Gadis itu lalu pergi dari atas tubuhku, ia lantas duduk di dak yang kotor itu sembari menatapku.

"Aku menyuruhmu untuk mendorongku ke bawah, bukan untuk menarikku untuk jatuh di dak ini bersamamu!" protes gadis itu.

"Aku tidak menuruti perkataan orang yang tidak aku kenal," ucapku lalu berdiri.

"Lalu, apa yang membuatmu berada di tempat ini?" tanya gadis itu ikut berdiri.

"Melihatmu mengakhiri hidup dengan jelas dari atas," jawabku asal.

Gadis itu terdiam, membuatku menoleh ke arahnya. Gadis itu tertunduk dalam dengan kedua tangan yang menutupi wajah.

"Apa yang membuatmu ingin melakukan hal bodoh seperti ini?" tanyaku.

Aku berjalan mendekat ke pembatas rooftop, lalu menyandarkan punggungku ke pembatas yang tingginya setara dengan pundakku.

Gadis itu masih diam tak menjawab. Sepertinya sulit untuk gadis itu menjawab pertanyaan yang baru saja aku lontarkan.

"Sebaiknya kamu pulang, lingkungan ini tidaklah baik untukmu," saranku pelan.

Gadis itu mendongakkan kepala, berusaha menghalau air matanya.

"Apakah yang kamu katakan benar? atau sekedar menakut-nakutiku?" tanyanya mulai bersuara dengan suara yang terdengar gemetar.

"Apakah kamu takut?" tanyaku pelan.

Gadis itu tak menjawab, ia hanya menganggukan kepala pelan.

"Kamu membuatku heran," ucapku terkekeh.

"Kamu memilih untuk mengakhiri hidup, tetapi terlihat takut ketika aku mengatakan tempat ini tidaklah baik untukmu." Aku masih terkekeh. Sungguh, aku tak habis pikir dengan gadis di hadapanku.

"Sudah berapa lama kamu berdiri di atas pembatas ini untuk mempetimbangkan pilihanmu untuk mengakhiri hidup?" tanyaku sembari menepuk pembatas rooftop.

"Sejak sore," jawab gadis itu mulai terbuka.

"Lantas, apa yang membuatmu ingin melakukan hal sebodoh itu?"

"Aku hanya ingin diperhatikan. Mungkin dengan melakukan ini orang-orang disekitarku akan menyadari rasa sakitku," jelas gadis itu dengan tatapan kosong ke sembarang arah.

"Menyadari rasa sakitmu? Bahkan jika kamu meninggal hari ini, kamu hanya menyusahkan orang-orang disekitarmu," balasku cepat.

"Siapa namamu?" tanya gadis itu seraya menatapku.

Aku melakukan hal yang sama, aku menatapnya. Walaupun hari semakin gelap dan tak ada lampu, wajahnya dapat kulihat jelas dari pantulan sinar bulan.

"Rizhan," jawabku singkat.

"Rizhan artinya kaya akan air kan?" tanya gadis itu.

"Lantas, siapa namamu?" tanyaku tak memperdulikan perkataannya.

"Namaku Zahrah, artinya bunga," jawab sang gadis.

Niat awalku tadi hanya menghalangi gadis itu untuk mengakhiri hidupnya. Namun, mengapa rasanya aku menjadi sangat akrab dengannya?

Bunga [Selesai]✅Where stories live. Discover now