Cowok itu sudah berusaha untuk mengingatnya, namun yang ia dapat rasa sakit yang luar biasa pada kepalanya.

"Gue nggak tau apa yang terjadi sama diri gue. Tapi gue sadar, kalau gue lagi nggak baik-baik aja." Ucapnya.

Gibran memejamkan matanya sejenak dan menghembuskan napasnya dengan kasar. Cowok itu mendudukkan dirinya di tepi kasurnya. Menatap layar ponsel yang sedari tadi menyala. Tak ada notifikasi satu pun yang masuk pada layar ponselnya.

Entah karena apa, jarinya tertarik menyentuh nama Abel pada kontaknya.

Gibran : Lo dimana?
Gibran : Udah pulang?

Tak ada balasan apapun dari gadis itu. Kontaknya pun terlihat aktif, namun entah karena apa ia tak membalasnya. Biasanya gadis itu selalu membalas pesannya dengan cepat. Gibran mendongak menatap langit-langit kamarnya. Dari awal, ia memang merasa tak asing dengan Abel. Namun, ketika Gibran menanyakan tentang siapa Abel, gadis itu selalu bungkam.

Manik mata cowok itu menatap bungkus permen dengan tulisan 'Fighting dear'. permen yang di berikan Abel tadi di sekolah, namun Gibran lebih memilih bungkusnya saja untuk ia simpan.

Deringan pada ponselnya mengalihkan atensi Gibran. Tertera nama Abel di sana yang menelponnya. Gibran meneguk salivanya, jarinya sangat ragu untuk sekedar menarik ke atas tombol hijau.

"H-halo?"

Terdengar kekehan kecil di seberang sana. "Kenapa? Tumben nanyain kabar. Emang kamu tau aku siapa?"

"Gue---"

"Nggak usah di jawab. Aku udah tau jawabannya kok. Kamu lagi ngapain?"

"Nggak lagi ngapa-ngapain,"

"Jangan lupa belajar, ya. Besok ujian terakhir kita. Aku harap kamu dapat nilai baik."

Samar-samar Gibran mengangguk. "Thanks."

Keduanya saling diam, Gibran tak membuka suara begitupun Abel di seberang sana. Gadis itu tak mengucapkan kata-kata apapun lagi. Namun, Gibran memilih untuk tidak mematikan sambungannya.

"Gibran,"

"Kenapa?"

"Aku tunggu kamu di hari kelulusan, ya?"

Dahi Gibran mengernyit bingung. "Ada apa----" sambungan terputus sebelum Gibran menyelesaikan kalimatnya. Ia menatap ponselnya dan menampilkan kontak WhatsApp Abel yang tiba-tiba tidak aktif.

Gibran tidak mengerti dengan ucapan Abel. Hari kelulusan? Cowok itu melempar ponselnya di atas tumpukkan bantal, kemudian cowok itu menjambak kuat rambutnya sendiri saat merasakan kepalanya berdengung sangat sakit.

Sekelebat bayangan tentang rumah sakit membuat kepala Gibran kembali terasa sakit. Ia melihat sosok cowok yang terbaring di rumah sakit dan melihat sosok perempuan yang menunggu di sampingnya. Hal ini membuat kepala Gibran seperti ingin pecah.

Sekilas suara perempuan yang terngiang di kepalanya membuat Gibran berteriak kesakitan.

"Aku nggak mau kehilangan kamu untuk kedua kalinya. Setelah kehilangan hati kamu, aku nggak mau kehilangan orang yang berhasil ambil hati aku. Kamu orangnya."

"Kamu nggak mau bangun dan ujian bareng aku? Aku harap, kamu segera buka mata kamu dan kita rayain hari kelulusan bareng."

Tubuh Gibran terduduk di lantai. Cowok itu menelungkupkan wajahnya pada lipatan tangan serta lututnya. Napasnya tersengal-sengal saat ia berhasil keluar dari bayangan tersebut. Mencoba mengingatnya siapa dua orang yang berada di rumah sakit tersebut.

GIBRAN DIRGANTARAWhere stories live. Discover now