07. Mbak Kun kun

268 31 7
                                    

Happy reading~

"Gemoy! Lu dipanggil buk Lily." Panggil seseorang didepan pintu kelas. Dia Keyla, sekretaris dikelas 10 IPS. Si manis yang kalo senyum suka kelihatan gigi ginsulnya. Setiap hari wajib berpakaian rapi, hanya memoles wajah dengan makeup yang tipis saja agar tidak terlihat pucat dan rambut selalu diikat kalo nggak diikat suka gerah katanya dan juga jadi kelihatan nggak rapi.

"Ngapain?"

"Mana gue tau moy." Jawabnya dengan mengangkat kedua bahunya dengan acuh. Dia mana tau Bu Lily manggil Gipta untuk apa, dia hanya menyampaikan amanah saja untuk segera memanggil Gipta untuk menemui guru kesayangannya para siswa disini.

Gipta mengerutkan keningnya, tunggu sebentar sepertinya ada yang salah dengan pendengaran nya tadi. "Eh lu panggil gue apa tadi?"

"Moy gemoy, mang kenapa?"

"Jangan panggil gue gemoy njir!" Teriak Gipta tidak terima. Seenaknya aja dia dipanggil gemoy udah dandan manly kek gini dipanggil gemoy, jatuh sudah harga dirinya sebagai cowok cool.

"Lah, emang salah kalo gue manggil lu gemoy?" Keyla berjalan menuju tempat duduknya. Omong-omong tempat duduknya berada disebelah tempat duduk gipta.

"Ya, salahlah gue kan cowok!"

"Kan emang kenyataannya lu gemoy, GIPTA." Ucapnya dengan menekankan kata Gipta di akhir.

"Pokoknya jangan panggil gue gemoy!"

"Seterah gue lah mulut-mulut gue."

"Ckk, gue tandain lubang hidung lu!" Jari telunjuknya menunjuk ke arah Keyla, sedangkan Keyla memutar matanya dengan malas.

"Si gipta emang gitu key, kagak nyadar mukanya itu menggemoy sekali. Apalagi pipinya, cubit-able bat dah." Sahut sang bendahara yang sedari tadi hanya melihat adu bacot antara mereka berdua. Ia berjalan kearah Keyla saat setelah melihat Gipta melangkahkan kaki meninggalkan kelas. Kagak berani dia ngomong pas ada orangnya, ngamok dia ntar dijungkir baliknya ini kelas.

Saat Gipta berjalan di koridor tiba-tiba saja ada yang menahan tangannya dan otomatis langkahnya terhenti. Hampir saja ia tidak terpeleset tiba-tiba ditarik seperti itu.

"Kenapa bang?" Tanya Gipta saat tau siapa yang menahan tangannya. Ia memandangi Iyan dari atas sampai kebawah, lalu menggelengkan kepala seraya berdecak kagum. Penampilan Iyan saat ini sungguh tidak mencerminkan seorang siswa pada umumnya, rambut berantakan, baju dikeluarkan, tali sepatu tidak diikat, dasi yang semestinya di ikat dileher malah terlihat dililitkan dipergelangan tangan Iyan sebelah kanan. Nanti dilihat pak gentong pasti habis nih orang, pikir Gipta.

Sungguh ananda Gipta ini tidak berkaca padahal penampilan dia lebih urakan lagi, tapi entah kenapa pagi hari ini agak terjaga penampilan nya, tapi tidak tau kalau sudah masuk jam istirahat nanti.

Tolong belikan Gipta kaca teman-teman!

"Kenapa lo ngeliatin gue kek gitu banget?"

"Lu bang pagi-pagi udah nggak rapi aja tuh baju."

"Terserah gue lah lagian rapi nggak rapi baju gue, muka gue tetep ganteng kok."

"Idih pede bener!" Gipta memandang Iyan dengan ekspresi julidnya. Ekspresi yang tak pernah ketinggalan jika ada hal-hal yang tidak enak didengar oleh telinga nya.

Tak lama kemudian Iyan menepuk jidatnya, lalu dipandang heran oleh Gipta, perasaan gaada nyamuk loh.

"Tuhkan gara-gara lu nih gue lupa mau ngomong apa."

"Kok salah gue sih bang, lu aja yang pikun."

"Nih orang baru kenal, tapi berasa udah kenal lama banget njir." Gipta membatin tak percaya jika tiba-tiba disalahkan.

Friends||ENHYPENWhere stories live. Discover now