prolusio: viart farhanidar

1.6K 328 208
                                    

You drew memories in my mind,
I could never erase.
You painted colors in my heart,
I could never replace.

—perry poetry

prolusio: ego yang dikurangi demi kembalinya separuh hati

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

prolusio: ego yang dikurangi demi kembalinya separuh hati

*

NAMA lengkapnya Viart Farhanidar.

Orang-orang biasa memanggilnya hanya dengan nama depan yang tersemat yaitu Viart. Orang yang lebih dekat lagi tak jarang juga menyapanya dengan nama Vi, tapi jangan pernah berani-berani memanggil dirinya dengan sebutan Art tanpa embel-embel lain karena tak seperti namanya, Viart itu membenci seni.

Sejak Viart menginjak usia legalnya, Viart menyadari bahwa nama yang dimilikinya ini penuh tanda tidak pasti. Nama yang bisa dipakai baik perempuan maupun laki-laki, yang berarti kedua orang tuanya pun tidak ingin ambil pusing bila sewaktu-waktu bayi yang keluar dari ruang bersalin malah jenis kelaminnya melenceng dari perkiraan USG—hal yang sangat berkemungkinan terjadi.

Viart membenci hal-hal yang tidak pasti, namanya dan seni sudah cukup menjadi contoh dari beragam ketidakpastian yang acap menyertainya setiap hari.

Keduanya berkaitan satu sama lain. Nama Viart diberikan Ayah yang juga seorang seniman lawas tidak terkenal yang bisa-bisanya punya pengharapan suatu ketika Viart akan mengikuti jejak bermusiknya—tentunya Viart versi suksesnya, tanpa mengekori segala kegagalan yang meliputi nama Ayah yang masih selalu mengandai kalau lagu ciptaannya bisa disetel barang di radio lokal setidaknya sekali.

Ayah tidak seburuk itu. Malahan, Ayah masih tahu diri buat menafkahi keluarganya bagaimana pun cara mengais pundi-pundi rupiah hasil kerja serabutan sana-sini. Sifatnya hangat dan tenang, jarang marah apalagi memberikan bentakan tak berdasar bila emosinya sedang tidak karuan—Ayah anti berbuat begitu. Baik pada Mama, Viart, maupun pada Lena adiknya.

Kendati demikian, jika Viart diberi sebuah pertanyaan seputar dia kelak ingin menjadi seperti ayahnya atau tidak, Viart tidak akan pikir panjang untuk tegas menjawab tidak.

Menyaksikan Ayah menjalani kebodohan seiring merentanya usia—berhenti kerja dari suatu perusahaan milik negara yang gajinya sungguh menjamin hanya demi memfokuskan diri pada hal yang tadinya sebatas hobi. Ayah kerap berpikir bila suatu hari dia akan punya peluang dan peruntungan di dunia musik, namun bukankah pilihan yang telah dia jalani itu sangat konyol? Seolah remaja kelebihan hormon penuh kelabilan yang bisa seenaknya bertindak gegabah tanpa memikirkan kondisi keluarga. Viart beserta keluarga yang semula dapat makan pakai lauk daging dan ayam setiap harinya menjadi kian tak punya nafsu makan dengan lauk-pauk sederhana yang disajikan makin seadanya. Nyaris semua uang hasil jerih payah Ayah ludes dipakai sebagai pengeluaran percuma yang didedikasikan untuk karir yang tak ada cerah-cerahnya.

Afterglow | In RepairWhere stories live. Discover now