"Ga. Aku tanya beberapa kali sama kamu tapi kamu nggak jawab aku! Kamu dimana kemarin? Kenapa kamu nggak pulang?" tanyanya.

Arga menghentikan gerakannya ketika membuka lemari. Ia menatap Maggie dengan dingin, "Kenapa pertanyaan kamu kayak pertanyaan seorang istri pada seorang suami?" tanyanya.

Maggie terperangah, "Aku kan memang istri kamu!" bentaknya.

Arga tersenyum miring, "Hanya hitam di atas putih doang. Ya nggak sih?" katanya dengan sarkas.

Maggie menatapnya tak suka, "Kenapa sih Ga? Kok kamu jadi gini?" tanya Maggie.

Arga menutup pintu lemarinya. Ia menatap Maggie dan berkata, "Gini gimana?" tanyanya.

"Ya gini. Mendadak nggak pulang. Kamu abis tidur sama pacar-pacar kamu aja suka langsung pulang. Kenapa sekarang—oh! Aku tahu! Kamu pasti sama Naura kan ya? kenapa? Dia nahan-nahan kamu supaya kamu nggak pulang?! Arga. Ingat. Kamu masih suami aku, dan ini adalah rumah tempat kamu harus pulang. Kamu boleh tidur sama wanita lain dimanapun dengan syarat kamu tetap pulang! Main di luar dan pulang, atau main di sini dan biarkan wanita itu yang pulang!" tegasnya.

Arga benar-benar tak habis pikir dengan apa yang Maggie ucapkan barusan. Bukankah seharusnya Maggie memintanya untuk berhenti? Kenapa Maggie malah meminta Arga untuk tetap melakukan semua hal yang tak seharusnya, terlebih lagi di rumah mereka?

"Bener kata Naura..." ucap Arga begitu saja.

Ketika nama Naura disebut, mata Maggie menatapnya nyalang, "Kenapa? Cewek itu racunin kamu apa? Dia pengaruhin kamu segimana?" tuntutnya.

Arga tersenyum tipis, "Naura bilang, kenapa aku harus hidup sama kamu? Kenapa nggak sama dia aja?"

Maggie tersenyum sinis, "Memangnya kamu pikir kamu nggak akan ngalamin hal kayak gini kalau nikah sama Naura? Ha! Kamu tahu takdir nggak sih Ga? Bisa jadi kan Naura juga melakukan apa yang aku lakukan juga?"

Arga mendengus, "Kenapa jadi bawa-bawa takdir sih Gie? Kamu mau melibatkan Tuhan dalam obrolan kita? Memang sejak kapan kelakuan kita berdua kayak makhluk beragama?"

Diingatkan seperti itu, Maggie menggeram tertahan. Tangannya mengepal, ia siap untuk berteriak habis-habisan pada Arga, namun sebelum amarah Maggie meluap, Arga lebih dulu meninggalkannya.

Pria itu berjalan menuju lemari, meraih koper besar dan memasukkan semua pakaian-pakaiannya.

"Ga! Kamu mau kemana?" tanya Maggie—melupakan sejenak amarahnya pada Arga.

Arga menghela napasnya, "Aku udah muak Gie. Aku nggak bisa lihat kamu dulu," ucapnya.

Maggie terhenyak, "Maksudnya kamu mau pisah rumah sama aku?!" teriak Maggie.

Arga masih sibuk mengemasi barangnya. Ia tak menjawab ucapan Maggie sama sekali.

"ARGA!" Teriak Maggie.

"Hebat ya si Naura. Bisa bikin kamu kayak gini sama aku," kata Maggie.

Arga meliriknya sekilas, "Gie. Kamu kenapa sih? kamu mau tidur sama orang lain, ya oke. Aku bahkan nggak bisa melarang kamu. Dan sekarang ketika aku berhubungan sama Naura, kenapa kamu malah misuh-misuh begini?"

"Aku hanya tidur Arga! Mereka semua pemuas nafsu aja buat aku! Sementara kamu! KAMU MAIN SAMA NAURA PAKE HATI! Iya kan Arga?!"

"Aku nggak pernah pake hati! Sementara kamu. Apa yang kamu lakukan sekarang? Kamu bener-bener duain aku?!" tuntutnya.

Arga selesai dengan barang-barang yang dikemasnya. Ia mengangkat kopernya dan berjalan dengan cepat meninggalkan Maggie tanpa berkata apa-apa sementara Maggie masih mengejarnya seraya berteriak.

"Arga! Balik nggak?!"

"ARGA!"

"GALANG! LO BALIK ATAU GUE HANCURIN HUBUNGAN LO SAMA NAURA?!"

Arga benar-benar tak menghiraukannya, membuat Maggie mengepalkan tangannya dengan erat. Wanita itu menghentakkan kakinya, membanting pintu dengan keras lalu melemparkan barang-barang yang ada di rumahnya.

Ia meraih ponselnya dan menatap kembali pesan yang masuk ke sana—dari Kevin—teman mereka.

Gie. Sumpah. Mesra bgt mereka. Ini sih bukan main2 klo menurut gue.

Arga kayaknya suka beneran sama tuh cewek. Bae2 lo, suami lo diambil pelakor nanti.

Maggie sudah membaca pesan masuk itu berkali-kali dan sebanyak itu pula ia merasakan rasa kesal yang membuat amarahnya meledak. Ia sama sekali tidak membayangkan jika Arga akan melakukan hal ini padanya. Sebuah kali pertama selama mereka bersama, Arga meninggalkan rumah. Biasanya seberat apapun masalah yang terjadi pada keduanya akan menguap begitu saja dan akan kembali normal namun sekarang berbeda.

"Naura sialan!" umpat Maggie, mencengram erat ponsel yang berada ditangannya. "Ah brengsek!!" teriaknya seraya melemparkan ponsel keatas sofa.

Ia duduk sambil mengacak-acak rambutnya frustasi, pikirannya melayang jauh membayangkan jika Arga benar-benar akan meninggalkannya dan pergi bersama Naura. "Gak mungkin, gak bisa! Ini gak bisa gue biarin gitu aja! Mereka seharusnya hanya bermain-main saja! Bukan gini permainannya ARGA!!" teriaknya lagi frustasi.

Namun teriakan Maggie rasanya percuma, karena Arga sudah pergi meninggalkan rumah mereka. Rumah yang menjadi saksi akan kehidupan keduanya.

****

Arga menyalakan sebatang rokok, menyesapnya lalu mengeluarkan asap rokoknya dengan masalah yang masih berputar-putra dikepalanya. Ia berada di dalam mobil, dengan kaca yang dibuka lebar dan berhenti di bahu jalan yang sepi.

Ia tidak tau harus pergi kemana saat ini, yang dalam pikirannya adalah pergi sementara waktu dari Maggie untuk menenangkan diri. Sebetulnya apa yang ditanyakan Maggie padanya adalah hal yang wajar. Bagaimana bisa seorang suami tidak pulang selama tiga hari tanpa mengabari istrinya sendiri? Tapi mungkin itu hanya dilakukan bagi mereka yang hubungannya normal. Bagaimana dengan Arga dan Maggie? Apa masih bisa rumah tangga mereka disebut normal?

Kini yang terlintas dalam pikirannya hanya Naura.

Naura.

Naura.

Hanya Naura!

Naura bagaikan jalan pulang terbaik untuk Arga. Lalu apa yang harus Arga katakan padanya jika Naura bertanya kenapa ia datang? Apa Arga harus berkata jujur jika dirinya dan Maggie bertengkar gara-gara dirinya?

Arga meraih ponselnya yang terus berdering, Maggie masih berusaha untuk menghubunginya disaat Arga sama sekali ingin lari darinya.

"Ya." Jawab Arga akhirnya menjawab telpon Maggie.

"Di mana kamu sekarang? Kamu lari ke Naura?"

"Berhentilah membawa-bawa nama Naura! Sudah ku bilang aku muak! Gak mau liat kamu dulu." Nada bicara Arga benar-benar penuh penekanan disetiap kata-katanya.

"Kamu bilang muak? Bukankan kita sudah sepakat akan hubungan terbuka kita? Lalu sekarang seolah kamu merasa yang tersakiti? Aku tidur dengan pria lain, kamu juga menikmati wanita lain kan? Sekarang kamu bilang kamu muak? Brengsek!"

Arga menarik napas dalam, ia berusaha tidak berkata kasar pada Maggie. "Brengsek katamu? Umpatan ini sepertinya lebih baik kamu katakan pada semua teman priamu yang lain juga, jangan hanya padaku. Aku cape Gie,"

"Arga! Tolong jangan bermain-main denganku. Kamu tau seperti apa diriku ini kan? Jangan sampai aku berbuat nekat nantinya!" ancam Maggie, namun sambungan telpon segera dimatikan Arga secara sepihak.









To Be Continue

*****

3 SOMETHING ABOUT LOVEWhere stories live. Discover now