2

118 21 9
                                    

Shakila menghela nafas bosan, dia sudah berada di tempat tantenya kurang lebih 2 jam. Bundanya kalau sudah bersua dengan Egi─  tantenya memang tidak tahu waktu.

"Nduk, kamu kapan ke Jakarta? Apa sudah dapet tempat kos?" tanya Egi yang melihat Shakila diam kebosanan.

"Seminggu lagi tan dan belum dapet kos."

Egi yang mendengar jawaban Shakila sedikit terkejut, lalu menoleh ke arah Irene sambil menepuk pelan tangannya, "Koe ki pie to mbak, anakmu kurang seminggu kas neng Jakarta mosok durung oleh kos-kosan." (Kamu itu gimana sih mbak, anakmu kurang seminggu lagi ke Jakarta masa belum dapet kos-kosan).

"Aku udah berusaha nyari yo gi, emang kebanyakan udah penuh. Doyi juga lagi bantu cari-cari," bela Irene.

"Aku kebetulan ada temen di sana, coba tak tanya dulu masih kosong gak kos-kosannya."

Egi yang ingin merekomendasikan keponakannya untuk ngekos di tempat temannya langsung menelepon. Tak butuh waktu lama untuk mengkonfirmasi bahwa ada slot kosong di tempat temannya, Irene pun langsung menyuruh Doyi untuk langsung ke tempat kos yang sudah Egi berikan alamatnya, guna untuk menyelesaikan masalah administrasi.

"Yaudah pulang sana mbak, Shakila udah bosen banget tuh dengerin kita mengobrol," suruh Egi.

Shakila yang merasa omongan tantenya benar jadi merasa tidak enak, lalu hanya menanggapi dengan senyuman canggung.

"Loh kok malah ngusir sih, tapi yoweslah capek mulutku nemenin kamu cerita."

"Halah seng cerito was wes tanpa rem ki sopo jane, wes kono ndang balik. Oiya Sha, hati-hati ya kalau nanti ke Jakarta, kalau butuh apa-apa kasih tau temen e tante aja. Dia baik kok, kalau misal galak ya maklum namanya aja ibu kos." (Halah yang cerita was wes tanpa rem tuh siapa sih, udah sana balik).

Shakila terkikik geli, "Matur suwun ya tante Egi udah bantuin Shakila, nanti titip bunda ya tan."

Egi mendengus, "Bundamu wes gede nduk, misal meh pacaran yo jik patut kok, Hahaha." (Bundamu udah besar nduk, kalau mau pacaran yo masih pantes kok).

Shakila dan Egi tertawa lepas, sedangkan Irene hanya merengut sebal.

"Wes wes ra rampung-rampung iki malahan. Pamit sik ya gi, makasih loh udah bantu Radeya." (Udah udah nanti ngga selesai-selesai malahan. Pamit dulu ya gi, makasih loh udah bantu Radeya).

"Duluan ya tante, salam buat om Brian," pamit Shakila sambil mecium tangan Egi.

"Iya, take care ya Sha. Nanti kalau dapet pacar jangan lupa kenalin ke tante."

"Hehe iya tante."

︿︿︿︿

Seminggu telah berlalu, kini Irene tengah menemani Shakila di Bandara untuk penerbangan ke Jakarta.

"20 menit lagi flight lo dek, di cek dulu barang-barangmu", suruh Irene sambil mengecek ransel yang dibawa Shakila.

"Iya bun udah komplit, lagian bunda udah ngecekin ransel aku lebih dari 5 kali loh."

Irene menghele nafas pelan, "Bunda jadi sedih gini mau ditinggal anak wedok, nanti sering-sering suruh mas mu mampir ya. Pokoknya handphone 24jam online terus, jangan lupa beli obat-obatan yang lebih lengkap. Terus kalau senggang videocall sama bunda ya, kalau laper suruh mas Doyi beliin. Bunda gak maksud nyuruh-nyuruh masmu buat selalu ada buat kamu, cuma kamu kan baru pertama di Jakarta jadi bunda masih was-was."

"Iya bunda Irene yang paling cantik, udah adek rekam di otak nih biar ndak lupa."

Irene langsung merengkuh tubuh yang lebih besar darinya itu, tak terasa air matanya keluar. Padahal ia sudah menahannya sejak kemarin, "Duh bunda jadi nangis gini, pokoknya hati-hati ya dek. Bunda sayang adek banget pake d."

Shakila yang sedang terharu pun tersenyum geli, "Tuh kan bunda juga alay, iya adek juga sayang bunda banget banget."

Mereka berdua tertawa sambil memeluk satu sama lain, menyalurkan rasa yang enggan untuk berpisah. Sayangnya, waktu memang semakin cepat. Pemberitahuan pesawat akan berangkat pun mulai menggema, dengan ketidakikhlasan mereka melepaskan pelukan satu sama lain.

"Udah sana masuk, kalau lagi homesick telpon bunda ya," ucap Irene lalu mencium kening Shakila.

Shakila mengangguk sebagai jawaban, "Adek masuk ya bun, jaga diri baik-baik ya bun. Kalau kesepian cari pacar aja gapapa, hahaha."

Irene mencubit pelan hidung Shakila, "Tau apa kamu soal pacar, udah sana masuk," suruh Irene sambil sedikit mendorong badan anaknya.

"Take care mom, love you," pamit Shakila sambil mencium tangan serta pipi Irene.

Langkah Shakila mulai menjauh dan menyisakan kehampaan bagi seorang Irene. Rasanya lebih berat daripada melepas anak pertamanya. Ditinggal sosok Ayah sejak masih umur 5 tahun, membuat Shakila mendapatkan perhatian lebih dari Irene. Meskipun demikan, Doyi tak pernah mengeluh atas ketidakimbangan perhatian yang diberikan Irene. Menurutnya, Irene merupakan sosok ibu yang tak pernah putus asa dalam memenuhi kebutuhan anaknya, sehingga ia dan adiknya bisa tumbuh dengan baik dan tidak pernah kekurangan dalam hal finansial. Meskipun keluarga mereka memang dari orang kaya, Irene tidak selalu mengandalkan kekayaannya itu.

Shakila juga tidak merasakan kekurangan kasih sayang, meskipun belum lama ia mengenal ayahnya. Irene dan Doyi benar-benar memperlakukan Shakila dengan baik. Walaupun sama-sama galak dan mempunyai muka judes, mereka lah yang selalu khawatir apapun yang menyangkut Shakila.

﹏﹏﹏

Hi, sorry for typo ya.

Don't forget to vote and comment, thankyou!

RidiculousWhere stories live. Discover now