1

192 26 17
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul 10.00 WIB, namun Shakila tak kunjung keluar dari kamar. Ia masih asik menutupi dirinya dengan selimut walaupun dengan posisi duduk.

“Deg-degan banget ga sih yaampun,” keluh Shakila sambil menghela nafas kasar.

Asik dengan pikirannya, alhasil pintu kamarnya jadi sasaran gedoran bundanya karena merasa tak mendapat jawaban.

“Radeya!! Kamu ini ngapain saja toh di kamar? Apa ndak liat kalo matahari udah muncul?” omel Irene yang kesal anaknya belum keluar kamar sama sekali.

Tak lama, pintu kamar Shakila terbuka. Menampilkam sosok yang menurut Irene seperti genderuwo.

“Yaampun dek, mbok kamu itu sisiran terus cuci muka dulu. Coba kalau bukan bunda yang bukain, udah pingsan kali liat penampilanmu.”

Shakila melihat penampilannya dari atas sampai bawah, well cukup mengerikan. Dengan rambut yang acak-acakan, mungkin bekas iler yang nempel dan oh jangan lupakan ia hanya memakai kolor dan kaos oblong yang di bagian tertentu ada yang berlubang- biar ada udara yang masuk kalau kata Shakila.

“Bunda, adek lagi deg-degan banget, kalo dalam bahasa Inggris Very Nervous bun,” ucap Shakila.

“Halah gayamu, emang kenapa toh?” tanya Irene.

Raut muka Shakila kembali sedih, “Hari ini pengumuman snmptn bunda, adek takut kalau ngga keterima di Univeritas kayak mas.“

Irene menghela nafas lalu memeluk Shakila.

“Yaudah ndak papa toh dek, yang penting kamu bisa kuliah. Sebenernya bunda tuh ngga terlalu ikhlas ngelepas kamu ke Jakarta sendiri, apalagi kamu perempuan. Apa ndak bisa kalau kamu kuliah di Solo aja?”

Shakila melepas pelukan Irene, lalu menggenggam erat tangan bundanya.

“Maafin adek ya bun, aku pengen sekali ini aja egois sama bunda. Adek bisa jaga diri, apalagi disana ada mas Doyi ya walapun nanti adek ngekos sendiri. Toh ini juga belum pasti adek keterima atau ngga hehehe,” ujar Shakila diselingi candaan, padahal ia juga kepikiran nanti keterima atau enggak.

“Yaudah, pengumumannya jam berapa? Bunda ikut liat ya, biar seru.”

Shakila tertawa, “Ngga seru ih, nanti kalau adek ngga keterima malah semakin kejer nangisnya.”

“Yakin dong dek kalau keterima, anak bunda Irene kan pinter-pinter,” hibur Irene.

Meskipun Irene tidak terlalu menyetujui keputusan anaknya, ia tetep mendukung apapun itu selagi mereka mau bertanggung jawab sama pilihannya. Ia takut jika Shakila tidak bisa beradaptasi di Kota Metropolitan yang tentunya memiliki
perbedaan budaya . Tapi balik lagi dia tidak ingin menjadi Ibu yang terlalu mengekang anaknya, selagi mereka suka ya dia bisa apa.

“Sekarang makan dulu ya dek, bunda udah masakin sayur kangkung sama tempe─ pupung tempenya masih anget loh.”

Mata Shakila langsung melotot kegirangan, tempe anget menjadi salah satu lauk yang memiliki kasta tertinggi dalam gorengan kesukaannya.

“Tempe, tunggu Shakila untuk melahap─ “ ucap Shakila terputus karena Irene menarik kaosnya saat ia bersiap untuk lari.

“Radeya jangan kemproh, cuci muka sama sikat gigi dulu sana. Kalau kamu niat ya sekalian mandi, mana ada yang mau kalau modelan kamu kayak gini.”

Shakilla terkikik geli, lantas ia menyium pipi Irene dan masuk ke kamar untuk sekedar membersihkan badan.

︿︿︿

Saat ini Shakila dan Irene tengah menatap layar laptop dengan serius, “Ayo dek buruan di klik, bunda gasabar nih,” ucap Irene dengan tak sabarnya.

“Bunda mas ngga kelihatan layar laptopnya,” susul Doyi─  anak sulung Irene alias masnya Shakila, yang sedang ikut menyaksikan moment menegangkan melalui video call.

Irene lantas membenarkan letak handphone yang dibawanya agar Doyi bisa melihat hasilnya.

“Aduh deg-degan pol aku mas, bun,” ucap Shakila sambil menggosok-gosokan kedua telapak tangannya.

Sebenernya hasilnya sudah keluar, dan Shakila sudah menulis namanya di kolom ‘Search’ tinggal menunggu Shakila memencet tombolnya saja.

Dengan sikap Irene yang selalu tidak sabaran, ia pun memencet tombol enter.

Shakila yang sedang gugup pun langsung melotot kaget, “Ya Tuhan bunda, bikin kaget aja sih,” lalu menutup sebelah matanya agar terkesan lebih gugup.

Irene yang fokus pada layar laptop langsung menjerit, “YAAMPUN ADEK LOLOS!”

Shakila yang kaget dan merasa tak percaya hanya bisa duduk diam dengan mulut menganga. Sedangkan Doyi yang memantau lewat video call merasa kesal dengan bundanya, karena refleks menjatuhkan handphone yang membuat seluruh layar yang Doyi lihat gelap dan berbunyi kresek-kresek.

Merasa gemas melihat anaknya hanya diam saja, Irene memeluk Shakila dan mengusap-usap bahunya, “Selamat ya sayang, akhirnya bisa lanjut ke perguruan tinggi yang kamu penginin dari dulu. Udah gausah nangis, lha wong kamu udah lolos kok.”

Shakila yang sedang terharu pun langsung menangis dengan kencang, dia jadi tidak tega meninggalkan bundanya disini sendirian.

“Maafin adek ya bun udah egois, dan terimakasih udah selalu dukung adek apapun yang aku lakuin. Adek sayang bunda bangeth pake h.”

Masih dalam keaadan berpelukan, Irene menabok pelan bahu anaknya.
“Alaynya ngga ilang ya, udah yuk sedih-sedihnya. Kita girls time ke mall, bunda beliin kamu banyak baju buat nanti kuliah.”

“BUNDA, DOYI JUGA MAU!!” teriak Doyi yang masih melihat lawan bicaranya dengan keadaan gelap.

﹏﹏﹏

🔓「Supporting Cast」

🔓「Supporting Cast」

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Hi, akhirnya up bab pertama di cerita ini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Hi, akhirnya up bab pertama di cerita ini. Maaf ya kalau ada typo atau mungkin ngga pas sama alurnya. See u in next chapter, dont forget klik vote and comment!

RidiculousWhere stories live. Discover now