Meski sikapnya masih agak sombong, dengan mengeluarkan kata-kata yang menjelaskan bahwa dirinya lebih hebat dari siapa pun, aku tetap tidak keberatan berada di sampingnya. Satria tiba-tiba duduk di sampingku, seakan tidak ingin membiarkan aku ditindas oleh makhluk sombong yang konon katanya tidak pernah memiliki teman akibat terlalu pemilih dan suka membanggakan diri sendiri.

Jujur saja, aku agak bingung melihat Satria yang kasihan dengan nasib malang Rama. Tapi setelah aku mengetahui bahwa mereka adalah saudara angkat, aku merasa kagum dengan Satria yang bisa tahan hidup seatap dengan manusia bersifat angkuh yang mungkin saja menganggap dirinya sebagai orang terhebat di seluruh dunia.

Sayangnya, Rama sama sekali tidak menghiraukan kepedulian Satria terhadap dirinya, dia justru menunjukkan rasa benci terhadap Satria, kebencian yang aku tangkap dari kata-katanya yang sengaja menyakiti hati Satria. Justru konflik antar saudara sejenis inilah yang membuat hatiku tergerak untuk menjadi sosok pendamai bagi mereka. Aku bahkan sudah menyusun rencana untuk membuat Rama sadar bahwa saudaranya itu sangat peduli terhadap dirinya.

Langkah pertama adalah memastikan mereka berdua bisa satu kelas. Rama sangat ingin masuk kelas favorit karena rasa gengsinya yang teramat besar, sedangkan Satria justru seakan menghindari kelas favorit yang sangat diinginkan oleh para murid baru. Dia bahkan mempertanyakan keputusan panitia yang memilihnya menjadi salah satu anggota OSIS, syukurlah dia tidak kehilangan sepuluh poin karena berhasil menjadi anggota OSIS.

Tadinya aku kira dia akan menghindari ekstrakurikuler KIR yang juga memberikan sepuluh poin tambahan untuk menuju kelas favorit, ternyata dia memilih ekstrakurikuler ini karena menyukainya. Tinggal satu langkah lagi agar dia bisa memiliki peluang besar untuk masuk kelas favorit, yaitu rekomendasi dari Bina Damping.

Aku harus memastikan Bina Damping kami memilih Satria, tapi tidak ada yang bisa aku lakukan karena Ali dan Lia membutuhkan beasiswa sehingga mereka mengincar posisi kelas favorit, sedangkan aku juga menginginkan beasiswa itu untuk meringankan beban orang tua angkatku. Padahal hanya ada tiga nama yang boleh direkomendasikan oleh Bina Damping setiap kelompok.

Aku tidak bisa mengorbankan posisiku, juga posisi Lia dan Ali demi Satria. Jika Satria tidak berada di kelas favorit, maka dia akan sulit bertemu dengan Rama karena bangunan kelas favorit terpisah jauh dengan bangunan kelas jurusan. Lalu apa yang harus aku lakukan?

Saat aku tenggelam dalam pikiranku, aku baru menyadari bahwa Kiya tidak lulus seleksi OSIS padahal dia sangat mengharap masuk kelas favorit, sahabatku itu pasti sangat sedih sekarang. Aku menengok ke belakang untuk mencari posisi duduknya yang terpisah denganku. Tanpa aku sadari, ternyata Rama memperhatikan gerak-gerikku sejak tadi. Dia bahkan berusaha menghiburku dengan kata-kata yang masih terdengar sombong, mungkin sulit baginya untuk membuang kebiasaan buruk tersebut.

Aku menyadari ada hal aneh pada dirinya. Sedari tadi aku tidak pernah menyebut nama Kiya, jika Rama tahu Kiya tidak diterima menjadi anggota OSIS, tandanya dia tahu nama sahabatku itu. Tapi dari mana dia tahu? Dia juga tahu tentang penyakitku padahal hanya keluarga angkatku yang tahu hal ini.

Apakah Rama memata-mataiku? Tapi untuk apa dia melakukan itu? Apakah kejadian sebelum MOS yang membuatku dikagumi karena keberanianku itu berhasil menarik perhatiannya juga? Apakah dia ingin melakukan penelitian pada penderita penyakit langka seperti diriku? Haruskah aku menjauh karena sikapnya yang mencurigakan? Tapi bagaimana dengan tekadku yang ingin mendamaikan dia dan Satria?

Berbagai pertanyaan menuntut sebuah jawaban. Tidak ada cara lain untuk mengetahui faktanya selain mendekatkan diri dengannya agar aku tahu pasti apa yang dia inginkan dari diriku. Aku sudah memutuskan, dari sekarang aku akan terus mengawasinya sambil mengorek-ngorek informasi dari Satria yang tampaknya cukup terbuka tentang saudara angkatnya ini.

Good Generation (TERBIT✓)Where stories live. Discover now