Tujuh Belas

395 36 9
                                    

Untuk 18 +
Cermatlah memilih bacaan novel.

"De ..., kamu kesini? Duh maaf banget yah ..., ini pasti gara-gara Kakak makannya de sampe nyamperin ke sini," ka Irham mengecup keningku dan memeluknya singkat. "Tadi tiba-tiba aja ada meeting mendadak. Hp Kakak juga low, makannya sulit di hubungi. Udah makan belum? Biar Kakak siapkan yah!"

Aku tersenyum saat melihat suamiku bicara tanpa henti. Berharap semua akan tetap sama seperti ini. Sekarang, besok, dan nanti. Semuanya tak akan berubah sedikitpun, meski apapun yang terjadi pada kami dimasa yang akan datang.

"Loh ..., kok, diem," ka Irham memecahkan lamunanku.

Akupun memeluk tangan suamiku erat. "Anisa cuma takut Kakak kenapa-napa," ucapku memelas. "Oh iya, kak. Tadi Anisa dianterin teman waktu ke sini," sambungku.

Ka Irham menatapku dan menarik sudut bibirnya. "Udah pasti si Neneng nih yang nganterin istri Kakak yang cantik. Terus dia nya kemana? Kok gak di ajak masuk."

"Bukan Neneng, tapi Raisha. Temanku waktu di bangku SMA."

ucapanku yangmembuat Ka Irham terdiam untuk sesaat sebelum akhirnya dia menaikan sebelah alisnya. "Raisha?"

Aku mengangguk singkat. "Oh iya, Kak. Anisa laper banget
Anisa sengaja pengen makan di sini bareng Kak Irham."

"Ah, iya, iya sayang. Biar Kakak suruh karyawan siapkan makanan untuk kita," ucap Kak Irham.

Akupun mengangguk singkat dan memberikan senyuman indahku.

Aku bisa merasakan keanehan saat suamiku mendengar nama Raisha. Seperti ada sesuatu di antara mereka yang tidak aku ketahui. Apa mungkin Raisha pernah ada di dalam masa lalunya Kak Irham?

Awalnya memang aku memancingnya, tapi ternyata reaksi Kak Irham sma seperti saat aku melihat reaksi Raisha.

Pikiranku semakin kacau saat menerka-nerka masa lalu Kak Irham yang belum aku ketahui.

"Masakannya udah siap! Ayo cobain. Ini Kakak langsung yang masak. Khusus untuk istri Kakak yang paling cantik," ucapnya membuat aku tersenyum.

Entah apa yang kamu pikirkan sekarang Mas, aku harap kamu tidak pernah menyesal telah menikah dengan ku.

"Hemm ....., ini sih baunya wangi banget, udah pasti enak. Dari bentuknya aja menggugah selera. Duh Anisa harus sering-sering mampir kesini," sarkasku membuat kak Irham merangkul tubuhku dan mengecup kening.

"Suapan pertama untuk suami ku yang hebat. Ayo a ... a...!"

Ka Irham membuka mulutnya dan melahap suapan pertamaku.

"Harusnya yang makan duluan itu istri, Kakak. Sini biar Kakak yang suapin," ucapnya merebut sendok yang ku pegang.

Aku menatap wajahnya yang teduh. Mencoba mengartikan setiap gerak tubuhnya. Ingin rasanya aku memeluk. Mendekapny ke dalam rengkuhanku.

"Kakak mau pulang bareng Anisa apa gimana?"

"Kayaknya Kakak pulang malam deh, sayang. Gak apa-apa,kan? Tapi jangan khawatir, Kakak akan anterin De pulang dulu."

*****

Aku terbangun akan sentuhan lembut di bagian tengkuk. Ku lihat Kak Irham memangku tubuh ku perlahan. Terdengar suara napas rendahnya, bahkan aroma tubuhnya bgtu khas meski telah bekerja seharian.

Aku menyadari kalau aku tertidur di sofa tamu saat menunggunya. Kusandarkan kepala di dada bidang miliknya, dan mengaitkan kedua tanganku di leher miliknya. Terdengar begitu jelas kalau detak jantungnya mulai tak seirama.

"Apa dia gugup?" Batinku.

Dengan perlahan menurunkan tubuhku ke atas kasur. Aku menatapnya sayu. Begitu juga dengannya membalas tatapanku.

Mungkin dia sudah tau maksudku, kalau hari aku akan menyerahkan seluruh hidupku padanya. Membiarkan dia menjamah setiap lekuk tubuhku. Gaun yang aku gunakan, parfum yang aku pakai saat ini, bahkan rambut yang aku gerai sudah bisa membuktikan kalau aku sudah siap untuk memulai semuanya.

Rasa yang terasa campur aduk sedikit demi sedikit mereda saat melihat wajahnya. Bagaimana dia memperlakukan ku hari ini.

Kecupan lembut itu menyapu lembut permukaan bibir. Membiarkan aku mengikuti setiap sentuhannya. Sentuhan Bibirnya kini berpindah ke area sensitif di belakang tengkuk. Sedangkan lengannya mulaia ktif di area baju, dia membuka satuper satu kancing baju yang aku kenakan.

"De yakin sudah siap?" bisiknya yang membuat aku mengangguk pelan.

Dia kembali mengecup bibirku lembut, semakin lama kecupan itu semakin membuatku kewalahan, namun menggairahkan. Perlahan ku tarik selimut untuk menutupi tubuh kami berdua. Cukup lama pemanasan yang di mainkan suamiku, sampai akhirnya penyatuan itu terjadi setelah berusaha menembus benteng pertahanan.

Semua Karena CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang