TUJUH

261 26 0
                                    

"Saya belum ke Inggris. Kelas dimulai baru pekan depan."

Minggu depan? Lalu ke mana Dimas selama ini? Kenapa dia pergi begitu cepat? Nena tidak mau berburuk sangka dulu.

"Oke, terima kasih."

"Kau pucat. Sakit?"

Nena menggeleng. Aku memang sedang tidak enak badan! Aku susah makan. Aku susah tidur. Aku susah BAB. Perutku sakit terus, apalagi bagian bawah. Aku lelah jam tidurku jadi berubah seperti kalong. Kadang kalau pub sedang ramai aku harus sampai siang di sini untuk bersih-bersih.

Namun gelengan Nena tidak sesuai dengan kenyataannya. Ia jatuh pingsan di depan Adrian. Tahu-tahu ketika bangun Adrian memberitahunya bahwa ia harus dikuret. Kandungannya tidak berkembang. Dan rahimnya harus dibersihkan.

"Aku kehilangan anakku..." desah Nena sedih. Meski ia tidak menghendaki kehamilan ini, tapi perasaan sedih itu timbul di hatinya. Buah cintaku dengan Dimas! Aku harus kehilangannya... Sama seperti aku harus kehilangan Dimas!

"Hardly to say that... Roh kan baru ada ketika usia kehamilanmu empat bulan," jawab Adrian santai. Lengannya dipukul keras oleh Nena. "Aw! Kenapa berlebihan, sih? Seharusnya kau bersyukur, kau diselamatkan dari petaka yang disebabkan Prawidjaja, tahu?!"

"Kenapa kau selalu menjatuhkan namanya? Kau toh tidak lebih baik dari dia. Kau saja sering nongkrong di pub!"

"Tentu saja, pub itu kan punyaku! Munafik namanya kalau aku tidak menikmati apa yang menjadi usahaku!" Adrian terkekeh.

"Bagaimana bisa orang muda sepertimu punya pub?"

"Bisa, itu kan punya ayahku. Nanti kalau aku sudah dipercaya pasti bisa jadi milikku." Lalu ia terdiam, memandang Nena cukup lama. "Lupakan dia. Dia lebih takut pada ayahnya daripada memperjuangkanmu."

"Bagaimana kau tahu?"

"Aku tahu orang seperti apa dia. Ayahku dan ayahnya adalah rival. Aku sudah kenal dia sejak kecil." Adrian menarik napas panjang. Betapa malangnya gadis di hadapannya ini.

"Lalu bagaimana denganmu? Kau takut juga pada ayahmu?"

"Kalau maksudmu kau bertanya apakah aku bisa bersamamu, jawabannya bisa. Orangtuaku tidak kolot seperti orangtua lain yang mementingkan bibit-bebet-bobot seseorang. Aku dan orangtuaku sudah lama tinggal di luar. Hal-hal semacam itu tidak terlalu penting."

"Kau tidak akan suka padaku setelah tahu siapa aku."

"Memangnya, kau siapa?"

"Ibuku bekerja di pub milikmu. Dia seorang pela..."

"Jangan katakan hal itu tentang ibumu."

Adrian tidak membiarkannya untuk menghina ibunya. Pria itu juga yang meminta ibunya tidak usah kembali ke pub. Ibunya protes tentu saja, namun begitu uang lima puluh juta berada di hadapannya, ibu Nena pergi meninggalkan keluarganya dan tidak tahu ke mana. Sejak itu Nena hanya tinggal berdua saja dengan ayahnya yang mabuk.

Ia harus tetap bekerja di pub itu untuk membayar pemulihannya. Ketika malam ia bersiap untuk meninggalkan rumahnya, Adrian berdiri di hadapan rumahnya.

"Menikahlah denganku," katanya seakan menawarinya kacang goreng. Gayanya begitu santai. "Tidak sekarang. Tapi sampai aku lulus dari Oxford, tinggallah di rumahku di Pondok Indah. Di sana tidak ada siapa-siapa. Ayah dan ibuku tinggal di Amerika. Dan di sana, kau bisa makan enak, tidur nyenyak, tidak pusing membayar kontrakan..."

"Kenapa kau mau melakukannya?" tanya Nena penasaran. Ya, kenapa? Kenapa pria kaya seperti dia mau menerima perempuan seperti Nena?

"Karena aku mencintaimu sejak aku melihatmu di pub," sahut Adrian polos. "Dan aku bukan Dimas yang bisa menyentuhmu sebelum kita diikat dalam tali pernikahan."

"Aku tidak perawan. Aku anak seorang pelacur. Ayahku penjudi. Kenapa?"

"Aku tidak berhak mengusik masa lalu istriku kelak. Siapapun tidak berhak melakukannya." Adrian mendekatinya. Ditangkupnya dagu perempuan itu dengan satu tangannya. "Aku tahu kau orang yang baik. Aku tahu aku tidak salah memberimu kesempatan untuk punya kehidupan yang lebih baik."

Dimas tidak kunjung memberi kabar. Setelah wisuda, Adrian melamar Nena yang sudah lama tinggal di rumahnya. Tiga bulan setelah lamaran mereka menikah. Orangtua Adrian yang memang menganut hidup kebarat-baratan pun ikut merayakan pernikahan itu tanpa peduli siapa Nena. Ayah Nena turut datang dan tak pernah muncul lagi sejak Adrian memberikannya uang untuk tidak usah berhubungan dengan Nena.

Bukan ia ingin melepaskan tali hubungan darah ayah dan anak. Hanya saja ayah Nena hanya datang untuk menyusahkan anaknya. Nena pun tidak keberatan dengan syarat ia masih bisa bertemu dengan ayahnya walaupun sekali-dua kali dalam hidupnya, yang tidak pernah terjadi karena Nena sudah pusing duluan sebelum mengajak ayahnya bertemu. Karena ayahnya pasti UUD. Ujung-ujungnya duit!

Siapa Pemilk Hatimu? (prequel Jangan Lukai Hatiku Lagi)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ