Sembilan

453 33 2
                                    

Untuk 18+ yang belum cukup umur harap menyingkir dari episode ini.

Untuk waktu yang cukup lama kami berpadu kehangatan dalam sebuah pelukan yang meresahkan hati. Pelukan yang membuat aliran darah ku dan dia seakan menyatu.

Bagaikan angin di malam hari, bulu kuduk pun ikut bergoyang seirama. Bahkan saat tangan itu mengusap lembut tengkuk dan punggungku, entah kenapa ada rasa yang tak tidak bisa di ungkapkan oleh kata-kata.

Akankah mahkota keperawananku sirna hari ini juga? entahlah, tapi otak ku seakan berhenti beroperasi saat ini juga.

Entahlah, tapi hal yang pertama kali terlintas dalam pikiranku adalah itu. Yang jelas aku sendiri saja tidak bisa mengontrol apa yang akan terjadi nantinya.

Sampai akhirnya Kak Irham melepas pelukannya dan menatap lembut ke arahku.

"Apa boleh Kakak membuka penutup kepala, De?" Kak Irham menanyakan hal yang jelas-jelas tak ingin aku jawab sama sekali.

Bukankah semalam aku sudah menegaskan pada dirinya. Tapi kenapa juga dia bertanya hal yang tidak ingin aku jawab.

Pertanyaan itu jelas membuat jantungku semakin berdebar, bahkan wajahku berasa panas di buatnya.

Aku mengangguk dengan polosnya, mengiyakan apa yang suamiku minta. Aku seakan terhipnotis akan tatapannya. Tapi tetap saja aku tidak bisa memungkiri kalau tangan dan kening ku sekarang sedang berkeringat dingin.

"Anisa, takut!" Ingin sekali rasanya aku bicara seperti itu pada Kak Irham. Tapi nyali ku seakan menciut saat di hadapannya.

"Semuanya akan baik-baik saja, De," kata Kak Irham seakan meyakinkan diriku yang sedang gundah gulana. Akhirnya akupun mencoba tenang, bahkan saat Kak Irham mendekap wajahku dengan kedua tangannya.

Aku pun menggigit sudut bibir, dan mengangguk pelan.

Perlahan namun pasti Kak Irham melepas jarum yang aku kaitkan dibagian leher. Menvcoba meletakan di tempat yang menurutnya aman.

Aku yang merasa takut mencoba merekatkan kedua mata. Bahkan saat ka Irham membuka perlahan penutup kepalayang tadi melingkar.

"Cantik, sungguh cantik."

Entah pujian atau gombalan, tapi saat kalimat itu di lontarkan jantungku seakan mengampul tinggi. Bahkan aku dibuat tersipu malu akan kata-kata yang dia ucapkan.

Untuk pertama kalinya Kak Irham melihat wajah polos ku tanpa balutan kain sehelaipun.

Tak kusangka Kak Irham kembali meletakan bibirnya di kening ku. Dalam diam, akupun mencoba membuka perlahan mata yang tadi sempat di rekatkan.

Cukup lama dia mengecup keningku, bahkan wewangian di tubuhnya saja begitu pekat masuk ke rongga hidung.

Wangi, bahkan aroma parfum yang suami ku pakai belum pernah aku temui sebelumnya.

Ka Irham menatap ku dengan senyuman, mencoba memberi isyarat yang aku mengerti akan maksudnya. Bahkan untuk kali ini aku sudah pasrah dengan apa yang akan terjadi.

Kami sudah sama-sama dewasa. Menghindar terus menerus saja rasanya tidak akan mungkin, toh cepat atau lambat tetap saja benteng pertahanan ku akan roboh olehnya.

Dengan sangat perlahan lelaki pemilik tubuh tegak itu mengangkat tubuh semampai ku untuk di pindahkan ke atas ranjang. Bahkan kedua tangan ku ikut melingkar di bagian tengkuknya.

Kali ini aku benar-benar takut, bahkan rasa takutku ku lebih besar dari rasa gelisah.

Ka Irham memposisikan tubuhnya di atas tubuhku, dengan tangan yang masih menopang di kedua sisi. Jarak di antara kami benar-benar dekat. Dia menatapku, begitu juga aku yang membalas tatapan sendu.

Semua Karena CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang