Lembar Terakhir

1K 187 3
                                    

Permintaan (Y/n) benar-benar tidak masuk akal. Misa mana mungkin bisa membunuh (Y/n). Meskipun ia sempat membenci gadis itu karena dirinya selalu menghambat Misa untuk meraih peringkat pertama paralel, namun bukan berarti kebencian itu akan berubah menjadi nafsu membunuh. Bukan itulah yang ia inginkan.

"Kau mau melakukannya, 'kan?" (Y/n) pun bertanya kala Misa hanya tergugu.

"Jika ya, lepaskan tanganmu. Jika tidak, maka aku akan melepaskan tanganku sendiri," ujar (Y/n) lagi membuat Misa terperanjat.

"Aku tidak akan memilih keduanya!" seru Misa. Dengan sekuat tenaga, ia menarik tangan (Y/n). Berusaha mengangkat tubuh gadis itu meskipun ia tahu (Y/n) menolaknya sekuat tenaga.

"Mengapa kau menarikku ke atas?! Bukankah seharusnya teman saling menolong di saat temannya yang lain butuy pertolongan?! Mengapa, Misa?!" cecar (Y/n) penuh emosi. Dari matanya, Misa dapat melihat kilat amarah yang tampak begitu jelas.

Misa yang terkulai di atas atap rumah sakit hanya bisa menunduk. Ia membiarkan (Y/n) meluapkan amarahnya kepadanya. Apa yang telah ia lakukan tadi tidak membuat Misa menyesal. Justru ia merasa jika itu adalah perbuatan yang paling benar, yang bisa ia lakukan.

"Seorang teman tidak akan menuruti permintaan temannya jika ia diminta untuk membunuh temannya itu," ujar Misa pelan. Ia masih menunduk.

"Apa maksudmu?" (Y/n) mengernyit, tampak tidak paham. Menurutnya, itulah arti pertemanan yang selama ini selalu ia tanamkan di dalam pikirannya. Saling menolong tidak peduli apa permintaan temannya. Benar begitu, bukan?

"Tidak ada pertemanan yang abadi di dunia ini." Misa terkekeh. "Aku percaya pada kalimat itu karena aku sendiri pernah mengalaminya. Namun, aku terus menunggu hingga menemukan seseorang yang dapat kuanggap sebagai teman yang memang disediakan Tuhan untukku. Kau tahu siapa orang itu?"

(Y/n) meneguk ludahnya kasar. Ia menunduk. Membuang pandangannya dari Misa.

"Kau, (Y/n). Kau adalah orang itu. Selama ini, aku selalu menganggapmu sebagai rival. Sebagai saingan dalam bidang akademis maupun nonakademis. Setidaknya itulah yang kurasakan dulu. Namun, berbeda dengan sekarang. Kau tahu? Kita memiliki banyak persamaan; sama-sama keras kepala, sama-sama tak senang diganggu, dan yang paling penting adalah; sama-sama pernah dikhianati oleh teman."

Sontak kepala (Y/n) mendongak. Ia tampak terkejut mendengar pernyataan Misa. Gadis itu melemparkan tatapan yang seolah berkata: dari mana kau tahu?.

"Tidak penting aku mengetahuinya dari mana. Yang terpenting saat ini adalah; apakah kau ingin meninggalkan kakakmu seorang diri di dunia ini? Semua orang pun bisa tahu, kakakmu sangat menyayangimu, (Y/n). Bahkan orang buta sekalipun. Ditinggalkan oleh seseorang yang paling berharga dalam hidupmu sangat menyakitkan, kau tahu itu 'kan?"

(Y/n) tahu. Ia sangat tahu dengan jelas bagaimana perasaan itu. Perasaan ketika ia ditinggalkan oleh seseorang yang seharusnya masih harus ada bersamanya. Perasaan yang sama di saat ia kehilangan kedua orang tuanya. Berusaha sekuat mungkin jika ia tampak baik-baik saja. Di hadapan teman sekelasnya, di hadapan para sensei-nya, dan juga di hadapan Chifuyu.

Detik itu pula, tangis (Y/n) pecah. Di bawah langit malam yang tampak dihiasi oleh sang rembulan dan bintang-bintang yang dapat dihitung oleh jari.

Misa mendekat pada (Y/n). Ia merengkuh tubuh gadis itu ke dalam pelukannya. Menguatkannya sekaligus ia juga ingin mengenalnya lebih dalam.

"Jangan menanggungnya seorang diri, (Y/n). Masih ada orang di sekitarmu yang nyatanya peduli padamu."

***

Sudah seminggu berlalu semenjak kejadian di atas atap rumah sakit malam itu. (Y/n) dan Misa sama-sama menutup mulut tentang hal itu. Berpura-pura menganggap semua itu tidak pernah terjadi.

Hari ini pula, Chifuyu telah dipindahkan ke ruang rawat inap. Kondisi lelaki itu sudah berangsur-angsur pulih dan membaik daripada sebelumnya. Mengetahui hal itu, sudah cukup membuat (Y/n) merasa lega dan bahagia.

"Apakah kau lapar?" tanya Misa yang duduk di sebelah (Y/n).

Gadis itu menggeleng. Perutnya tidak lapar meskipun ia belum memakan apapun sejak kemarin siang. Ia bahkan tidak ingat untuk makan.

"Kau bolos hari ini?" tanya (Y/n) balik. Mengingat hari ini mereka seharusnya masuk sekolah.

"Aku tidak mungkin bisa bolos jika ingin mengalahkanmu, (Y/n)," sahutnya.

"Kau tidak akan bisa mengalahkanku," balas (Y/n).

"Sekolah libur hari ini."

"Oh."

Keheningan kembali menyapa. Menyelimuti dua orang teman yang tampak canggung itu.

"Misa."

"(Y/n)."

"Kau dulu saja," ujar Misa cepat sebelum mereka berdebat tentang siapa yang akan bicara lebih dahulu.

(Y/n) menarik napas panjang, lalu menghembuskannya. "Terima kasih sudah mengingatkanku malam itu. Sungguh, aku benar-benar berterima kasih." Ia menatap Misa seraya tersenyum. Bukan senyum sinis yang biasa ia tunjukan, melainkan senyuman tulus yang berasal dari lubuk hatinya.

"Kau... tidak marah jika ibuku telah menabrak kakakmu?" cicit Misa, khawatir jika (Y/n) benar-benar akan marah setelah ia bertanya demikian.

"Kau ingin aku marah?"

"B-Bukan begitu! M-Maksudku—"

"Aku paham maksudmu. Maaf, aku hanya bercanda," sela (Y/n) disertai kekehan singkat. "Untuk apa aku marah padamu? Kakakku yang amat baik hati itu pasti akan memaafkanmu dan juga ibumu. Kurasa aku hanya akan membuang-buang energi jika hanya untuk marah kepada kalian. Lebih baik, kugunakan energiku itu untuk belajar."

"Kau benar-benar suka belajar, ya?" ujar Misa sambil tersenyum maklum.

"Aku tidak ingin menyesal di kemudian hari karena tidak belajar semasa aku masih sekolah. Kau tahu? Menyesal itu sangat menjengkelkan."

Misa terkekeh. "Ya, aku tahu."

(Y/n) bangkit dari duduknya. Ia membuka pintu ruangan di mana Chifuyu berada. Tungkai kakinya pun melangkah mendekat. Menatap ke arah kakaknya yang tampak tengah tertidur dengan wajah malaikatnya.

"Cepatlah bangun, Nii-chan. Aku merindukanmu, sangat."

Seusai mengatakan rentetan kalimat itu, (Y/n) menangkap pergerakan pada kelopak mata Chifuyu. Hingga ketika kelopak mata itu terbuka sepenuhnya, gadis itu tahu; ia sudah tidak bisa lagi menjauhi dan membuat jarak di antara dirinya dengan Chifuyu.

***

END ━━ # . 'Hi, Brother! ✧ Chifuyu MatsunoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang