LIMA

221 29 0
                                    

Ketika Dimas berangkat ke Inggris untuk melanjutkan studinya, ayah Dimas datang ke rumah keluarga Nena yang berada di Kampung Bali. Rumah yang seukuran enam puluh meter persegi itu sama besarnya dengan ukuran kamar mandi rumah keluarga Prawidjaja. Bukan tanpa alasan ayah Dimas menghampiri perempuan itu.

"Kau dan keluargamu hanya benalu bagi Dimas. Kau pikir saya tidak tahu dari mana kau punya uang selama ini?" Tanpa basa-basi ayah Dimas langsung mengomelinya di depan pintu rumah. "Kau jadi perempuan tahu malu sedikit, dong! Perempuan seharusnya punya harga diri. Sekolah. Punya pekerjaan. Bukan jual diri!"

Nena yang masih berusia delapan belas tahun hanya menatapnya dengan bingung. "Apa maksud Bapak? Kenapa Bapak bilang saya benalu?"

"Dimas sampai jual mobilnya hanya untuk membiayai keluargamu! Ke mana uangnya? Ah, saya tahu. Uang itu kau berikan untuk ayahmu yang suka judi itu, kan? Kau dan ibumu sama saja! Sama-sama jual diri hanya untuk harta! Tidak tahu malu!"

"Pak, maaf, saya sedang sedih karena Dimas pergi jauh. Kalau Bapak datang ke sini hanya untuk memarahi saya, silakan. Tapi tidak sekarang. Saya minta pengertian..."

"Tidak ada pengertian! Kau jauhi Dimas dan jangan pernah kembali ke kehidupannya!" Ayah Dimas memberi sinyal melalui gerakari n tangan pada sopir yang menunggunya tak jauh dari rumah Nena. Sopir itu menghampirinya dan memayunginya sampai mobil.

Nena melihat kepergian ayah Dimas dengan hati ketir. Bukan dia yang meminta uang pada Dimas. Dimas-lah yang memaksanya untuk menerima uang itu karena Dimas kasihan pada kondisi kehidupan Nena yang susah.

"Aku akan pergi lama, dan aku tak mau kau tidak bisa makan hanya karena aku pergi," kata Dimas sebelum ia pamit dari rumahnya kemarin. "Lihatlah dirimu, Nena. Begitu kurus. Aku tidak mau kau mati sebelum aku pulang dari Oxford."

"Berapa lama kau di sana?"

"Doakan saja aku cepat pulang dan melamarmu." Dimas tidak jadi pamit. Dia mencium Nena, dan membawa Nena ke rumah perempuan itu. Rumah sempit dan kumuh itu menjadi saksi percintaan mereka.

Mereka melewati batas.

Dua minggu setelah Dimas pergi, hidup Nena semakin menyedihkan. Dia hamil. Dan dia tidak punya siapa-siapa. Ayahnya sibuk berjudi dengan uang yang diberi Dimas. Ibunya tidak pernah pulang sibuk menjual diri di pub. Tidak ada tempat untuknya bekerja karena ia hanyalah lulusan SMA. Satu-satunya tempat untuk bekerja adalah pub di mana ibunya menghabiskan malam bersama orang-orang yang menikmati tubuhnya. Pub khusus pelanggan berduit tinggi!

Awalnya dia hanya mengepel. Mencuci gelas. Lalu menjadi pengantar minuman. Kemudian ia mendengar suatu perbincangan anak muda yang sedang menikmati bir di sana. Salah satu anak muda itu menatapnya terus hingga ia bertanya adakah yang ia butuhkan.

"Siapa namamu?" tanya anak muda itu.

"Nena."

"Kenalkan, namaku Adrian," anak muda itu mengulurkan tangannya. Nena menyambut uluran tangannya dengan kaku. "Kau masih muda, sama sepertiku. Berapa usiamu?"

"Delapan belas."

"Kuliah?"

"Tidak, kerja di sini saja."

Adrian menatapnya dengan kagum. "Masih muda, sudah berjuang dengan dunia malam. Apa kau tidak takut dengan lelaki hidung belang di sini?"

Siapa Pemilk Hatimu? (prequel Jangan Lukai Hatiku Lagi)Where stories live. Discover now