MAGANTARA- 04 NAME TAG

Start from the beginning
                                    

“Itu mah dua syarat!”




***




Naka masih mencak-mencak melihat kelakuan ayahnya, cuti tiga bulan konon. Apa gak rugi rumah sakit punya dokter kayak dia? Naka gak habis pikir, mau kabur dari rumah tapi dari kecil dia udah nemplok banget sama Banu. Kayak cicak ke tembok, ibaratnya itu.


Citt~


Punggungnya otomatis menyentuh permukaan jok mobil saat tiba-tiba taksi yang di tumpangi berhenti mendadak, kakek-kakek yang mengendarai menoleh dari kursi pengemudi.

“Sepertinya ada masalah sama mesinnya, neng. Sebentar saya cek dulu.”

Naka hampir menjerit tertahan, bahkan hari ini orang-orang di sekitarnya juga ikut nyebelin. Niat hati lagi ngambek gak mau satu mobil sama Banu, eh! Mobil yang dia naiki malah mogok.

“Gimana, Kek? Mesinnya rusak?” Tanya Naka, ikut keluar.

“Radiatornya, panas.”

Naka gak tahu radiator itu bagian mananya mobil, wong dia saja gak tahu cara pakainya. Tapi dia tetap ngangguk. Di lihat-lihat sekitar sini jauh dari rumah penduduk, apalagi bengkel.

Kalo semisal langsung telpon ayahnya pasti masalah sudah beres, Naka di jemput dan bisa leha-leha di rumah. Masalahnya, dia gengsi.

Tadi di tawari pulang bareng sok-sokan nolak, terus sekarang tiba-tiba nelpon suruh jemput.

“Neng mau tunggu sampai mobilnya di benerin atau langsung pulang? Tapi orang bengkel langganan saya lagi ke sini.”

“Lama gak, Kek?”

“Lumayan, neng. Tempatnya jauh,”

Lama berdebat dengan hati dan logika, Naka mengesampingkan gengsi, toh! Dia sudah biasa malu-maluin.

Dering pertama sampai ke tiga, ponsel ayahnya masih sibuk menerima panggilan lain. Bunyi operator terus memenuhi gendang telinga, satu menit kemudian, bahunya meluluh. Sepertinya dia sedang mengalami fase di mana karma di bayar Sekarang.

Tinn

Naka menyipit menghalau cahaya lampu yang menyorot langsung ke mata, mobil sedan warna putih tiba-tiba berhenti tepat di belakang mobil si kakek.

Entah kenapa sudut bibirnya tertarik ke atas, mencoba berpikir positif. Tangannya perlahan mulai melambai,  berpikir positif, mungkin saja Banu sengaja mengikuti karena tidak tega melihatnya pulang larut.


Sayangnya orang yang di harapkan tidak seperti di dalam pikirannya, sosok tinggi itu berjalan mendekat. Bukan ayahnya, tapi Artama.

“Syukur gue gak salah orang,” katanya terdengar tulus.

Boleh Naka mengartikan kalau Artama memang datang untuknya, bukan sekedar ingin membantu orang nelangsa plus melas sepertinya, kan?

“Bentar,”

Naka tersadar, kenapa jadi halu? Di berdehem mengibas permukaan wajahnya yang memanas. Kodratnya jadi perempuan, Naka selalu salah mengartikan kebaikan seseorang, sialnya baru kali ini dia GeEr ke cowok.

Mengedarkan pandangan, iris matanya jatuh ke Tama yang sibuk membuka bagasi mobil, laki-laki itu kini berlari kecil ke arah mobilnya, mengambil dua botol air mineral dan kembali lagi ke sisi si kakek.

“Di coba Kek, nyalain.”

Naka gak tahu apa yang keduanya lakukan, tapi setelah Tama tuang air ke mesinnya dia tiba-tiba berkata seperti itu. Tak berselang lama, suara derum mobil pun terdengar. Naka baru tahu ternyata mobil juga butuh minum.

“Benar, radiatornya panas, Makasih ya Mas. Temennya si neng, kan?”

Mengangguk, Tama sempat melirik Naka. “Sama-sama, ini buat ongkos taksi. Kalo gitu saya duluan pamit, Kek. Hati-hati, assalamualaikum.”

Naka tersenyum tipis, dia lihat Lima lembar uang ratusan ribu keluar dari dompet tebal Tama, gak heran. Justru kalo cuma dua ratus dia mau protes. Lama berdiri, tangannya di tarik ke sisi mobil, Tama membuka pintu lalu mendudukkannya di sana.

Setelah memastikannya duduk tenang, tama langsung membuka pintu sebelah, menyalakan mobil dan berkendara dalam keadaan hening.

Naka bingung harus memulai pembicaraan dari mana, dia masih asing dengan sosok Artama.

“Makasih,”

“Lo gak papa?”

Sial! Kenapa harus barengan?

“Gue baik, thanks. Mungkin kalo Lo gak lewat gue udah bentol-bentol di gigit nyamuk.” Naka senyum tipis, dia jujur soal nyamuk.

Tama terkekeh, mengangguk.

Naka mengernyit. “Udah pernah ke rumah Ayah, Tah? Lo kayak udah hapal jalannya.”

Dagu Tama menunjuk ponsel di atas dashboard, menampilkan aplikasi google map sesuai alamat yang Ayah nya sebut tadi. “Niat awal gue mau ke rumah Om Banu, ketemu Lo buat kembaliin name tag yang ketinggalan di kantor kemarin.”







***





MAGANTARAWhere stories live. Discover now