🦋Berat= 8🦋

18 15 0
                                    


Azka terlihat tidak tenang. Dia menggaruk kepalanya, lalu melirik ke kanan dan kiri. Sekarang dia melirik jam di pergelangan tangannya untuk kesekian kalinya.

Arlanta paham kalau temannya itu sedang menyembunyikan sesuatu, dia sudah lama berteman dengan Azka. Tentu saja dia tahu kapan Azka jujur atau menyembunyikan sesuatu, dia tidak pandai berbohong.

"Mungkin dibiarkan saja dulu. Pasti dia ada alasan kenapa tidak ingin ngasih tahu yang sebenarnya. Yah, bagus juga sih kalau ada cewek yang berhasil menaklukan hatinya dia. Kasihan, udah karatan jadi jomlo." Batin Arlanta sembari menepuk bahu Azka membuatnya bingung.

Keningnya berkerut, dia berhenti bertindak aneh-aneh dan berdiri tegap menatap Arlanta untuk sekian detik, mempertanyakan arti dari tepukan di bahunya itu.

"Lo harusnya paham kalau lo nggak bakat bohong. Sok diem segala, ngasih tahu aja lagi, bro. Kita juga temenan udah bukan satu atau dua hari, udah lama. Gue ngerti  isi otak lo apaan!"

Azka nyengir lalu tertawa pelan. "Lo emang paling bisa deh tahu kapan gue bener sama eror. Kapan gue berniat bohong, lo ahlinya. Parah, takut gue," ujarnya sambil pura-pura menutupi wajahnya dengan kedua tangan.

"Ah elah, bawa santai aja. Gue juga tahu karena kita keseringan main bareng. Lo lupa apa kita dulu sempet tetanggaan, sebelum lo pindah sekolah. Yah, untung udah balik lagi ke kota ini. Cuman lo pake jual rumah lo segala sih. Jadi nggak tetanggaan lagi kan kita."

Azka mengangguk pelan, dia melirik jam tangannya sekali lagi lalu melangkah perlahan.

"Cuman berkat itu gue bisa tahu soal bidadari tadi. Jadi, gue untung." Batin Azka.

Azka membiarkan Arlanta mengoceh sendiri, sementara pikirannya kembali ke momen hari itu. Azka sedang bernostalgia melihat rumahnya dulu, niatnya ingin mampir ke rumah Arlanta. Namun, dia malah dikejar oleh hewan peliharaan berkaki empat yang wajahnya terlihat seram. 

Hewan itu terus menggonggong dan mengejarnya. Dia berlari sekuat tenaga, hingga ada teriakan keras terdengar. Begitu suara gonggongan itu tidak terdengar, dia mulai memelankan laju larinya dan memberanikan diri untuk menoleh ke belakang. 

Saat itu dia terpesona dengan orang yang berada di samping hewan itu. Seorang cewek dengan rambut bergelombang berwarna cokelat sedang berjongkok dan memasangkan tali di leher hewan itu. Mungkin biar hewan itu tidak kabur lagi dan berulah dengan mengejar orang yang tidak bersalah.

Cewek dengan rambut berwarna cokelat itu kembali berdiri dan mendekat ke arah Azka. Dia berhenti beberapa meter dari Azka, lalu mengelus kepala hewan itu pelan.

"Hei, maaf ya tadi anjing gue malah ngejar lo. Lo sempet digigit?" tanya cewek itu memastikan.

Azka sempat terpesona oleh daya tarik cewek itu, sebelum gonggongan itu menyadarkannya dari lamunan panjangnya itu. Azka menatap cewek itu dengan tatapan kosong lalu dia menyadari sesuatu, seragam sekolah cewek itu. Dia mengenal seragam itu.

"Gue? Oh, gue baik-baik aja kok. Tenang."

"Oke, syukur deh kalo lo baik-baik aja. Gue pamit dulu ya. Hati-hati lo."

"Bentar," pintanya pelan, dia berhenti melangkah dan kembali menatap Azka dengan heran.

"Kita satu sekolah kayaknya. Gue kenal seragam itu."

Cewek itu langsung tersenyum lalu mengangguk lagi. "Wah, nama lo siapa? Lo kelas berapa?"

"Gue kelas 11, nama gue Azka."

"Gue juga kelas 11, nama gue Ruminten. Lo bisa manggil gue dengan sebutan apa aja, bebas. Asal--"

Ruminten sengaja menggantungkan ucapannya, kebiasaannya ketika berkenalan dengan orang lain. Cewek ini tipikal cewek yang usil dan berbuat sesuka hatinya.

Namun, dia berusaha memberikan yang terbaik sebab dia paham rasanya hidup dalam penyesalan. Dia tidak ingin terlalu serius dalam menjalankan sesuatu, tidak juga terlalu banyak bercanda. Ada baiknya semua berjalan sesuai porsinya.

"Asal apaan?" Akhirnya yang ditunggu Ruminten pun tiba. Dia menunggu ada pertanyaan balik dari lawan bicaranya kepada dia. Dalam hatinya Ruminten bersorak senang. Targetnya tercapai, dia cukup puas hari ini.

"Asal jangan panggil sayang. Gue belum open order soalnya," goda Ruminten sambil tertawa. Apalagi melihat ekspresi Azka yang syok, bibir melongo membentuk huruf o sempurna, lalu wajah yang memerah. 

"Ada-ada aja nih lo. Ratu gombal ya lo?"

"Bukan, gue ratu di hati lo," goda Ruminten sekali lagi.

Dia tipe orang yang suka dengan sistem SKSD alias sok kenal sok dekat. Lagipula, kalau memang orang itu risih, dia bisa menjauh saja. Kalau orang itu satu frekuensi dengan dirinya, maka ini bonus dan nambah temannya. Lagipula selama tidak merugikan dirinya, maka tidak ada masalahnya. Dia tidak peduli dibicarakan di belakang kalau dia seperti ini dan itu. Selagi orang yang disayanginya tetap percaya padanya dan menyayanginya, maka semua sudah lebih dari cukup.

"Tahu deh. Lo mah gitu. Gue cabut dulu deh." Azka langsung melangkah ke arah Ruminten. Namun, langkahnya terhenti begitu mendengar gonggongan itu kembali terdengar. Dia menatap heewan itu dengan tatapan terkejut.

Ruminten paham dengan apa yang terjadi. Hal ini sering terjadi sebelumnya, hewan peliharaannya memang sama kayak dirinya, suka berkenalan dengan orang lain. Hanya saja tidak semua orang berani dengan hewan ini.

"Lo ngapain jalan ke arah gue?"

"Oh bukan. Gue tadi mau ke rumah di sana. Cuman gue jalan-jalan aja ke sudut jalan. Eh, malah apes dikejar hewan lo."

Ruminten mengangguk paham lalu mengacungkan jempolnya.

"Oke kalau gitu. Gue cabut dulu ya," pamit Ruminten seraya menarik tali hewan peliharaannya yang masih setia menatap dengan tatapan horor ke arahnya. Melihat punggung mungil itu terus menjauh membuatnya tersenyum lagi. Sosok yang menyenangkan, begitu pikirnya.

Azka tersenyum lalu menggaruk kepalanya lagi. Wajahnya sudah memerah, senyuman lebarnya terlihat manis di wajah ovalnya. Ditambah lagi dengan lesung pipit yang menambah pesona cowok itu.

"Semoga kita bertemu lagi, cantik."

Sejak itu pertemuan selanjutnya terjadi tanpa adanya rekayasa. Membuat mereka menjadi dekat dan semakin dekat.  Cewek itu sudah terlalu sering bermuram duja, begitu ungkapnya kepada orang lain. Azka sering mendapati sendiri kalau Ruminten lebih sering duduk sendirian, baik di kelas maupun di kantin. Namun, saat dia mau mendekatinya selalu saja keduluan oleh Arlanta. 

Semuanya semakin membingungkan. Namun, bodohnya dia masih saja mempertahankan perasaan aneh itu. Perasaan aneh yang bertumbuh dan diketahuinya sebagai perasaan suka. 

Mengingat awal pertemuan mereka mampu membuat mood Azka kembali baik. Kalau pasien membutuhkan obat untuk sembuh, maka Azka butuh Ruminten untuk melangkah ke masa depan, menuju disahkan menjadi sepasang suami isteri.

Momen yang sangat membahagiakan ketika dia berhasil membuat Ruminten tertawa atau tersenyum. Entahlah, Azka terlalu berpikir kejauhan, padahal jadian saja belum tentu terjadi.

Yah, kalau jodoh pasti nggak akan kemana, kan?

-Bersambung- 

Jumlah kata : 1028

First Love  (TAMAT)Where stories live. Discover now