Chapter 3 : Mimpi Yang Senantiasa Berlabuh

403 221 336
                                    

TW // mentions of suicide

Deburan ombak menerjang karang, menimbulkan pecahan air yang melompat dari lautan. Sekumpulan burung mengudara bebas, tarian sayap mereka nampak elok di nabastala. Piringan mentari perlahan sirna di cakrawala, lembayung mulai berpendar bagai lentera.

Seorang anak dara terbalut gaun putih bermotif bunga, berjalan gontai. Surai yang sebelumnya dikepang rapi dengan sematan beberapa bunga, kini berantakan. Tangan mungil itu menggenggam lemah liontin sebuah kalung, sedangkan rantai kalung itu menjuntai bebas meneteskan cairan kental berwarna merah.

Sepasang kaki tanpa alas itu berhenti kala mendapati di hadapannya tiada lagi daratan. Netra yang kehilangan binar kehidupan itu melirik ke bawah sana, mendapati segara menyapa. Di bawah sana, ombak dengan gigihnya menghantam karang tanpa gentar. Gadis berperawakan kurus itu perlahan tersadar, sudah sejauh apa ia melangkah.

"Aku mau pulang.." suara yang biasa mengalun indah itu, kini terdengar parau hampir tak terdengar. "Mama papa mau jemput aku kan?" air mata yang sebelumnya seakan habis itu, kembali runtuh.

Gadis dengan wajah pucat itu menunduk, memandang benda yang sedari tadi ia genggam. "Aku dapet hadiah ulang taun cantik," ujarnya sembari tersenyum.

"Tapi, hari ini aku sadar kalo aku kehilangan lagi," dua netra itu kembali dibanjiri air mata yang siap meluncur bebas kala gadis itu berkedip. "hari ini, aku sadar kalo dia udah bener-bener pergi."

Kedua tangan lemahnya membuka pengait kalung cantik berwarna perak tersebut, kemudian menautkan pada leher jenjangnya. "aku kehilangan lagi, sampai rasanya aku gak punya apa-apa lagi, termasuk diriku sendiri."

"Jadi, ijinin aku pulang ya?" ia mendongak pada sang surya, memberikan perpisahan dan menitipkan terima kasih atas segalanya pada semesta.

Kedua netra yang nampak membengkak itu perlahan terpejam. Gadis itu tersenyum manis, memberi kesempatan pada semesta untuk mengukir senyuman terindah milik makhluk tangguh Mahakarya Tuhan.

Ia mencondongkan tubuh ringkihnya ke depan. Raga yang semula berpijak, kini terjun bebas di udara. Ia merasakan hembusan angin yang menusuk kulitnya, hingga akhirnya rasa sakit luar biasa datang ketika tubuhnya menghantam lautan.

Sang ombak terus menerus menggulung tubuh lemahnya, menelannya tanpa ampun. Segara seolah murka pada gadis malang itu.

Hingga saat-saat di ujung kesadarannya, dimana kadar oksigen dalam paru-parunya habis dan mulai tergantikan oleh air, tak ada sedikit pun perlawanan yang ia berikan. Bukan, bukan karena kehabisan tenaga ataupun kalah dari rasa sakit.

Gadis malang itu hanya ingin pulang.

Ia menyerah pada semesta yang tiada habisnya menorehkan lara.

"Argh!" Teriakan seorang gadis memenuhi seluruh ruangan.

"Berhenti nangis! Kenapa lo selalu nangis kayak gini Nevanzha?!" tangannya terulur untuk menghapus air mata yang terus menetes tanpa izin dari netranya.

Ia mengambil telepon genggam yang berada di atas meja untuk memastikan pukul berapa sekarang, kemudian bergegas memasuki kamar mandi.

"Muka gue kayak hasil persilangan manusia sama kodok," gumamnya kala mendapati wajah bengkaknya lewat pantulan cermin.

"Berhenti nangis! Ayo kerja!"

ᜑᜑᜑ 𖥔 ᜑᜑᜑᜑᜑᜑ 𖥔 ᜑᜑᜑ

Nevanzha pov

"Heh Neva! Kompres dulu sana matanya!" sebuah suara mengintrupsiku.

"Emangnya kenapa?" tanyaku tanpa menghentikan tanganku yang tengah bergelut dengan laptop di hadapanku.

"Kayak remaja abis putus cinta," jawabnya.

"19 tahun itu bukannya masih remaja?" Aku melirik ke arah wanita paruh baya yang tengah bergelut dengan alat dapur-Tante Asih.

"Tapi kamu gak mungkin putus cinta, neng geulis," ujarnya sembari berjalan mendekatiku, kemudian ia bersedekap menghadap padaku sembari menyandar pada meja.

"Jadi kenapa nangis? Butuh pelukan sayang?" ah, dia begini lagi. Entah mengapa aku seperti melihat perwujudan Keyra di sini.

Aku hanya menggelengkan kepalaku, mana mungkin aku bilang "aku menangis karena mimpi buruk" pada bosku ini.

Aku melihat seorang gadis manis seusiaku berlari ke kami. Shakila, gadis dengan apron khas kafe aku bekerja itu, terlihat mencariku dengan wajah panik.

"Nevaaaaa!!! Nev dia dateng! Orang yang mesen lantai atas!" ucapnya sembari terengah. "cepetan sini ikut aku," pintanya sembari menarik tanganku bangkit dari kursi.

"Ada apa?" tanya tante Asih khawatir.

"Bunda diem dulu, ini urusan anak muda," jawab gadis yang kerap disapa kila tersebut. "Nev, kamu tau gak dia siapa?" tanyanya dengan wajah serius.

Aku diam. Menunggu apa yang selanjutnya dikeluarkan dari mulut gadis yang merupakan anak dari tante Asih itu.

"JUAN!" ujarnya sembari menutup mulutnya tak percaya. "musisi, model, aktor, idola semua orang! JUAN!" lanjutnya.

Aku diam, bingung ingin merespon bagaimana.

"Bentar, kok kamu biasa aja sih? jangan bilang gak tau Juan?" Ia mengacungkan jari telunjuknya tepat di depan wajahku. Gadis yang biasa tampak anggun ini, sepertinya tak bisa menutupi ekspresi kesalnya.

Aku menggelengkan kepala sebagai jawaban, kemudian mengikuti Shakila yang mulai melangkahkan kakinya menaiki tangga tergesa.

Ia kembali berbalik menatapku dengan tatapan nanar. "Nev, kamu itu tinggal di planet mana hah?" tanyanya dengan wajah prihatin.

"Dia mau ketemu sama kamu, sana masuk!" lanjutnya sembari sedikit mendorong tubuhku memasuki sebuah ruangan yang berada di lantai atas, ruangan yang sebelumnya kami siapkan.

Aku diam di ambang pintu, bukankah aku tak memiliki masalah apapun dengan seseorang bernama Juan itu? kami juga tak saling kenal.

"Hai!"

Sebuah sapaan ringan memasuki runguku. Membuatku kembali terpaku mencerna apa yang sebenarnya tengah terjadi.

Tbc.
ᨒᨒᨒ⭒⭒⭒ᨒᨒᨒ⭒⭒⭒ᨒᨒᨒ

Juaniel Salvio Gassendra

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Juaniel Salvio Gassendra

Dipublikasi: 10 September 2021

Revisi: 11 Juni 2022

==================================
Halooo gimana kabarnya? Semoga dalam keadaan sehat yaa

Makasih banyak yang udah mau mampir sampe bagian ini hehehe

Mau cerita sedikit ahh. Awalnya aku agak ragu buat nulis ulang cerita ini dengan beberapa perubahan. Tapi, di satu sisi aku berharap banyak kalo book ini jadi jauh lebih baik dari segala aspek.

Ditambah lagi cara penulisan aku yang kemarin masih berantakan banget, sampe aku sendiri aja males baca :"(

Jadi buat yang sebelumnya udah pernah baca cerita ini, aku minta maaf karna udah ngilang beberapa bulan ke belakang dan pas balik malah ngerombak ceritanya.

Sampai jumpa minggu depannn^^

Say You Love Me: Till The End [ON-GOING]Where stories live. Discover now