[9-3] Anomali Rasa

Começar do início
                                    

“Kamu sakit? Tumben banget cuti,” tutur Pak Bos.

Saya ngasih gelengan sekaligus menyilangkan kedua tangan depan dada. “Enggak. Cuma ada janji sama kenalan. Udah sebulan ini saya bantuin dia nerjemahin berkas atau sekadar jadi temen diskusi.”

“Cewek?” tanyanya kepo.

Lagi-lagi saya ngangguk.

“Pantes.”

“Anaknya pinter cuma suka malu-malu. Saya ngasih rekomendasi ke dia supaya ngirim tulisannya ke sini. Untuk ukuran freelance writer dan nggak ada dasar jurnalistik sama sekali, artikel yang dia buat bagus banget. Saya nggak ngomong gini sebagai Juan yang suka sama dia, tapi sebagai jurnalis yang menikmati tulisan ciamik dari bibit muda kritis dan analitis,” terang saya secara profesional. Nggak peduli sesuka apapun saya sama Rumi, kalau di tempat kerja saja harus tetap profesional.

Sambil ngurut kening, Bos nyahut, “Agak disayangkan sih karena kamu nggak bisa ikut. Meskipun ada untungnya juga buat mereka karena nggak bakal dicecar sama pertanyaan kayak di kementerian sebelah. Ya udah, sukses ya, semoga berhasil.”

“Berhasil apa?” tanya saya kedengaran kayak orang bego. Emang kalau udah menyangkut romansa otak ini suka mendadak mandeg.

“Berhasil jadi pacar,” jawab Bos tenang. Dia balik lagi duduk di kursinya, ngebuka dokumen di atas meja.

“Dia baru 21 tahun, masih kuliah.”

“Saya dan istri beda sepuluh tahun. Hubungan dengan gap year agak jauh itu sah-sah aja kalau dilakukan sesama orang dewasa. Kalau 21 tahun, artinya udah dewasa. Lagian dia juga nggak akan mungkin ngelanjutin korespondensi sama kamu kalau nggak ada rasa tertarik sama sekali. Lagian ya, siapa yang nggak tertarik sama laki-laki muda, brilian, ganteng, pinter, dan kompeten kayak kamu? Kolegamu juga banyak yang suka, cuma keburu tertolak sama sikap cuek dan nggak peka itu,” terangnya panjang lebar.

Kata-kata itu sedikit menohok. Mungkin memang benar, saya terlalu cuek, sinis, dan nggak peka. Siapa juga yang tahan berlama-lama sama orang dengan perangai kayak gini? Bahkan saya kaget sama fakta kalau Rumi selalu baik-baik aja meskipun harus mendengar banyak celoteh julid dari pria seperempat abad ini. Bahkan, alih-alih bosen, tiap kali ketemu meskipun cuma seminggu dua kali, dia selalu pasang telinga dan perhatian buat ngedengerin ocehan saya terkait pekerjaan. Saya nggak terlalu sering menceritakan hal personal karena takut nggak sesuai sama selera dia. Bahkan selama dua bulan kenal sama Rumi, saya bakal menyesuaikan obrolan sama hal yang dia suka aja. Karena itu juga saya mendadak tahu banyak anime karena dia penggemar serial animasi Jepang. Saya suka tiap detik  yang dihabiskan bareng Rumi.

“Kalau saya ajak dia pacaran padahal baru kenal dua bulan, aneh nggak ya?”

Lagi-lagi pertanyaan konyol kembali terucap. Saya sampai nepuk pipi sebelum ngusap rambut karena ngerasa malu. Untung di ruang pimpinan cuma ada kami berdua.

“Lah ya nggak tahu, saya bahkan nggak tahu cewek yang kamu deketin. Kenapa nanya sama saya?”

“Barangkali ada saran. Tapi nggak perlu, saya udah tahu jawabannya,” kata saya percaya diri. Memang betul jawabannya sudah ada di kepala.

“Yakin nih nggak butuh saran?” ada sesuatu yang menyebalkan dari caranya nawarin saran—seolah lagi nguji kesabaran lewat lirikan mata menggoda orang yang dimabuk cinta.

Berhubung saya udah sangat sering dihadapkan sama situasi yang menuntut banyak kesabaran, kayak rapat bareng dedengkot pemerintah atau penanam modal yang suka menindas, jadi godaan itu nggak cukup untuk ngebuat saya kesal. Lagian ada hal yang harus saya urusi sekarang—harus ngebuka draft artikel dan nulis surel biat Rumi. Karena itu saya milih mundur dan keluar dari ruangan ini.

“Saya balik ke Bandung sore ini ya. Titip salam buat Humas Kemenkumham. Bilangin juga kalau nanti saya bakal buatin artikel ciamik yang bikin mereka terpekik lagi.”

—To Be Continued—

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

To Be Continued

I wish I have more time to stay in touch with you all. Need to finish my tasks first so I can chill here. Ahaha

Thank you for coming. I love you~
💜💕❣💘💙❤💚🍑🌹

The Thing Between UsOnde histórias criam vida. Descubra agora