(1).Sebenarnya Diinginkan Atau Tidak?

92 11 0
                                    

Bagas POV

Buku ini menceritakan tentang aku. Pemuda yang lahir 18 tahun yang lalu, Bagaskara Herjuno Pambudi.

Diusia yang sudah memasuki kata dewasa ini, masih banyak hal yang tak ku pahami.

Salah satunya, sebenarnya aku ini diinginkan atau tidak sih?
Banyak orang mengatakan aku ini anak pembawa sial. Sudah sejak dulu ku dengar mereka memanggilku dengan panggilan tak mengenakan itu.  Ditambah dengan  'si bodoh', 'si miskin', 'anak haram', 'tidak punya ibu', dan lain sebagainya. Cukup menyakitkan memang namun sayangnya yang mereka katakan itu tidak sepenuhnya salah. Lagi-lagi hal itu mampu membuat rasa percayaku pada ayah goyah seiring berjalannya waktu. Tapi sekali lagi aku mencoba percaya pada orang yang Tuhan percaya untuk menjadi tameng ku di dunia fana ini.
Dan ia selalu meyakinkan aku jika kehadiran ku di dunia ini sangat membuatnya bahagia hingga ia akan melakukan apapun demi kebahagiaanku.

Sering kali aku merenung memikirkan apa kesalahanku di masa lalu hingga aku terlahir seperti ini. Terlahir untuk menerima banyak sekali hujatan dari sekitarku. Namun ayahku selalu berkata "ini yang terbaik untuk Bagas, Tuhan sudah menciptakan skenario kehidupan yang nantinya membungkam mulut orang-orang yang menghina kamu." dan ya, ucapan itu cukup untuk mengembalikan rasa percaya diriku dan menjadi pegangan ku hingga saat ini.

Segala tekanan yang ku dapat dari sekitarku berhasil menjadikanku anak yang cukup tertutup dan sulit memiliki teman dekat. Namun Tuhan masih berbaik hati mengirimkan orang-orang baik untuk menjadi sahabat dan juga pendukung ku disaat aku sedang terpuruk.

Tak banyak memang, hanya beberapa. Itupun sempat lost contact dan membuatku kembali tak memiliki teman dekat. Namun tak apa, aku kembali memiliki mereka sekarang.

Hei bukankan tadi aku membicarakan tentang aku ini diinginkan atau tidak. Astaga aku jadi curhat seperti ini, hahaha. Kembali ke topik awal.

Ayah memang sering kali bilang padaku, ayah benar-benar menginginkan ku tapi tidak dengan ibu. Mungkin saja itu menjadi alasan kenapa aku tidak pernah bertemu dengan orang yang melahirkan ku ke dunia ini. Yah sudah ku temukan satu jawaban jika yang menginginkan ku hanya ayah. Tapi aku masih ingin memperjelas semua ini. Aku ingin sekali bertemu dengan ibu dan menanyakan sesuatu. Namun hingga sekarang aku tak pernah tau wanita itu ada dimana. Aku sudah terlalu lelah bertanya pada ayah tentang keberadaan ibu.

Bagas POV End

Pemuda 18 tahun itu menghela nafasnya lelah. Sudah cukup lama ia duduk diatas atap gedung kosong ini sembari menatap langit senja yang kini menjadi gelap.

Berulang kali terdengar helaan nafas yang cukup berat dari pemuda itu. Entah apa yang menjadi bebannya selama ini, namun sepertinya itu cukup berat jika dilihat dari sorot matanya.

Tak lama setelah itu pemuda tersebut tampak mengambil handphone dari saku jaket miliknya sesaat setelah benda persegi panjang itu berbunyi.
Oh ternyata chat dari ayahnya yang masuk.

Ayah
Bagas, ayo pulang. Dirumah sudah ada Rendy dan Juan yang menunggu kamu.

Anda
Iya ayah, sebentar lagi Bagas pulang. Ayah mau titip sesuatu?

Ayah
Ayah cuma mau titip pesan. Kamu pulangnya hati-hati, jangan sampai kenapa-kenapa.

Anda
Siap ayah. Ayah tenang aja hehe

Jemari lentik Bagas dengan lihai membaca pesan dari sang ayah. Kata-kata sederhana dari pembimbing hidupnya itu sangat cukup untuk mengembalikan mood nya menjadi lebih baik dari sebelumnya. Katakan saja ia berlebihan, hanya karena kalimat sepele seperti itu sudah membuat dirinya senang. Namun kebahagiaan Bagas memang sesederhana itu. Terlalu banyak rasa sakit yang ia terima dari orang banyak hingga ia hanya mendapat sedikit kebahagiaan. Maka dari itu, kepedulian sekecil apapun dari sang ayah dapat membuatnya senang.

Bagaskara || Lee HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang