Chapter 6 : Sebuah Kontrak

324 162 166
                                    


***HAPPY READING***



"Juan, lo-" ucapan gadis itu menggantung di udara, lidahnya seakan kelu untuk menyelesaikan kalimatnya. "apa yang lo lakuin?" tanya Neva.

"Lo bisa liat itu kan?" tanya Juan yang tak mendapat respond dari lawan bicaranya yang masih sibuk kebingungan.

Neva mendongak, melayangkan berbagai pertanyaan dari kedua matanya. "Gue sama lo punya sebuah kontrak. Itu tanda punya lo," jelas Juan yang kemudian terpotong karena menggulung lengan bajunya sebatas siku.

Kemudian lelaki itu mengulurkan tangannya agar terlihat oleh lawan bicaranya. "Ini punya gue," lanjutnya.

Juan menunjuk sebuah simbol berbentuk sepasang sayap di pergelangan tangan Neva. "Bagi malaikat sayap itu bagian yang sama vitalnya kayak jantung," jelasnya.

"Jantung bagaikan kehidupan bagi manusia, sedangkan sayap adalah simbol kekuatan serta keagungan bagi malaikat. Ingin tahu hukuman terberat bagi malaikat yang melakukan kesalahan?" tanya lelaki itu. "Dipatahkan sayapnya, karena itu sama seperti dimusnahkan," lanjutnya.

Lelaki itu tiba-tiba menyerit bingung. "Aduh, kok bahasa gue jadi baku sih?" gumamnya pada diri sendiri. "Ya, pokoknya gitu deh yang dijelasin guru gue," mantapnya sambil menganggukkan kepala.

Neva masih bungkam, gadis itu tentu cukup pintar memaknai ucapan rumit lelaki di hadapannya. Kontrak ini seperti mengikat inti terpenting kehidupan mereka, artinya tak ada celah untuk ingkar.

Ikatan ini akan membelenggunya selama jantungnya masih berdegup dan sayap lelaki di hadapannya masih membentang kokoh.

Mereka paham bahwa ikatan ini akan merantai mereka selama masih memiliki kehidupan.

Namun mereka tak tahu, bahwa ini hanyalah awal dari sebuah coretan rumit Yang Kuasa untuk dua makhluk-Nya.

"Oh iya! gue lupa hal yang paling penting," lelaki itu kembali menyunggingkan sebuah senyuman sehangat sang surya. "Alasan gue hadir di dunia ini adalah lo, Neva." Kesungguhan terpancar jelas dari sorot netra lelaki bermarga Gassendra itu.

"Tuhan nyiptain gue buat lo."

Neva berhasil dibuat bungkam oleh Juan. Bukan, gadis itu bukannya tersanjung atau bahkan tersipu dengan kalimat yang barusan tertangkap oleh rungunya. Jika saja terlihat, sejak awal gadis itu tengah bergulat dengan dirinya sendiri.

Ada sesuatu yang seakan runtuh dalam diri gadis itu. Sesuatu yang terus ia sangkal dalam hidupnya, meski seluruh dunia berteriak padanya agar percaya. Sesuatu yang paling ia benci untuk yakini.

"Oma bener ya?" bisik Neva pada diri sendiri.

"Nev, gue ini nyata. Walaupun sekarang cuman lo yang bisa liat gue," tegas lelaki itu. "dan ngelaporin gue ke polisi bukan pilihan yang tepat," lanjutnya.

"Semua orang bakal nganggep gue gila kan?" tanya gadis itu yang sebenarnya tengah ia lontarkan pada diri sendiri.

Juan menatap sendu gadis manis yang tengah menunduk itu. Mengetahui seluruh pikiran gadis di hadapannya bukanlah hal yang sulit untuknya.

Juan tahu serumit apa isi kepala gadis itu. Lelaki itu tahu, tanpa harus diberi tahu. Meski dirinya itu hanya mengetahui secercah kecil, ia sudah amat paham bahwa gadis di hadapannya tak seutuh kelihatannya.

Gadis di hadapannya terlalu ingin terlihat tanpa celah di mata orang lain. Nevanzha, gadis penuh luka yang terlalu pandai menyamarkan lara.

"Nev, Oma lo salah, semua omongan orang- orang tentang lo salah. Berhenti nyalahin diri sendiri!" tukas Juan sembari menarik tubuh Neva yang hendak membuka laci nakas.

Lelaki itu sebenarnya paham atas kebungkaman dan segala ketenangan Neva sedari tadi. Gadis itu, selalu melawan segala perspektif dunia tentangnya. Namun malam ini, kala melihat Juan, semua keteguhan gadis itu hilang.

Gadis itu goyah atas dirinya sendiri.

"Berhenti nebak apa yang ada di kepala gue," pinta Neva lemah, seakan seluruh kekuatannya tersedot entah ke mana. Kemudian, ia berbalik membelakangi Juan yang tak sedikit pun melepaskan pandangan darinya.

"Nev, lo-" suara berat itu menggantung di udara kala melihat Neva mengeluarkan beberapa butir obat dari wadah berbeda. "lo ngapain minum obat sebanyak ini?!" pekik lelaki itu menarik lengan Neva.

Gadis itu memandang kosong tangan yang ia kepal agar obat-obat itu tak berjatuhan. "Gue gak bakal bunuh diri kok," tutur Neva.

"Nev?" panggil Juan, lelaki itu berusaha meminta penjelasan atas apa yang diucapkan gadis di hadapannya.

Kepala Neva mendongak. Menatap kedua mata Juan dengan sebuah senyuman yang entah mengapa membuat getir pedih menjalar di hati sang Adam. "Gue sakit, Juan."

Gadis itu menunjukkan beberapa butir obat yang berada dalam genggaman tangannya. "Oma bilang, gue bakal sembuh kalo minum ini."

"Dan lo bakal menghilang".



Tbc.
===========

Dipublikasi : 24 Agustus 2021
Revisi : 2 juli 2022

Say You Love Me: Till The End [ON-GOING]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt