Part 22

759 88 9
                                    

Happy reading 😊

Bau obat-obatan masuk ke dalam indra penciuman Akira, saat perlahan kesadarannya mulai terkumpul. Matanya sangat berat untuk terbuka, membuat Akira harus menunggu sedikit lebih lama untuk mengumpulkan tenaga.

Beberapa saat setelahnya, barulah mata Akira secara perlahan terbuka. Netra hitamnya tampak memindai ruangan di sekelilingnya. Ia ingat, ini adalah salah satu ruangan di fasilitas kesehatan mansion keluarga Czaren.

"Akira," panggil Marvin, saat ia tahu kalau istrinya sudah sadar dari pingsannya.

Telapak tangan Akira menghangat, itu berasal dari genggaman tangan Marvin yang mengerat. Akira tidak menyadari kalau Marvin sedari tadi berada di sisinya.

Dengan lembut Marvin mengusap kepala Akira, wajahnya menampakkan ekspresi sangat lega. "Aku sangat khawatir, kamu baik-baik saja kan?" Marvin mengecup kening Akira, lalu memegang kedua sisi pipinya.

"Perutku sakit," Akira berucap dengan sangat lirih.

Ekspresi lega Marvin seketika luntur, berganti menjadi kepanikan luar biasa. "Tunggu sebentar sayang, aku akan memanggil dokter." Marvin berjalan cepat kearah pintu.

Dengan sangat jelas Akira mendengar suaminya memanggil seseorang dengan suara baritonnya.

Tak lama, terdengar suara derap langkah kaki mendekat kearahnya, tanpa di tebak Akira tahu kalau itu adalah sosok dokter yang dipanggil Marvin.

Dengan ekspresi datar, Akira memandangi dokter paruh baya itu yang tengah melakukan pemeriksaan padanya. Begitupun Marvin yang tidak kalah serius menonton pemeriksaan sang istri, tangannya sedari tadi tidak ia lepaskan dari menggenggam tangan Akira.

"Apa Nyonya punya keluhan lain selain sakit perut?" Tanya pria paruh baya itu dengan suara kebapakan yang mampu membuat siapapun merasa nyaman.

Akira mengangguk. "Kepalaku terasa pusing, dan mudah lelah akhir-akhir ini."

Dokter itu mengangguk pelan dan bertanya beberapa pertanyaan lain, setelahnya barulah ia memberikan penanganan pada Akira, membuat keadaannya berangsur membaik.

Akira bisa merasakan kalau sakit pada perutnya sudah berangsur mereda, namun justru sekarang rasa kantuk mulai menyerangnya. Ini sepertinya efek samping dari obat yang diberikan oleh dokter itu.

"Aku mengantuk," Akira berucap lirih.

Marvin mengelus kening Akira. "Tidurlah, aku akan selalu berada di sisimu," ucap Marvin dengan senyum hangatnya.

Akira mengangguk pelan. Tak lama mata Akira terpejam, diiringi dengan nafasnya yang mulai naik turun, tanda kalau ia sudah mulai mengarungi alam mimpi.

"Tuan Marvin," panggilan dokter itu mengalihkan atensi Marvin dari menatap wajah Akira.

"Iya ada apa? Apa sakit istriku parah?" Wajah Marvin yang diliputi kekhawatiran tak bisa ia tutupi.

"Ini masih terlalu dini untuk menarik kesimpulan, saya masih harus melakukan uji laboratorium pada Nyonya. Satu yang bisa saya informasikan, keadaan Nyonya tidak bisa di bilang baik-baik saja," ucapan dokter itu membuat Marvin kembali memberikan atensinya pada Akira, wajahnya kembali diliputi kekhawatiran

"Lakukan secepatnya, aku ingin tahu istriku sakit apa." Marvin mengusap lembut kepala Akira.

Dokter itu mengangguk, ia lantas undur diri untuk menyiapkan semuanya.

Perlengkapan yang memadai di fasilitas kesehatan itu, membuat dokter itu tak membutuhkan waktu lama untuk melakukan uji laboratorium. Hingga beberapa saat setelahnya, hasil uji laboratorium Akira berhasil di dapatkan.

Weird GirlOù les histoires vivent. Découvrez maintenant