4

96 23 8
                                    

Setelah melewati mata kuliah Akuntansi dengan bobot 3 SKS (Sistem Kredit Semester) yang memakan waktu kurang lebih 3 jam, Shakila dan Serena memutuskan mencari tempat makan untuk mengisi energi.

"Gila ya, baru pertama masuk udah disuruh ngitung utang. Kalau duitnya beneran sih gapapa, ini cuma angka doang. Mana kalau nol nya ilang satu bikin mumet," keluh Serena yang masih terbayang-bayang banyaknya angka 0 yang dipelajari tadi.

"Bener juga sih, tapi kayaknya lebih banyak materi deh daripada hitung-hitungan. Kan jurusan kita nggak terlalu masuk ke bagian keuangan gitu, beda lagi kalau emang ambil jurusan Akuntansi, Perpajakan, atau Perbankan."

Serena menganggukan kepalanya, "Iya juga sih, tapi tetep aja pusing. Gue males banget sama materi yang hitung-hitungan gitu. Lo sama gak sih?"

Shakila meraih es teh yang baru saja di antarkan oleh pramusaji, "Hu'um, suka agak pusing kalau liat banyak angka. Kayaknya aku phobia deh sama Matematika ataupun sejenisnya."

Mendengar jawaban hiperbola dari Shakila, Serena tertawa lepas.

"Aduh sama banget dong kita, fiks berati lo termasuk golongan normal."

Shakila terkekeh pelan, bisa-bisanya Serena mendeskripsikan normal atau tidaknya seseorang dari kesukaannya pada hitung-hitungan.

Tak lama, makanan yang ditunggu-tunggu pun datang. Shakila mengawali sarapannya dengan menu ayam kremes, sedangkan Serena memilih soto.

"Temen gue bentar lagi dateng, sekalian kenalan deh," ucap Serena sambil meniup pelan sendok yang berisi nasi dengan kuah soto yang mengepul.

"Temen sejurusan atau gimana?"

"Temen sekelas sih, dia tadi bolos. Agak gila, hari pertama malah ketiduran."

Dengan raut muka kepedasan, Shakila masih mencoba bertanya. "Berani banget ya, orang rantau juga?"

Serena menggeser botol tupperware berisi air putih yang ia bawa dari kos,  dan langsung diminum oleh Shakila. Segelas es teh kurang manjur dalam meredakan pedas yang ia alami.

"Iya, dia temen deket gue sih. Pas kecil kan gue sempet tinggal di Aussie, nah ternyata dia tetanggaan sama gue. Yaudah deh pas balik kesini kita bareng-bareng terus, ntar gue kenalin deh. Orangnya seru kok, ya walaupun agak akhlakless."

"Oke, eh ini masih sejam lagi kan matkulnya?"

Serena yang kebetetulan sedang bermain ponsel langsung mengecek jadwal, "Iya nih, abis ini nemuin temen gue dulu. Ternyata dia belom mandi anjir, modelan begitu kok Felix mau-mau aja sih."

Shakila mengerutkan alis, "Felix temen kita bukan si?"

Serena menjentikkan jarinya, "Exactly! Pasangan yang tidak pantas ditiru, mereka tadi juga bolos. Udah pacaran dari SMP, males gue dijadiin nyamuk terus, dan unfortunatly gue malah sekelas sama mereka sekarang."

Padahal ia hanya asal menebak nama Felix, soalnya tadi waktu absen ia mendengar nama Felix.

"Lo naik apa kesini?" tanya Serena yang melihat Shakila diam saja.

"Ojol sih, aku ndak ada kendaraan."

Serena melongo, mungkin bagi beberapa orang yang merantau wajar saja apabila tidak memiliki kendaraan pribadi. Tetapi bagi Serena yang memang dibesarkan dengan kemewahan dan lingkungan yang kalau lagi kumpul terus pas mau bayar malah rebutan bill ya lumayan kaget.

"Shit, beneran? Lo ga takut apa kalo misal kesusahan mau kemana-mana?"

"Iya, soalnya ndak dibolehin sama bunda, lagian ada mas Doyi yang nyuruh kalau ada apa-apa sama dia aja dan sekarang populasi Ojol ada dimana-mana Serena," jelas Shakila.

RidiculousWhere stories live. Discover now