Part 12

5 0 0
                                    

Siang menjelang. Siswa- siswi yang sudah tidak punya kepentingan di sekolah berhamburan keluar. Kecuali enam murid yang masih bertahan di dalam kelas. Tentu saja kelompok kerja sosiologinya Elia. Mereka sudah duduk melingkar dengan posisi Elia- Mario- Denver- Zeri- Zeva. Laptop menghadap wajah Zeva yang masih berselancar di internet untuk tambahan materi, Elia juga sama, berbagi jobdesk dengan Zeva sementara ketiga cowok asyik bermain game. Jarak satu meja, ada Amel yang menunggu Denver karena mereka pulang bareng.

"Gue cabut!" Zeri beranjak dan otomatis menghentikan kegiatan Zeva yang sedang mengetik. Cowok itu pergi ke pojokan kelas dan rebahan di sana. Zeva tidak jadi fokus.

"Kenapa, Ze?" tanya Elia "Lo lagi ada konflik sama Zeri?"

"Gatau, El. Dia menghindar terus dari gue. Biarin lah bomat!" Zeva mengendikkan bahunya dan fokus pada tugas kelompok mereka "Nanti kalau gue istirahat, Zeri panggil aja. Gantian. Gue rasa kondisinya belum mendukung kalau gue sama Zeri duduk satu meja," jelas Zeva. Elia manggut- manggut kemudian melirik Mario.

Elia merasa, lebih baik dia menyembunyikan perasaannya dari Mario, entah sampai kapan. Karena itu tadi, mendengar Zeva membicarakan resiko, dia jadi takut hal yang sama terjadi padanya. Zeri dan Zeva itu dulu satu geng tapi pecah karena ulah ember Alfin yang bilang kalau Zeva suka Zeri. Jadilah mereka musuhan selama tiga tahun. Elia tidak mau persahabatannya sejak SD dengan Mario si bobrok berakhir hanya karena perasaannya yang kurang ajar. Dia jadi tidak fokus membantu Zeva dan memilih melirik Mario yang ngecrohi Zeva bersama Denver karena kepergian Zeri dari sana.

Mereka sudah selesai mengumpulkan materi berbentuk word, dan akan memindahkannya ke power point. Dengan perjanjian satu orang membuat empat slide dengan jumlah total 20 slide. Zeva menyelesaikannya pertama karena ingin segera memberi jobdesk ke Zeri. Cewek itu benar- benar memilih keluar kelas menghirup udara segar sementara Elia memanggil Zeri untuk bergabung. Kemudian Elia tersenyum karena yang Zeri pegang adalah laptop milik Zeva. Bisa- bisa nggak dicuci itu laptop.

Satu jam berjibaku dengan tugas sosiologi, mereka melakukan finishing pada tugas dengan mengedit tampilannya. Tersisa Mario dan Elia karena mereka berdua punya sisi estetik yang tinggi. Denver sedang bertengkar kecil dengan Amel yang ngambek karena mengulur jam pulang dan Zeri, cowok itu keluar kelas. Laptop berada di hadapan mereka berdua dengan Mario memegang kursor.

"Nih, estetik" Mario menyeringai menunjukkan tampilan nama kelompok. Elia mengernyit, terlihat sama saja sebelum menyadari bahwa nama Zeri dan Zeva diedit diberi tanda hati di antaranya.

"Tolol, Yo!" Elia menoyor kepala Mario "Lo belum pernah diamuk macan jantan sama singa betina?"

"Konflik mulu, gemes gue." Mario akhirnya menghapus simbol hati itu dan memilih background untuk presentasi mereka "El, bukannya disini harus pakai video?" Mario melirik ponselnya yang terbuka.

"Iya, gue udah suruh Zeri tadi. Tenang aja," ujar Elia enteng kemudian menunjuk pojok layar "Pakai ini, coba, Yo. Cocok buat latar belakang"

Sepasang sahabat itu terlihat fokus sekaligus asyik berhadapan dengan tugas kelompok sosiologi. Denver yang berhasil menenangkan Amel tapi berakibat cewek itu pulang duluan, tersenyum kecil melihat keakraban sepasang sahabat itu. Denver tahu pasti Mario dalam hati juga senang diberi kesempatan bersama Elia.

Zeva hanya bisa melirik mereka berdua melalui kaca jendela. Andai dia dan Zeri sama seperti Mario dan Elia. Yah, walaupun dalam kasus ini Mario tidak tahu kalau Elia menyukainya. Tapi percintaan teman- temannya berasa lebih mudah dari dirinya. Zeva menatap pintu kelas IPA 3, Zeri ada di dalam sana.

"Oi, Zev!" Zeva menoleh kemudian melengos ketika tahu yang memanggilnya adalah Rafi. Mau apa fakboi itu.

"Zev, Elia di dalem?" Rafi nyengir sok manis tapi mirip predator.

"Iye, sama Mario. Puas lo?" ketus Zeva. Rahang Rafi mengeras dan langsung meninggalkan Zeva di luar kelas. Buru- buru Zeva menarik lengan Rafi dan mencegah cowok itu buat keributan, apalagi Mario dan Elia sedang fokus dalam tugas kelompoknya.

"El!" seru Rafi. Zeva meraih buku yang tergeletak di atas meja depan dan menutupkannya ke mulut Rafi, agar cowok itu tidak berisik.

Tapi dasarnya saja suara Rafi yang mirip toa, jadi Elia dan Mario sama- sama terlonjak dan menemukan Rafi diseret- seret Zeva, disuruh keluar. Mario langsung berniat bangkit tapi dicegah Elia dengan menahan lengannya. Elia tidak mau ada baku hantam sesi selanjutnya lagi. Biarkan Rafi kurang ajar padanya asal jangan ada yang ikut campur dan kena imbasnya, apalagi itu Mario. Sama- sama pertarungan untuk sahabatnya, Mario adalah sahabat Elia sekaligus sahabat Rafi, tidak etis rasanya lebih memihak salah satu kubu. Mario berhasil berhenti dan menatap Elia yang menggeleng, meminta jangan diladeni.

"Lo berdua pulang aja, sana! Denver, lo juga! Biar gue yang finishing presentasinya" perintah Zeva masih mencoba menarik Rafi keluar kelas. Walaupun mungkin bakal percuma karena memang tidak imbang antara mereka.

Mario segera mengemas tasnya dan menarik Elia yang masih terduduk diam. Rafi yang masih berdiri di ambang pintu berusaha mencekal tangan Elia yang mengekor Mario untuk keluar kelas tapi Mario lebih gesit menghindarkan tangan Rafi. Cowok itu lama- lama bar- bar dan semakin berbahaya. Obsesinya pada Elia yang membahayakan. Baru setelah melihat Mario, Elia, dan Denver menikung, Zeva melepaskan cekalan tangannya ke Rafi, mengacungkan jari tengah pada fakboi itu dan mengemas barang- barangnya.

Zeva melihat hasil pekerjaan mereka dan mengernyit menemukan ada yang aneh dengan namanya. Bukannya Zevannya Vartika malah menjadi Zevannya Decker. Kemudian cewek itu tersadar kalau Decker adalah nama belakang Zeri.

"SETAN! KENAPA NAMA GUE JADI MRS. DECKER GINI?"amuk Zeva di tengah keheningan. Lihat, tidak ada yang peduli.

Treacherousजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें