Chapter 4 : Orang Aneh

354 189 233
                                    

Luar biasa sekali dunia ini. Bagaimana bisa aku bertemu lagi dengan orang yang aku tabrak di Bandara satu minggu yang lalu? Baiklah, di sini aku sekarang. Duduk manis dengan senyum kapitalis.

"Ada masalah?" tanyaku yang sudah jengah dengan keheningan yang menyelimuti kami bertiga.

Ya, kami bertiga.

Ia menggeleng sembari tersenyum. "Gue cuman pengen makan sih," kemudian, ia melirik ke seseorang di sebelahnya. "Kenalin ini manager gue, Theo," ucap lelaki bernama Juan tersebut, mengenalkan lelaki yang berada di sebelahnya.

Aku melirik mereka bergantian dengan raut bingung. Apakah mereka sedang bertukar karakter? Kenapa Managernya yang terlihat sangat tak tersentuh, bahkan auranya agak mengerikan? Awalnya aku pikir yang bernama Juan adalah orang ini, nyatanya terbalik.

Tapi jika dipikir-pikir pakaian orang bernama Theo ini bukankah agak berlebihan? Apa mungkin Juan yang terlalu santai? Dia bahkan malah terlihat seperti berandalan.

"Uhuk!" Juan terbatuk sembari menatapku dengan mata terbuka lebar, membuatku bertambah bingung karena dia bahkan tak meminum apapun.

"Lo bilang mau pergi ke suatu tempat kan? Gue nunggu di sini, sekalian istirahat. Badan gue pegel semua," tutur Juan pada Theo.

Juan membuka buku menu yang tergeletak di atas meja. "Makan apa ya? lo mau makan apa?" tanyanya padaku.

Belum sempat aku menimpali, terdengar sebuah ponsel berdering. Membuat kami bertiga mengalihkan fokus mencari sumber suara.

Juan menutup kembali buku bersampul Tosca tersebut, beralih menatap Theo jengah. "Heh lo budek? udah sana pergi, lagian gue cuman makan doang astaga!"

"Awas ya kalo sampe muncul skandal macem-macem, gue beneran resign," ujar Theo, kemudian langsung berbalik pergi meninggalkan kami sembari mengangkat panggilan pada ponselnya.

Juan mengangkat kedua bahunya acuh sembari melayangkan wajah mengejek. "Ada rekomendasi?" Juan kembali bertanya padaku. "lo suka apa?" lanjutnya lagi.

"Lo ada urusan apa sama gue? gue rasa gak mungkin lo kebetulan lewat dan tau kalo gue kerja di sini?" tanyaku to the point.

Lelaki dengan beberapa piercing di telinganya itu terkekeh. "Dih geer banget, beneran kebetulan lewat kok," dalihnya.

Aku menghembuskan napasku lelah, kurasa percuma berbicara pada manusia sejenis dia. "Lo minta rekomendasi kan? Biar gue siapin. Kalo udah selesai, langsung pergi ke kasir," ucapku bangkit dari tempat duduk.

Langkahku terhenti kala mendapati lengannya melingkar sempurna pada pergelangan tanganku. "Sorry?" Aku meliriknya tak suka.

Ia bergeming, hanya tersenyum ringan menatapku. Lelaki aneh ini bahkan hanya diam kala aku berusaha menarik lenganku dari genggamannya.

Aku merasakan sensasi dingin menjalar dari tangannya, kemudian berubah menjadi rasa panas di pergelangan tanganku. Rasa perih bagai tersayat perlahan timbul, membuatku sedikit memekik sembari menarik paksa tanganku.

Aku mengamati pergelangan tanganku, tak ada apapun di sana. Namun, rasa panas bercampur perih itu masih bisa kurasakan.

"Lo kenapa?" tanya Juan sambil merebut kembali tanganku. Ia membolak balikan tanganku, mencari alasan atas teriakkanku.

Dan kemudian ia menampakkan raut terkejut.

"Gapapa," jawabku sambil menarik kembali tanganku.

Lelaki jangkung itu berusaha menarik kembali tanganku, yang tentunya langsung aku tepis. "Beneran gapapa? Ada yang sakit? Coba sini liat sebentar," paksanya.

Aku mengangkat tanganku malas kemudian memutar-mutarnya tepat di depan wajah Juan. "Gak ada, nih liat. Gapapa kan?"

Tapi bukannya tenang, wajahnya berubah menjadi sedikit pucat. Senyuman menyebalkan itu bahkan hilang. Dia nampak seperti sedang, panik?

"Mau lo apa sih?" tanyaku lagi.

Aku melihat wajah tak fokus dari lawan bicaraku. "Kenalan," jawabnya dengan wajah sedikit melamun.

"Hah?"

"Hah? Oh iya, gue mau kenalan," jawabnya sedikit gelagapan. Perlahan senyuman itu kembali terlukis di wajahnya, meski tak secerah sebelumnya. "gue Juan, Artis," lanjutnya sambil mengulurkan tangan.

Aku menatapnya dengan tatapan tak percaya, sebenarnya dia mengidap narsistik atau kenapa? Aku tak habis pikir dengan rasa percaya dirinya itu.

"Nevanzha," ucapku memperkenalkan diri. "udah kan?" tanyaku yang langsung diangguki olehnya.

Aku berbalik meninggalkannya sembari menggerutu kesal. Satu yang dapat aku simpulkan dari orang yang menurut Kila merupakan idola semua orang ini.

Dia hanya orang aneh.

ᨒᨒᨒ⭒⭒⭒ᨒᨒᨒ⭒⭒⭒ᨒᨒᨒ

22.47

Sunyi.

Suasana yang selalu menyambutku kala sampai di rumah. Aku mulai menyalakan lampu semua ruangan, dari ruang tengah, dapur dan sekarang tengah menuju kamar.

Aku membuka pintu dan memasuki kamarku yang masih disinari lampu dari luar jendela, kemudian aku terpaku.

Ctek!

Sinar lampu menerangi kamarku.

Ctek!

Aku mematikannya kembali, menarik nafasku kemudian menghembuskannya.

Ctek!

Baiklah. Tidak mungkin salah lihat sampai tiga kali bukan? Kini aku yakin seseorang yang tengah berdiri menatapku bukanlah halusinasiku semata.

"AAAAAAAAAAAA!!!" Teriakan yang aku tahan dari tadi akhirnya keluar dari mulutku.

Aku melihat orang itu panik, kemudian ia menjentikkan tangannya di udara. Tak berselang lama, bumi di sekelilingku terasa berputar, pandanganku mulai kabur. Tiba-tiba tubuhku seperti kehilangan kekuatan untuk berdiri tegap.

Aku merasakan dahi bagian kananku terbentur sesuatu, namun bukan meja. Melainkan sebuah tangan yang mencegah benturan keras yang akan melukai kepalaku ini. Hingga akhirnya, aku kehilangan kekuatan untuk sekedar membuka kelopak mataku. Dan gulita mendekapku.

Aku mulai berbisik pada Tuhan, bukankah hidupku terlalu mengenaskan jika berakhir seperti ini?

Tbc.
ᨒᨒᨒ⭒⭒⭒ᨒᨒᨒ⭒⭒⭒ᨒᨒᨒ

Theoresh Alakshi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Theoresh Alakshi




Dipublikasi : 21 Agustus 2021
Revisi : 18 Juni 2022

Say You Love Me: Till The End [ON-GOING]Where stories live. Discover now