadanya, bibirnya sedikit gemetar karena terlalu dipaksakan. "Mas mau mandi atau makan dulu? Kalo mau mandi biar adek masakin makanan, nanti mas selesai mandi kita makan bareng."

"Gak perlu, saya gak bakalan lama."

Jeongguk kembali berjalan ke arah lemari pakaian, mengambil asal pakaian miliknya dari sana. Memenuhi ransel kosong tadi dengan pakaian bersih.

"Seenggaknya mas harus makan dulu sebelum pergi lagi. Nanti lambungnya kumat lagi lho." Sekuat tenaga menahan suaranya agar tak sumbang, dalam hati merapal kata jika Taehyung tak boleh menangis. Jeongguk tak suka melihat ia menangis depannya. Ia seorang lelaki dan lelaki tak boleh cengeng. Itu sebabnya Jeongguk bersedia menikahinya bukan?

"Mas mau makan apa? Nanti aku bikinin, kemarin juga bunda ke sini niatnya mau ngajak kita makan-makan diluar tapi karna masnya gak ada jadi kita cuma main didapur." Taehyung tertawa, namun jelas terdengar hambar dan sangat dipaksakan. "Aku belajar banyak resep makanan baru dari bunda."

"Saya pergi." Menutup rapat ranselnya dan berjalan melewati Taehyung begitu saja. Bahkan satu lirikanpun luput dari mata suaminya itu.

Taehyung menunduk, sakit di dadanya sepertinya bertambah parah. Meremat baju bagian luar berharap rasa sakitnya sedikit memudar. Air mata tak sadar kini telah turun meluruh.

Sebelum Jeongguk benar-benar sampai pada pintu keluar, Taehyung menyusul dan menangkap kemeja dibagian lengan Jeongguk. Mengusap air matanya kasar, tak boleh menangis apapun alasannya. Lalu mendongak, memandang punggung lebar itu. Tempat ternyaman untuk ia berlindung, sangat rindu momen-momen yang sudah terasa sangat lama dan mustahil untuk ia cicipi kembali di keadaan sekarang.

"Mas Jeongguk, Tae gak minta buat mas ngertiin perasaan dan gimana keadaan Tae selama dua minggu ini." Pegangan dilengan baju Jeongguk mengerat. "Tae cuma pengen mas lebih lama disini.. Tae kangen mas Jeongguk-"

"Stop panggil saya dengan panggilan itu!" Jeongguk berbalik dengan cepat, meraup rahang Taehyung erat. "Kamu tau kan saya gak suka, kamu itu cowok dan saya juga cowok apa kata orang kalo mereka denger panggilan menjijikan kayak gitu."

Jeongguk eratkan lagi cengkraman dibagian leher atas dan rahang Taehyung, buta akan wajah yang kini pias dan penuh ketakutan didepannya.

"Saya kira dengan menikahi kamu, hidup saya bakalan lebih mudah karena kamu seorang laki-laki sama seperti saya. Gak banyak ngatur dan mementingkan logika daripada perasaan kamu. Tapi apa sekarang? Yang saya lihat sama aja atau bahkan lebih parah."

Demi Tuhan Taehyung kini sepenuhnya telah menangis, rasa sakitnya berkali-kali lipat dari yang dirasakan tadi dan ia telah kalah telak. Menyerah jatuh sejatuh-jatuhnya.

"Sejujurnya saya menyesal menikah dengan kamu. Tau gitu sedari awal saya hanya menikah dengan Laura, dia sudah jelas ngasih saya keturunan dan masa depan nantinya. Sedangkan dengan kamu, seperti membuang-buang waktu berharga saya."

Jeongguk menatap wajah tak karuan itu. Wajah yang biasanya terlihat indah, wajah yang biasanya penuh ceria dan wajah yang biasanya ia pandangi dengan penuh puja.

Sekarang pandangannya berubah, penuh benci dan cerca.

Lalu Jeongguk melepaskan cengramannya sebelum ia menyakiti Taehyung lebih jauh lagi.

Pria muda itu jatuh kehilangan keseimbangan, terduduk dilantai dingin memegang leher yang memerah membekas. Terbatuk hebat karena lehernya ikut tercekik. Antara rasa sakit hati dan sakit fisik, ia tak tahu harus mengurus yang mana terlebih dahulu.

"Saya pamit."

Setelahnya yang Taehyung dengar hanya suara pintu tertutup kasar dan isak tangisnya sendiri.

Ternyata belum selesai sepenuhnya, Taehyung melihat beberapa helai pakaian perempuan dikeranjang pakaian kotor. Keranjang yang biasanya penuh dengan pakaian mereka berdua kini terisi dengan pakaian orang lain.

Ia sudah lelah menangis, mengambil pakaian kotor tersebut tanpa banyak keluhan.

Memasukkannya ke dalam mesin cuci bersama sabun cuci dan pelembut pakaian. Lalu terakhir menekan beberapa tombol.

Selagi menunggu hingga selesai, Taehyung melamun di depan mesin cuci. Memikirkan apa yang ia alami tadi dan sebelum-sebelumnya.

"Kalo udah kayak gini jangan diterusin Tae. Iya kita emang gak tau kedepannya bakalan kayak gimana, tapi diliat dari sekarang lo sama aja nyakitin diri lo sendiri dengan tetep bertahan."

Entah kapan Taehyung mendapat saran itu dari Jimin. Namun yang jelas perkataan teman dekatnya itu kembali terngiang di dalam kepala.

Seharusnya ia mendengarkan apa yang Jimin bilang, setidaknya dengan melakukan itu rasa sakit Taehyung tak akan separah ini.

Taehyung sedari awal tahu, jika menjadi suami kedua bagi Jeongguk adalah opsi yang sangat bodoh. Namun ia tetap pura-pura buta dan tuli.

Lalu sekarang tersadar jika pada akhirnya Jeongguk akan tetap kembali pada rumah yang sesungguhnya.

Taehyung terkesiap saat merasakan pelukan dari belakang tubuhnya. Tangan penuh otot liat itu melingkar dipinggang ramping Taehyung. Sedangkan jemari berurat merambat dipangkal paha yang terbuka.

"Udah aku bilang, nikah dan ikut aku ke London aja. Kamu bebas mau ngelakuin apapun disana."

Kecupan ditelinga dan pipinya membuat ia menoleh ke samping. Tersenyum lembut saat mendengar logat Korea dari pacar bulenya yang terdengar lucu. Ia sangat bersyukur setidaknya ia punya orang yang rela belajar bahasa Korea untuk bisa lebih dekat dengannya.

"Kak Martin~ aku kan suruh kamu ngumpet, kenapa keluar hm?" Taehyung berbalik, lalu berjinjit agar bisa mencium pria yang lebih besar darinya.

"Nakal." Ucap Taehyung yang hanya dibalas tawa renyah dari vokalis band Coldplay tersebut.

-tamat-

Hehe
👁👅👁

Bonus

Bonus

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
NYELEWENG [KOOKV]Where stories live. Discover now