Chapter 4. Kedatangan Elvander

Start from the beginning
                                    

Terakhir, gadis yang memakai kacamata memilih untuk melepas benda yang berguna untuk memperjelas penglihatannya itu. "Iuh. Mataku ternodai."

Asterla bukan orang yang pandai mengatur emosi. Disulut seperti itu, tentu saja dia langsung hipertensi. "Beraninya kalian!"

Tapi sebelum diajak berkelahi, para remaja itu sudah melenggang pergi dengan tawa mengejek mereka. Asterla mau tidak mau mengalah saat Iraya--yang tidak mempedulikan omongan bocah--menyikut Asterla agar gadis itu memperbaiki ekspresinya. "Tahan amarahmu. Mereka sudah dekat. Jangan mengacaukan usaha Mommy selama ini, Asterla," bisik Iraya mengancam, namun tatapan dan senyum ramahnya hanya tertuju pada para Elvander.

"Halo, Mrs. Iraya," sapa Azkano mengulurkan tangan.

"Ya Tuhan, akhirnya kita bertemu lagi, Tuan Azkano." Iraya antusias membalas uluran tangan Azkano. Basa-basi mereka menanyakan kabar masing-masing pun berlanjut.

"Mrs, Anda datang bersama," pandangan Azkano beralih ke Asterla, "Asisten?"

Mata ramah Iraya dan Asterla langsung melotot.

"A-aku Asterla, Paman!"

Giliran Azkano yang tertegun. "Oh?"

Assand dan Ace yang awalnya sama-sama tidak tertarik dengan obrolan mereka seketika menoleh dan menegakkan badan. Melihat penampilan blink-blink Asterla membuat Assand harus melepas dan memakai kacamatanya berulang kali. Sedangkan Ace tidak sadar telah menelan permen karetnya sendiri.

"As-, siapa?" Ace butuh jawaban yang lebih jelas.

"Asterla, Kak! Ini aku Asterla."

Butuh lima detik bagi Ace untuk mencerna jawaban itu. Dia lantas menarik Assand menjauh. "Sebentar."

"Assand, kamu bilang kamu tidak bisa melupakan Ashla? Apa orang itu benar-benar dia?" bisik Ace sembari merangkul lawan bicaranya.

Saat Ashla dibawa pergi oleh Iraya waktu itu, Ace baru berumur empat tahun. Memorinya tentang Ashla tentu berkarat. Atau lebih tepatnya, sudah tidak ingat.

"Kenapa kamu meragukan itu?"

"Masih tanya kenapa? Tentu saja karena dia ..., terlihat ..., aneh?" Ace sampai kesulitan mengutarakan pendapatnya.

Assand menelan ludah. Perkataan Ace benar. Tapi mau bagaimanapun, Ashla adalah adik sepupunya. Sebagai seorang dewa casanova, Assand pandai bersilat lidah. Disaat-saat genting begini, dia merasa harus menggunakan keahliannya untuk menyadarkan Asherdan.

Assand balas merangkul sang adik. "Ace, sebagai seorang pria ada satu hal penting yang harus kamu ketahui mulai sekarang."

"Apa itu?"

"Semua wanita itu cantik."

"Lalu?"

"Katanya kamu ingin adik perempuan?"

"Apa hubungannya?"

"Jangan pernah berkomentar buruk tentang penampilannya atau kamu akan kehilangan kesempatan memiliki adik perempuan."

"Mengerti."

Ace kembali pada mereka dan memaksa diri untuk menerima Ashla apa adanya.

"Oh, lalu ini Asherdan, bukan?" tanya Iraya pura-pura menebak padahal sudah tahu.

Ace mengangguk kaku. Assand di sampingnya mengisyaratkan padanya agar tersenyum, tapi Ace tidak bisa melakukan itu meski sudah berusaha.

"Kalau ini Asherdan berarti yang ini-,"

"Assand," sahut Assand mendahului kalimat Iraya. "Anda masih sama cantiknya seperti dulu." Assand terpaksa bersikap manis dan mencium punggung tangan Iraya saat mereka bersalaman.

Iraya menepuk-nepuk bahu Assand tersipu. "Ah, kamu bisa saja." Iraya lantas menarik tangan Asterla mendekat. "Ayo beri salam pada kakak-kakakmu, Sayang."

Dengan semangat Asterla menghambur memeluk Assand. "Halo, Kakak! Asterla rindu kalian!"

Assand sudah biasa dipeluk wanita. Tapi kalau dipeluk secara tiba-tiba oleh gadis yang tidak diharapkan seperti ini, tubuhnya pasti tidak mau diajak kerjasama. Tangan Assand secara alami malah terangkat naik tanpa membalas pelukan Asterla.

Dimana sifat pemalunya? batin Azkano, Assand, dan Ace saling melempar lirikan.

"Ahaha, sudah cukup. Aku juga merindukanmu," ungkap Assand basa-basi supaya Asterla segera melepaskannya.

Setelah memeluk Assand, tanpa diminta Asterla berpindah ke Ace. Tidak seperti Assand yang terkejut dengan pelukan mendadak Asterla, Ace justru salah fokus dengan parfum menyengat yang menguar dari gadis itu. "Baumu ane-,"

"ANEKA BUAH!" sambung Assand cepat.

Ace mendelik. Langsung tersadar kalau dirinya hampir keceplosan. "Ah, ya! Aneka buah. Wangimu seperti mangga, pepaya, manggis, belimbing, dan buah-buah segar lainnya."

Asterla In The Midst Of Her BrothersWhere stories live. Discover now