Part 22

35.6K 730 260
                                    

"Argghhtt kenapa ponsel lo gak bisa dihubungin sih? Apa lo ganti nomor? Nomor baru tante Nilam dan om Fredia gue juga gak punya lagi" Ucap Luna sendiri yang sedang menahan tangisnya.

Luna sedari tadi berjalan bolak-balik tidak tenang karena ponsel Farel yang tidak bisa dihubungi. Luna melihat surat yang dititipkan Farel untuknya. Wanita itu mengambil surat yang ada didalam amplop berwarna pink tersebut, membacanya perlahan.

Luna terduduk lemas membaca surat Farel, sahabat terbaiknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Luna terduduk lemas membaca surat Farel, sahabat terbaiknya. Tubuhnya bergetar menahan tangis yang mulai keluar. Tangannya meremas surat tersebut menyalurkan perasaannya yang kini tidak menentu. Luna membuka laci meja belajarnya, mengambil sebuah kunci rumah.

Yap. Itu kunci rumah Farel. Luna memang memegang satu kunci rumah Farel, jaga-jaga kalau suatu saat perlu mendesak, kata Farel. Luna melangkah cepat keluar dari rumahnya lalu berjalan kearah rumah Farel. Tangannya sedari tadi sibuk menghapus air mata yang tidak kunjubg berhenti.

Brakk.

Luna membuka kasar pintu kamar Farel. Seketika kenangan masa kecilnya seperti layar lebar yang terputar sendiri diingatannya. Kamar itu yang selalu menjadi sumber omelan Luna karena sering dalam keadaan berantakan, kini rapi bahkan terasa sangat sepi.

Luna melangkah pelan kearah lemari baju Farel, membukanya lalu air mata kembali menetes. Lemari itu kosong, tidak ada baju Farel satupun. Farel benar-benar pergi meninggalkannya.

Luna terduduk didepan lemari pakaian Farel, menekuk kedua lututnya lalu menenggelamkan wajahnya. Tangisnya kini pecah, sahabat yang selalu ada untuknya, kini pergi meninggalkannya.

Tiba-tiba wajah Luna terangkat, menatap sebuah kotak yang ia tahu penuh dengan kenangan. Luna menarik kotak itu, lalu membukanya. Lagi. Ia dibuat lemas dengan isi kotak itu. Kotak itu terisi penuh dengan album photo dan barang kenangan mereka. Farel tidak membawanya satupun, sebegitu kecewa dan benci kah Farel terhadapnya?.

"Rel lo benci banget sama gue? Lo kecewa banget? Sampai lo bisa tinggalin semua barang dan photo berharga kita disini" Lirihnya.

Luna kembali menangis histeris, ia menjambak rambutnya sendiri.

"Lo tega Rel tinggalin gue. Mana janji lo yang katanya selalu ada untuk gue? Lo bohong! Gue benci lo Rel, gue benci lo" Tangis Luna sambil memukul-mukul barang kenangan mereka.

Happ.

Ada seseorang yang memeluk Luna dari belakang. Luna membalikkan badannya cepat.

"Farel..." Ucapnya semangat lalu ia kembali melemah. Bukan Farel yang memeluknya, melainkan Reza, pria yang sudah membuatnya kehilangan Farel. Tapi anehnya, Luna tidak bisa membenci Reza. Karena, ini juga adalah keputusannya.

"Aku Reza sayang. Kamu kenapa kayak gini?"

"Za... Farel Za. Di.. Dia pergi tinggalin aku. Dia jahat Za. Dia bohong. Di.. Dia ingkar janji. Katanya mau selalu ada untuk aku. Tapi nyatanya apa? Dia tinggalin aku sendirian kan? Aku benci Farel Za. AKU BENCI FAREL!!!!"

Luna tidak bisa mengontrol perasaannya lagi, ia berteriak mengungkapkan apa yang ada dihatinya sekarang. Ia ingin marah, tapi harus sama siapa? Yang membuat Farel pergi juga dirinya kan? Karena keputusannya?

"Sayang, ada aku disini. Kamu gak sendirian. Kamu ada aku sayang"

"TAPI FAREL SAHABAT AKU ZA. AKU UDAH BUAT DIA KECEWA!!!" Isak Luna semakin menjadi-jadi.

"Aku bisa jadi sahabat untuk kamu. Aku akan selalu ada untuk kamu. Aku bakalan jagain kamu"

"ZA AKU MAU FAREL ZA AKU MAU DIA. SURUH DIA PULANG ZA!!"

"sayang, jangan nangis kayak gini. Aku gak kuat liat kamu nangis"

Reza memeluk Luna semakin erat. Ia sadar, keputusan Luna menerimanya adalah alasan besar mengapa Farel pergi. Tapi ia tidak bisa membohongi perasaannya juga, ia sangat mencintai Luna. Reza mengusap kepala Luna menenagkan Luna yang masih menangis histeris. Tiba-tiba Luna yang sedang histeris mendadak pingsan dipelukan Reza.

"Luna.. Sayang. Sayang bangun. Luna!!"

Reza menepuk pipi Luna pelan namun wanita itu tetap tidak membuka matanya. Reza menggendong Luna membawa wanitanya pulang kerumah.

"Tante.. Om"

"Ada apa? Yaampun Luna!. Luna kenapa Za?"

"Luna histeris karena Farel pergi tan"

"Ayo bawa masuk Luna kekamar. Pa bantu Reza pa angkat Luna"

Reza dan om Hendra menggendong Luna membawanya kekamar. Reza menaruh Luna dengan hati-hati keatas tempay tidur. Om Hendra menepuk pundak Reza lalu mengajaknya keluar kamar meninggalkan Luna disana bersama tante Laili.

Sekitar 20 menit, Reza duduk di ruang tamu bersama om Hendra. Tidak berapa lama, tante Laili menghampiri mereka.

"Gimana ma keadaan Luna?"

"Luna udah sadar tadi pa. Tapi mama suruh dia istirahat. Sekarang Luna sedang tidur" Jawab Laili.

Laili tiba-tiba menatap Reza lalu menghampiri pria itu.
Plak.
Laili menampar Reza dengan keras, membuat Hendra menghampiri istrinya lalu memeluknya agar tenang.

"Ma, tenang ma"

"Gimana mama bisa tenang pa!. Gara-gara pria ini, Farel pergi ninggalin Luna dan buat anak kita kayak gini. PUAS KAMU HAH?"

"Ma jangan teriak-teriak nanti Luna bangun"

Laili menarik nafas dalam, mengontrol emosinya yang kini meledak-ledak.

"Tante aku minta maaf"

"Ngapain kamu hadir lagi dihidup anak saya? Pakai bawa-bawa cinta lagi. Kalau kamu cinta sama Luna, kamu gak akan selingkuhin Luna sebejad itu!. Sekarang lihat! Kamu datang lagi dan buat semuanya hancur!. Lihat kondisi Luna sekarang!"

"Ma, sabar. Tadi juga Reza yang nolongin Luna kan bawa dia kemari. Untung tadi papa telpon Reza, kalau gak Luna udah sendirian pingsan disana"

"Papa apa sih dari tadi sabar sabar sabar terus. Itu putri semata wayang kita pa!. Dia selamatin Luna pingsan gak menghapus kesalahannya! Papa gak sayang sama Luna?"

"Ma, papa sayang sekali sama Luna. Hati ayah mana yang tidak hancur melihat putri satu-satunya itu hancur seperti itu? Papa juga marah sama Reza. Tapi tolong ma, untuk sekarang cuma Reza yang bisa tenangin Luna. Sabar sedikit untuk Luna bisa pulih ma dari sedihnya"

Laili menarii nafas kasar membuang pandangannya dari suaminya dan juga Reza. Reza mendekati Laili, memegang tangan wanita paru baya yang masih terlihat cantik itu.

"Tante, Reza tau Reza salah. Tapi tolong kasih kesempatan untuk Reza sekali lagi"
***

Bersambung

KAMUFLASE CINTA (18+) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang